Oleh : Maya Desmia Pamungkas. S.Pd
(Ketua Komunitas Remaja Sahabat Nisa )
Dunia pendidikan lagi-lagi tercoreng, pasalnya akhir-akhir ini dunia pendidikan di hebohkan dengan berbagai isu maraknya pergaulan bebas dikalangan pelajar baik SMP maupun SMA. Fenomena seks bebas ibarat 'gunung es' yang hanya terlihat sedikit. Namun, pada faktanya, mayoritas generasi di Indonesia bahkan sampai kepelosok daerah sudah diseliputi atmosfir seks bebas pada stadium parah.
Fakta mencatat, Belasan anak di bawah umur asal Kampung Cipeuteuy, Kelurahan Margawati, Kecamatan Garut Kota, mengalami ketagihan seks tak lazim. Mereka melakukan adegan syur layaknya penyuka sesama jenis setelah menonton video porno.(viva.co.id.14/4/2019). Tidak berhenti sampai disitu 10 pelajar SMP menyelenggarakan pesta miras dan 1 dianataranya dalam kondisi hamil. (koran.memo.6/10/2018)
Sedemikian parahnya deretan kondisi moral sebagian generasi penerus bangsa dan agama ini.
Tingkat sadisme di kalangan remaja Indonesia pun kian memprihatinkan. Hal ini ditandai makin tingginya angka pembuangan bayi di jalanan di sepanjang Januari 2018. Ada 54 bayi dibuang di jalanan di Januari 2018. Pelaku umumnya wanita muda berusia antara 15 hingga 21 tahun. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai, sepanjang Januari 2018 bayi yang dibuang di Indonesia ada 54 bayi. Angka ini mengalami kenaikan dua kali lipat (100 persen lebih) jika dibandingkan dalam periode yang sama pada Januari 2017, yang hanya ada 26 kasus pembuangan bayi. (www.hidayatullah.com)
Tingginya kasus pembuangan bayi ini akibat pergaulan bebas di kalangan remaja yang semakin merebak. Di tahun 2017 saja aplikasi go.dok yaitu sebuah aplikasi penyedia layanan kesehatan-, 68% pertanyaan yang diajukan oleh user berkutat pada pembahasan mengenai seks. Mirisnya lagi, mayoritas user yang bertanya mengenai hal serupa merupakan kelompok remaja dengan usia berkisar antara 16-25 tahun. Implikasi dari fakta di atas tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebab, selain dapat meningkatkan rasio aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan, aktifnya kegiatan seksual pada remaja (yang seringkali tidak diiringi oleh tanggung jawab yang memadai) dapat memperbesar kemungkinan penularan penyakit seksual berbahaya, seperti Herpes dan HIV/AIDS. Jika dibiarkan terus berlanjut, maka jangan heran jika 10-20 tahun mendatang, Indonesia akan mengalami fenomena lost generation. (www.kumparan.com, 29/08/2017).
Sederatan Kasus-kasus diatas tentu membuat masyarakat mengelus dada, menambah PR besar bagi orang tua. Ancaman rusaknya generasi tak disangka datang dari benda digital yang selalu ada dalam genggaman kita. Maraknya pergaulan bebas akibat sistem sekuler melahirkan generasi yang rusak bagi masa sekarang dan masa akan datang.
Semua permasalahan itu biangnya ialah sekularimse yang memisahkan antara Agama dan Kehidupan, pasalnya tidak ada aturan Agama dalam mengatur urusan kehidupan termasuk urusan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, Tidak ada yang bisa menghukum orang yang tidak menutup aurat, berjudi, minum khamar bahkan zina sekalipun dengan dalih suka sama suka.
Selain masuknya paham liberalisme, faktor lain yang menyebabkan generasi remaja hancur adalah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini memihak kepada kepentingan pemodal. Para pemodal baik pemilik stasiun televisi, pendiri jejaring media sosial, atau pengembang aplikasi-aplikasi dunia digital menawarkan sesuatu yang bisa dikonsumsi masyarakat tanpa memperhitungkan bahayanya bagi seluruh lapisan generasi.
Sebagai contoh di televisi, tayangan yang paling di minati remaja adalah tayangan mengenai pacaran, pergaulan bebas dsb. Para pemodal melihat hal ini sebagai ladang yang bisa mendatangkan keuntungan untuk mereka, tanpa memperhatikan bagaimana dampaknya untuk generasi, dan negara membiarkan hal ini selama masih dalam batas KPI.
Banyak pihak pada saat ini yang mencoba menyelesaikan masalah kerusakan moral generasi, namun nyatanya solusi-solusi yang mereka tawarkan tidak mampu menyelesaikan dengan tuntas tentang masalah ini. Hal ini disebabkan karena solusi yang ditawarkan adalah solusi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga tidak heran masalah ini tidak kunjung bisa diatasi.
Dalam Islam hubungan antara laki-laki pun diatur, masalah pakaian pun dibahas. Islam juga memberikan aturan-aturan yang jelas terhadap pergaulan laki-laki dan perempuan, seperti larangan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis), larangan ikhtilat (campur baur dengan lawan jenis), wajibnya menundukkan pandangan, wajibnya muslimah yang telah baligh untuk menutup aurat, larangan untuk mendekati zina, diberlakukannya sanksi bagi yang melakukan zina dengan dera (bagi yang belum menikah) atau rajam (bagi yang sudah menikah), serta aturan-aturan lain terkait pergaulan. Dengan penerapan hukum Islam secara menyeluruh maka akan terlahir para generasi yang berkualitas.
Mengenai teknologi maka sistem Islam membolehkan bagi warganya untuk belajar, mengembangkan serta memakainya. Hanya saja hal ini diatur oleh negara sehingga kondisi lapisan masyarakat yang mengakses teknologi tetap terjaga.
Dalam sistem pemerintahan Islam, akan ada departemen khusus yang menangani media massa, yaitu Departemen Penerangan (jihaz al-i’lam). Tugasnya antara lain mengawasi segala bentuk media massa dalam negara Khilafah. Lembaga negara inilah nanti yang akan menjalankan fungsi pengawasan tersebut yang menjamin generasi Islami tetap aman dari segala pengaruh media massa yang negatif dan destruktif, seperti situs-situs porno, dan sebagainya. (Muqaddimah Ad Dustur, Juz II hlm. 291)
Marilah kita menjadi orang yang peduli terhadap masa depan generasi, tidak ada solusi lain untuk menyelesaikan permasalahan ini kecuali dengan menerapkan Islam dalam institusi negara, dan intitusi tersebut adalah Khilafah Islamiyah. Dengan tegaknya Khilafah Islamiyah maka hukum-hukum Islam akan bisa sempurna diterapkan sehingga rahmatan lil ‘alaamin akan terwujud. Generasi muda juga akan menjadi generasi yang mulia dan ketahanan keluarga pun akan terjaga. []