Antara Kebebasan dan Kebablasan



Oleh: Kunthi Mandasari

(Member Akademi Menulis Kreatif)


Film besutan Garin Nugroho yang berjudul 'Kucumbu Tubuh Indahku' menuai banyak protes. Film yang mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia pada tanggal 18 April 2019 diduga kuat memuat konten penyimpangan sosial.

Alhasil beberapa walikota telah bereaksi untuk memboikot penayangan film tersebut di kotanya. Diantaranya kota Depok, Garut, Palembang hingga kota Padang. Alasan yang dikemukakan sama, karena konten film tersebut yang bertentangan dengan norma Agama. Dimana film tersebut bertentangan dengan Indonesia yang merupakan negara yang beragama. 

Selain itu film tersebut juga mendorong munculnya petisi yang menolak penayangannya. Dimana film tersebut bisa membawa dampak buruk terhadap penontonnya. Karena menampilkan unsur LGBT. Meskipun bagi para penggiat seni menganggap bahwa film tersebut merupakan hiburan, murni bagian dari karya seni. Dimana seni merupakan kebebasan imajinasi yang tak pantas dibatasi.

Beginilah ketika seni tumbuh dalam lingkup sekuler liberalisme. Yang memiliki anggapan bahwa kebebasan adalah segalanya tanpa memperhatikan isi konten yang ditampilkan. Padahal seharusnya seni menjadi cara untuk menunjukan kebesaran Allah selaku sang pencipta. Sehingga karya yang lahir harusnya meningkatkan keimanan bagi penikmatnya. Bukannya justru semakin menjauh dari fitrah karena memperturutkan hawa nafsu semata.

Sayangnya bagi pemuja kebebasan mereka akan menggunakan berbagai dalih untuk membenarkan. Seperti mengatakan bahwa dengan menonton film tersebut tidak akan membuat seseorang ikut-ikutan menjadi pelaku penyimpangan seksual. Padahal informasi yang kita serap dalam pikiran kita lambat-laun akan mempengaruhi baik ucapan maupun perbuatan kita. Apalagi jika informasi dimasukan secara berulang-ulang yang akan membentuk sebuah pola pikir, dari pola pikir lahirlah pola sikap. Meskipun perbuatan tersebut salah jika terus-terusan dibiarkan dan didiamkan akan menjadi pembenaran. 

Sehingga tidak seharusnya film maupun konten apapun yang bertentangan dengan syariat Islam sudah seharusnya cegah. Dengan memberikan kesempatan pada konten film yang serupa lolos berarti telah membuka kesempatan untuk rusaknya para penerus generasi. Hanya saja individu maupun masyarakat saja tidak akan mampu menjaga dari para remaja dari konten tersebut. Maka hanya Negaralah yang mampu menjadi pelindung dari berbagai pontensi buruk yang mungkin akan timbul. Wallahu 'allam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak