"Sexy Killers" Sisi Kelam Industri Batubara

Oleh : Ummu Zaura Askariyyah 

(Menulis Asyik Cilacap)


Film dokumenter "Sexy Killers" garapan Watch doc yang mulai dirilis 5 April 2019 lalu kini tengah viral dan menjadi perhatian publik. Film ini menceritakan, industri batubara dari hulu ke hilir, dari pengerukan tambang, distribusi sampai penggunaan batubara untuk PLTU yang menimbulkan banyak masalah lingkungan, sosial, ekonomi sampai kesehatan bagi masyarakat. 


Film Dokumenter ini merekam penderitaan warga yang hidup berdekatan dengan tambang maupun PLTU batubara. Film sexy Killers juga menyoroti soal kepemilikan perusahaan-perusahaan tambang yang saling berelasi antara pejabat, pengusaha termasuk kandidat yang maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2019.(Mongabay.co.id 16/4/2019)


Salah Siapa?


Tentu kita semua bertanya tanya, siapa yang harus disalahkan atas semua yang terjadi, masyarakat yang memiliki kebutuhan akan ketersediaan energi, perusahaan perusahaan pengelola tambang ataukah, negara selaku pembuat regulasi.

 

Jika kita telisik lebih jauh, permasalahan yang terjadi bukan hanya akibat dari kesalahan yang ada pada individu individu nya saja, melainkan juga akibat dari sistem yang diterapkan.


Ide kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis  yang dianut negeri ini telah melegalkan (melalui UU) penguasaan dan pengelolaan terhadap Sumber Daya Alam termasuk tambang batubara oleh swasta, yang sejatinya adalah milik rakyat.


Dengan menyerahkan tambang batu bara ke swasta yang notabene adalah para pengusaha hanya akan membuat pengelolaan tambang batubara hanya berorientasi kepada keuntungan semata.


Hal ini tampak dari ketidak seriusan mereka pada umumnya dalam melaksanakan kewajiban reklamasi pasca tambang yang sebenarnya telah diatur dalam undang undang dengan berbagai alasan, disisi lain pemerintah pun tidak berani menindak tegas para pengusaha yang telah melanggar.


Wajar saja karna ternyata diantara para pengusaha yang terlibat tidak lain adalah para elit politik yang ada dalam lingkaran kekuasaan hari ini, ataupun bagian dari kubu kontestan yang turut berkompetisi memperebutkan kekuasaan di negeri ini.


Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat politik berbiaya tinggi dalam sistem Demokrasi memang meniscayakan munculnya "negara korporasi" dimana sesungguhnya, korporasi lah yang memegang kendali kekuasaan. 


Pengendalian korporasi terhadap negara bisa terjadi karna para pemilik modal inilah yang telah membiayai kampanye para politisi, sehingga ketika para politisi ini berhasil memperoleh kekuasaan, maka akan ada yang dinamakan politik balas budi sebagai gantinya.


Walhasil terjadinya hubungan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha seolah menjadi hal yang lumrah dalam sistem demokrasi.


Bahkan tak jarang kita menyaksikan fenomena dimana penguasa menjadi pengusaha ataupun sebaliknya, pengusaha menjadi penguasa sebagai jalan praktis yang bisa ditempuh demi merealisasikan kepentingan untuk memperkuat bisnis mereka, jika sudah seperti ini maka tak heran jika kepentingan rakyat tidak lagi menjadi orientasi utama bagi para pengambil kebijakan di negeri ini.


Pandangan Islam Terhadap Pengelolaan Tambang


Dalam Islam Sumber Daya Alam termasuk didalam nya barang tambang adalah milik umum sehingga tidak boleh dikuasai dan dikelola oleh individu maupun swasta baik domestik maupun asing.


Berkaitan dengan ini Rasulullah SAW bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Daud)

Api yang dimaksud disini adalah batu yang mengeluarkan api (batu api) dimana tidak dilarang mengambil sesuatu darinya jika ia berada di tanah mati, atau bisa dikatakan makna api disini adalah energi.


Imam At Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasullullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.”Rasulullah SAW kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya”.(HR. At-Tirmidzi)


Tindakan Rasul SAW yang membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlah sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.


Oleh karena itu, barang-barang tambang seperti migas, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan lain sebagainya adalah kepemilikan umum. Dalam Islam, kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara dan keuntungan nya harus dikembalikan kepada rakyat selaku pemilik nya.


Dalam pengelolaan tambang pun harus tetap berlandaskan syara', karnanya negara wajib pula memperhatikan aspek lingkungan, kesehatan dan juga sosial masyarakat dengan adanya pengelolaan tambang.


Disamping itu Islam membangun paradigma kepemimpinan atas rakyat sebagai hubungan pelayanan dan tanggung jawab. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits " Seorang pemimpin (ra'in) yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya ( yang diriayah)" (HR. Muslim). 


Karna nya negara tidak boleh abai dan harus memperhatikan kepentingan rakyatnya. Sekiranya dalam pengelolaan mengharuskan pemakaian lahan warga yang menjadi pencaharian bagi mereka, maka negara wajib memindahkan warga tersebut ke tempat yang layak dan aman, serta menggantikan usaha mereka dengan yang setara atau bahkan lebih baik agar mereka tetap dapat melanjutkan kehidupan untuk kedepannya.


Lokasi bekas penambangan pun harus kembali dipulihkan seperti sediakala agar tidak membahayakan warga. Demikianlah, hanya dengan Islam pengelolaan tambang dapat diatur dengan baik dan membawa maslahat. Tentunya semua ini hanya bisa terealisasi dalam negara yang menerapkan sistem Islam. 


Wallahu a'lam bis shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak