Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Beberapa waktu terakhir, 51 tersangka berhasil diciduk Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalsel. Direktur Reserse Narkoba Polda Kalsel melalui Kabag Binopsnal Ditresnarkoba Polda Kalsel, mengungkapkan, dari 41 kasus jumlah barang Bukti adalah 144,51 gram sabu, 924 butir obat psikotropika, dan 1.024 butir obat daftar G. Sedangkan jumlah tersangka sebanyak 51 orang dengan total barang bukti sabu 34 paket yang dibungkus dengan plastik transparan dengan berat kotor 94,79 gram dan berat bersih 87,99.
Di depan akademika kampus dan aliansi relawan perguruan tinggi anti penyalahgunaan narkoba, meminta kampus turut proaktif dalam mencegah peredaran narkoba terutama di kalangan pemuda dan mahasiswa. Baginya, untuk mempersempit ruang lingkup penyalahgunaan narkoba. Salah satu cara efektif dalam perang melawan barang haram tersebut. “Ada 36 kampung di Kalimantan Selatan yang sudah terpapar narkoba, baik yang sudah kategori stadium berat maupun sedang,” ungkapnya. (jejakrekam.com).
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena) menyebut ada 39 kampung di Provinsi Kalsel telah terpapar narkoba. Program desa dan kelurahan bersih narkoba pun kini digaungkan BNN dengan merangkul perguruan tinggi di Kalsel.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang terutama di kalangan generasi muda kini kian meningkat. Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa. Padahal, generasi muda merupakan pilar, yang diharapkan dapat menopang bangsa.
Narkoba dapat menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, keluarga, masyarakat maupun bagi negara. Dengan kondisi tubuh yang rusak, mustahil bagi generasi mampu belajar, bekerja, berkarya, atau melakukan hal-hal positif lainnya. Yang pada akhirnya, kemungkinan terburuk adalah rusaknya pewaris bangsa calon penerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa.
Di Indonesia, peredaran narkoba sudah menjadi permasalahan serius yang harus segera diatasi. Hingga kini, penyebaran narkoba sudah hampir tidak bisa di cegah. Mengingat bahwa perkembangan teknologi sudah semakin canggih. Saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat; baik anak kecil hingga dewasa; dari perkotaan hingga pelosok Banua.
Diciduknya para pemasok, pengedar dan pemakai menjadi bukti jaringan narkoba kian menggurita. Tiap hari tak pernah absen dari berita tentang ini. Hidup di alam Kapitalisme memang meniscayakan kerusakan masyarakat merajalela. Sementara, para produsen narkoba yang notabene pemilik modal besar, takkan mau usahanya berhenti karena keuntungan bisnis ini sangat menggiurkan. Dan pemerintah terkesan membiarkan semua ini terus terjadi.
Sekulerisme yang menjadi landasan kehidupan masyarakat dan aturan demokrasi yang melahirkan hedonisme, memburu kesenangan, termasuk dengan memakai narkoba. Ditambah hukum yang ada saat ini memang lemah dan bahkan tidak bisa menuntaskan masalah narkoba. Sehingga, pengedar dan pengguna narkoba terus bertambah dan tidak takut dengan hukum yang tidak membuat efek jera dan mencegah orang lain untuk melakukannya.
Abdullah bin Umar ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Dari Ummu Salamah r.a , ia berkata: “Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qalahjie, Mujam Lughah Al Fuqoha’, hlm. 342).
Dalam Islam sangat tegas hukum bagi orang-orang yang berbuat maksiat kepada Allah. Termasuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang memabukkan akan dikenakan sanksi yang tegas oleh negara. Selain itu, negara bertugas sebagai penjaga rakyatnya. Baik menjaga akidahnya maupun jiwa-jiwa rakyatnya. Hingga, peredaran barang-barang yang mengandung dharar dan keharaman, jelas takkan bisa beredar dalam sistem hidup Islam. Selain itu, meskipun seseorang dalam keadaan sendirian, maka iman kepada Allah yang akan menjaganya.
Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha dan qadar, rizki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.
Dalam sistem Islam, sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta'zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. Jika mereka sudah memproduksi dan mengedarkan zat haram ke tengah-tengah kaum muslimin, maka tindakan itu merupakan tindakan kriminal yang harus dihentikan.
Negara harus tegas memusnahkan semua bentuk kriminalitas atau segala sesuatu yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Maka, untuk menuntaskan permasalahan narkoba ini memang perlu upaya sistemik dan kerjasama dari berbagai elemen masyarakat. Pentingnya, menumbuhkan kepedulian bersama terhadap bahaya kasus narkoba dan menumbuhkan kesadaran kita bahwa pengaruh narkoba bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga berpengaruh besar kepada negara khususnya bagi generasi penerus bangsa ini.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel.