Ada Apa Dengan Guru?

Oleh : Yayuk Kusumawati 

(pelajar dan member Pena Muslimah Cilacap)


Terimakasihku ku ucapkan pada guruku yang tulus

Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan untuk bekalku nanti

Setiap hariku dibimbingnya, agar tumbuhlah bakatku

Kan ku ingat selalu nasehat guruku, terimakasihku ucapkan

Sebuah lirik lagu penghargaan untuk para guru yang telah mendidik anak-anak negeri pada masa dimana guru masih menjadi sosok yang berjasa dalam mendidik generasi bangsa. 

Namun sayang pujian tak seindah nasib guru dilapangan. Jangankan ungkapan terimakasih, tidak mendapat perlakuan buruk dari siswapun sudah lega. Guru dibunuh pelajar, guru ditantang duel, guru dipenjara menjadi problema, dilema guru sampai hari ini. Belum lagi gaji dan jam kerja yang tidak sepadan semakin menambah potret buram nasib guru negeri. 

Lihatlah betapa mirisnya nasib guru hari ini. Ditengah-tengah carut-marutnya pendidikan dan semunya nasib guru, muncul wacana yang membuat mulut menganga, mengelus dada dan menangis tanpa suara. Adalah wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. Menurut Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunya dari Jerman. 

Lebih lanjut, Puan mengatakan jika para tenaga pengajar asing tersebut mengalami kendala bahasa, mereka akan diberi fasilitas penerjemah serta perlengkapan alih bahasa https://tirto.id/wacana-puan-maharani-impor-guru-asing-dikritik-organisasi-guru-dACH

**

Impor Guru, Kebijakan Keliru

Wacana yang digulirkan Puan ini menuai kritik dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim. Ia mengatakan jumlah guru di Indonesia sudah mencukupi.

Ramli menjelaskan jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan lulusannya terus bertambah setiap tahunnya. Ia merujuk data Kemendikbud yang menyatakan pada 2013 terdapat 429 LPTK, terdiri dari 46 negeri dan 383 swasta. Total mahasiswa saat itu mencapai 1.440.770 orang. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding 2010 dengan 300 LPTK.

"Dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta maka diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun," ujar Ramli kepada reporter Tirto, Jumat (10/5/2019).

Di sisi lain, Ramli pesimistis tenaga pengajar asing bisa mengikuti kurikulum yang diterapkan di Indonesia. Apalagi, tambah dia, guru asing tersebut kemungkinan akan memiliki persoalan bahasa.

"Guru-guru kita sebenarnya punya potensi baik, tetapi beban kurikulum dan beban administrasi yang begitu berat membuat mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak perlu," ujarnya.

Ramli menyarankan ketimbang melakukan impor guru asing, lebih baik meningkatkan kompetensi dosen-dosen LPTK sebagai penghasil guru.

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim juga menilai wacana pemerintah mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia keliru.

Jika wacana tersebut digulirkan lantaran nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) masih terbilang rendah—dengan angka 67,00 dari skala 100 pada 2017—berarti perlu ada peningkatan kompetensi guru. Salah satunya, tambahnya, adalah dengan pemberian pelatihan.

Lebih lanjut, Satriwan mengatakan jika impor guru benar-benar terealisasi, artinya pemerintah putus asa dalam memberdayakan guru dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano, mengklaim lembaganya telah melakukan berbagai upaya menyelesaikan persoalan guru di Indonesia. Ia menjabarkan mulai dari pemerataan distribusi guru ke setiap daerah hingga peningkatan kompetensi melalui skema pelatihan-pelatihan.

Memasuki tahun ajaran baru nanti, guru-guru akan menjajaki sistem zonasi seperti yang diberlakukan pada skema Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Supriano mengatakan tujuan sistem zonasi agar guru tidak menumpuk di satu sekolah saja.

Guru itu pada hakekatnya mendidik siswa siswi menjadi cerdas. Namun jika Indonesia mengadakan impor guru itu akan menyulitkan diri sendiri. Apakah kalian percaya guru import tidak akan menghasut/meracuni pikiran anak bangsa?. Disisi lain banyak guru muda yang cerdas dan kompetitif yang mampu mendidik anak bangsa menjadi lebih baik. Jika guru import menguasai sekolah - sekolah lalu akan dikenakan guru lokal. Hal tersebut juga akan memupus kan minat anak bangsa menjadi guru atau yang lainnya karena hampir semua semua elemen negara adalah impor.

**

Hanya Dalam Pangkuan Islam Guru Bahagia

Nasib guru terus diwarnai pilu jika selama sistem yang bercokol hari ini bukan berasal dari wahyu. Wacana impor guru sebenarnya bukanlah wacana baru. Sebelumnya Puan Maharani telah menyampaikan hal ini jauh-jauh hari sebelumnya.

Berbicara masalah guru tentu tidak terlepas dari masakah pendidikan. Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia (al-hâjat al-asasiyyah) yang harus dipenuhi oleh setiap manusia seperti halnya pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan perumahan. Pendidikan adalah bagian dari masalah politik (siyâsah) yang diartikan sebagai ri‘âyah asy-syu’ûn al-ummah (pengelolaan urusan rakyat) berdasarkan ideologi yang diemban negara.

Berdasarkan pemahaman mendasar ini, politik pendidikan (siyâsah at-ta‘lîm) suatu negara sangat ditentukan oleh ideologi (pandangan hidup) yang diemban negara tersebut. Faktor inilah yang menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang dibentuknya. Dengan demikian, politik pendidikan dapat dipahami sebagai strategi pendidikan yang dirancang negara dalam upaya menciptakan  kualitas human resources (sumberdaya manusia) yang dicita-citakan.Sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekularisme-kapitalisme atau sosialisme-komunisme dimaksudkan untuk mewujudkan struktur dan mekanisme masyarakat yang sekular-kapitalis atau sosialis-komunis.

Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan melihat perhatian para khalifah (kepala negara) yang sangat besar terhadap pendidikan rakyatnya; demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Sebagai contoh, Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadhiyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas).

Hari ini guru/dosen sekadar  berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak   sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian  (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri tidak lagi pantas diteladani. Jika fenomena guru dalam negeri yang notabene mengetahui kondisi negeri sendiri sekacau ini, mungkinkah guru impor akan lebih memberikan dampak positif?

Lingkungan fisik sekolah/kampus yang tidak tertata dan terkondisi secara islami turut  menumbuhkan budaya  yang tidak memacu  proses pembentukan kepribadian peserta didik. Akhirnya, rusaklah pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Kekacauan pendidikan ini tidaklah mungkin terlepas dari sistem yang menaungi.

Sebenarnya aturan mengenai tata hidup kita sudah di atur oleh Al Qur'an dan hadist mulai dari masalah pendidikan sampai masalah guru. 

Dalam hal ini contoh guru terbaik adalah manusia terbaik dari yang Maha Baik yakni Muhamad Saw. Jika bukti guru terbaik dibuktikan melalui dalil itu biasa. Kali ini juga bisa dibuktikan melalui catatan orang yang belum masuk Islam,

"Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang. Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad di antara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena—dari sudut pragmatis—seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik". (Robert L. Gullick Jr., dalam  bukunya, Muhammad, The Educator).

Seharusnya kita menggunakan akal kita untuk berpikir seperti yang tertera di dalam Qs An Nahl ayat 43 dan ayat 44

Allah SWT berfirman:

بِا لْبَيِّنٰتِ وَا لزُّبُرِ ۗ وَاَ نْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

bil-bayyinaati waz-zubur, wa anzalnaaa ilaikaz-zikro litubayyina lin-naasi maa nuzzila ilaihim wa la'allahum yatafakkaruun

"(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan Ad-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan."

(QS.An Nahl ayat 44)

Allah SWT berfirman:

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَا لًا نُّوْحِيْۤ اِلَيْهِمْ فَسْــئَلُوْۤا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ۙ 

wa maaa arsalnaa ming qoblika illaa rijaalan nuuhiii ilaihim fas`aluuu ahlaz-zikri ing kuntum laa ta'lamuun

"Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,"

(QS. An-Nahl 16: Ayat 43)

Dari ayat di atas menjelaskan bahwa nabi Muhammad saw. Sebenarnya sudah memberikan kita contoh tinggal mengikuti. Kita di suruh berpikir tentang semua kondisi dunia termasuk pendidikan dan guru.

Wallahu a'lam bish-shawab.[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak