Oleh: Laily Chusnul Ch. S.E
(Pengamat Ekonomi )
Sejak debat capres kedua yang telah diselenggarakan pada 17 Februari lalu, istilah ‘Unicorn’ menjadi tema perbincangan dan judul tulisan di berbagai media. Terlebih pernyataan presiden Jokowi dalam kampanye nya di Serang, Banten maret lalu.
"Profesor Kiai Haji Maruf Amin adalah ulama besar, juga seorang intelektual. Beliau tahu berbicara mengenai ekonomi syariah, start-up, unicorn, decacorn. Pintar cerdas yang berasal dari Banten ini. Itulah kenapa saya memilih profesor Kiai Maruf Amin mendampingi saya," ungkap Jokowi. (Suara.com, 24/3/2019).
Lantas menjadi pertanyaan besar adalah apa sebenarnya definisi start-up, unicorn dan decacorn serta pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi dunia secara umum, Indonesia secara khusus?
Asal Usul
Istilah unicorn di dunia start up pertama kali diperkenalkan oleh pemodal kapital Aileen Lee pada tahun 2013. Lee menggunakan istilah unicorn untuk mendefinisikan perusahaan teknologi yang dinilai memiliki ide dan solusi tak biasa dengan valuasi lebih dari US$1 miliar.
Untuk mengantongi status unicorn, merupakan proses yang melibatkan berbagai pertimbangan dari banyak faktor. Termasuk perkiraan pertumbuhan bisnis satu perusahaan dalam jangka panjang.
Berdasarkan riset CB Insight, hingga Januari 2019 ada lebih dari 300 unicorn di seluruh dunia. Beberapa unicorn bahkan sudah 'naik kelas' dengan mengantongi status sebagai decacorn (valuasi US$10 miliar) dan hectocorn (valuasi US$100 miliar).
Kelima perusahaan dengan valuasi tertinggi di dunia menurut CB Insight yakni Toutiao atau Bytedance (US$75 miliar), Uber (US$72 miliar), Didi Chuxing (US$56 miliar), WeWork (US$47 miliar), dan Airbnb (US$29,3 miliar).
Sementara di Asia Tenggara sejauh ini ada tujuh unicorn dengan empat diantaranya berasal dari Indonesia. Keempat Start up unicorn tersebut antara lain Bukalapak, Gojek, Traveloka, dan Tokopedia.
Unicorn: Jalan Penjajahan Asing
Gojek dinobatkan sebagai unicorn selepas mendapatkan pendanaan sekitar 550 juta dolar AS (sekitar Rp 7,5 triliun) pada 4 Agustus 2017. Gojek dapat investasi dari konsorsium delapan investor berbagai negara yang dipimpin Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC, dua perusahaan investasi papan atas asal AS.
Sequoia yang berlokasi di Menlo Park, Kalifornia, selama ini fokus pada industri teknologi dan keuangan. Perusahaan ini mendukung banyak perseroan dengan nilai pasar saham yang diperkirakan menembus 1,4 triliun dolar AS (Rp 19 ribu triliun).
Sementara, Warburg Pincus merupakan perusahaan ekuitas yang telah berkiprah sejak 1996. Perusahaan ini memiliki aset sebanyak 40 miliar dolar AS (Rp 545,6 triliun) di berbagai sektor, seperti ritel dan industri.
Kemudian, Tokopedia masuk ke tataran unicorn setelah memperoleh penyertaan investasi senilai 1,1 miliar dolar AS (Rp 15 triliun) dari Alibaba berbarengan dengan HUT ke-72 Kemerdekaan RI 17 Agustus 2017.
Alibaba adalah perusahaan asal Cina yang dikenal sebagai raksasa niaga elektronik. Pendiri Alibaba adalah Jack Ma, yang kini menjadi salah satu tokoh sentral di ekonomi Cina. Alibaba juga menjadi pengendali Yahoo!.
Sementara, Traveloka dinobatkan sebagaiunicorn selepas mendapatkan pendanaan sekitar 350 juta dolar AS (Rp 4,77 triliun) dari Exepedia. Exepedia adalah perusahaan travel asal AS yang mengoperasikan sejumlah merek global lainnya, seperti hotels.com. Trivago, dan Orbitz.
Sedangkan, Bukalapak diklaim masuk ke tataran unicorn pada November 2017 lalu. Selain Grup Emtek, dua perusahaan ventura asal AS, yaitu 500 Startup dan QueensBridge Venture Partners, juga diketahui menanamkan modal di Bukalapak. Namun, nilainya tidak dipublikasikan.
Dari profil para investor yang berada di belakang Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak, terlihat jelas didominasi oleh investor asal AS, Cina, Singapura, dan Hong Kong. Besaran kepemilikan saham raksasa asing ini tidak diketahui. Selain itu terdapat beberapa resiko lain, diantaranya:
Pertama, mengarah pada Kapitalis. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan di sektor transportasi, operasional Gojek sudah mengarah kapitalis, karena tidak diikuti aturan yang bisa melindungi mitra kerja.
Sistem aplikasi tidak diawasi apalagi diaudit oleh lembaga yang berwenang. Djoko menyebutkan, sekitar dua tahun lalu ketika, sebagian saham belum dimiliki asing, mitra Gojek masih mendapatkan bonus yang cukup besar. Pendapatan driver ojek online (daring) bisa minimal Rp 8 juta per bulan.
Bahkan ada yang mencapai Rp 12 juta per bulan. “Sekarang untuk mendapatkan Rp 4 juta harus bekerja hingga 12 jam dalam sehari,” katanya.(18/02/2019).
Kedua, kedaulatan data tergadaikan. Ekonom Indef Bhima Yudisthira mengatakan, start up unicorn memang mengandalkan modal asing yang jumlahnya cukup dominan untuk menjalankan bisnisnya.
Ketika masuk modal asing, maka kedaulatan data, dan produk yang ada di start up berisiko menjadi tergadaikan. "Padahal data merupakan privasi sekaligus sumber daya paling penting di era ekonomi digital. Data ini rentan untuk disalahgunakan sehingga profit paling besar dinikmati oleh investor asing itu". SINDOnews (18/2/2019)
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai, kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, tapi bisa diatur dan arahkan. Tanpa perlindungan data yang kuat, era siber digital hanya akan menjadi seperti hutan rimba belantara.
Seringkali, persoalan data digital menghantui para pengguna, karena data pribadi mereka bisa bocor dan diakses oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jika hal ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan dikuasai oleh pihak asing yang menggerogoti kedaulatan.
Ketiga, dividen mengalir keluar negeri. “Pak Prabowo menyampaikan kalau unicorn ini besar, dan kepemilikannya bukan dimiliki oleh orang dalam negeri, maka nanti dividen (pembagian laba pemegang saham) mengalir ke luar negeri,” ujar Sandi di Pusat Media BPN, Senin (18/02/2019).
Penguasaan asing akan berdampak pada percepatan kesenjangan hingga ketimpangan investor dalam negeri, terhadap aset-aset bangsa yang menguasai lini-lini penting dalam sektor teknologi digital atau fintech.
Maka itu, pengelolaan dan pengembangan perusahaan rintisan unicorn harus berhati-hati. (Hidayatullah.com)
Islam Penjaga Ekonomi Terpercaya
Kerjasama bidang ekonomi antar negara haruslah bersifat setara (equal) dan saling menguntungkan, bukan bersifat hegemonik yang eksploitatif, yang menempatkan satu negara dapat mendominasi atau mengendalikan perekonomian negara lainnya.
Kemandirian ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh 5 (lima) indikator. Pertama: Kemandirian negara dalam mengelola kepemilikan, produksi dan distribusi berbagai sumberdaya yang ada. Kedua: Kemampuan negara memenuhi kebutuhan sektor pangan, energi, keuangan dan infrastruktur.
Ketiga: Kemampuan negara memasok pasar domestik untuk kebutuhan primer dan sekunder. Keempat: Kemerdekaan negara untuk mengambil kebijakan ekonomi yang terlepas dari pengaruh negara-negara kapitalis Barat.
Kelima: Kemampuan negara untuk memenuhi sumber-sumber pendanaan APBN dan mendayagunakan APBN guna memberikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi seluruh rakyat (Yelipele, 2014).
Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh untuk membebaskan diri dari cengkeraman kepentingan negara dan lembaga donor kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam.
Sistem tersebut nantinya akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.
Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.
Abdul Qadim Zallum dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah mengemukakan, bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang-barang tambang lainnya.
Tentu hanya bisa terlaksana, jika elit politiknya berkemauan kuat untuk mengelola sumberdaya alam secara mandiri (tanpa campur tangan terjajah). Namun fakta sekarang malah menyerahkannya kepada negara lain.
Wallahu'alam bisshowab.