BAHAYA DUSTA DAN DOSA



Oleh : Ari Wiwin.

Pegiat Dakwah tinggal di Bandung.


Bohong atau dusta adalah lawan dari kejujuran. Allah SWT sudah menetapkan bahwa tak ada satupun perbuatan yang terlepas dari hisab,  termasuk ucapan . "Janganlah kamu mengikuti apa saja yang tidak kamu ketahui. Sungguh pendengaran, penglihatan dan hati , semua itu akan diminta pertangung jawaban." (TQS al isra (17)36). Allah SWT pun mengingatkan bahwa ada malaikat yang selalu mendampingi manusia dan mencatat apa yang keluar dari lisanya. Dengan demikian kejujuran adalah bagian penting dari agama islan. Bukan sekedar nilai moral, apalagi sekedar demi pencitraan.


Di antara kadar keimanan seseorang ditandai dengan keteguhannya dalam menjaga lisanya agar senantiasa lurus. Nabi SAW bersabda. "Tidaklah lurus iman seorang hamba sampai lurus hatinya dan tidaklah lurus hatinya sampai lurus lisanya." (HR Ahmad). Sungguh kejujuran akan membimbing menuju kebaikan , dan kebaikan akan membimbing menuju surga.


Sungguh memprihatinkan bahwa pada hari ini umat Muslim menganggap kebohongan sebagai perkara biasa, bahkan dianggap sebagai bagian dari kehidupan. Kita mengenal istilah April mop, prank, rekayasa atau pencitraan atas suatu produk atau tokoh agar mendapatkan simpati dan dukungan. Hal ini berkembang di masyarakat bahkan menjadi industri tertentu. Pelaku bisnis sering membuat opini palsu tentang suatu produk agar dianggap penting oleh konsumen. Sehingga mereka akan mencari dan membeli produk tersebut.


Berdusta bukanlah karakter seorang Muslim melainkan ciri kemunafikan sebagai mana sabda Rasulullah saw. "Tanda orang munafik ada tiga jika bicara dusta, jika berjanji ingkar, jika di percaya khianat." (HR al Bukhari).


Kesaksian palsu misalnya, bisa membuat seseorang yang tak bersalah dapat di berlakukan sebagai pesakitan , dijadikan musuh masyarakat. Pantaslah islam menempatkan kesaksian palsu sebagai dosa besar. Perbuatan menipu dan memperdaya orang lain akan lebih berat lagi jika di lakukan oleh para penguasa yang menipu rakyatnya. Nabi saw bersabda. "Tidaklah seorang hamba pun yang di beri amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya yang pada hari kematianya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya." ( HR Muttafaqalaih).


Terhadap penguasa yang demikian. Nabi saw mengingatkan." Sungguh akan ada setelahku pemimpin pandusta dan zalim. Siapa saja yang mendatangi mereka, kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezaliman mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golonganya, dan dia tidak akan minum dari telagaku." (HR Ahmad)

Wallahu a'lam bi showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak