Oleh : Ningrum, S.Si., Apt
Menjadi sebuah keprihatinan besar tentu, bila trend sebuah peristiwa yang dianggap tabu namun justru angkanya semakin hari semakin meningkat.
Di sisi lain muncul banyak pertanyaan mengapa sudah beragam cara upaya bahkan langkah antisipasi maupun pembinaan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat namun hasilnya justru terus berkolerasi meningkat, terbalik dengan harapan yang diinginkan.
Bukan tanpa sebab tentu dan bukan sesuatu yang ghaib yang tak bisa dipelajari polanya, artinya meski perceraian itu sesuatu yang sebagian orang menganggap sebagai sebuah keputusan yang bisa menjadi solusi atas problem rumah tangga yang mereka hadapi, namun di sisi lain ada pola yang sama atau hampir sama yang bisa dikaji, karena pola yang ada bekerja secara berulang, dalam hal ini menimpa para pasangan suami-istri termasuk pasangan yang ada di masyarakat Cilacap.
Seperti yang telah diberitakan;
CILACAP, SATELITPOST – Dalam satu hari 30-40 pasangan suami istri di Cilacap mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Kelas 1A Cilacap. Sejak awal tahun 2019 setidaknya sudah ada sebanyak 2.082 pendaftar perceraian.
Panitera Muda Gugatan Kantor Pengadilan Agama Cilacap Miftahul Hilal mengatakan, rata-rata kasus perceraian didominasi oleh cerai gugat. Dimana sekitar 75 persen dari kasus yang ada merupakan cerai yang diajukan oleh istri.
“Dari tahun ketahun memang cerai gugat yang paling banyak,” ujarnya, Selasa (23/4).
Faktor ekonomi masih menjadi pengaruh utama dalam kasus perceraian di Cilacap. Seperti yang diketahui Cilacap sendiri merupakan salah satu kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dari situ beberapa kasus perceraian terjadi.
“Kebanyakan faktor ekonomi, salah satunya seperti perempuan berangkat ke luar negeri, suami di rumah nganggur. Kemudian setelah dikirim uang tidak digunakan dengan semestinya, akhirnya terjadi perselisihan,” ujarnya.
Meski demikian hingga saat ini berdasarkan jumlah kasus yang sudah masuk ke kantor Pengadilan agama, baru ada sekitar 50-60 persen kasus perceraian yang sudah putus.
Seorang pengaju cerai gugat yang enggan menyebutkan namanya mengaku mantap mengajukan cerai, padahal usia pernikahan mereka telah 10 tahun. Selain masalah ekonomi, persoalan keturunan juga menjadi satu penyebabnya.
(ahmad@satelitpost.com)
Problem ekonomi menjadi satu faktor paling trend di kalangan kasus perceraian yang terjadi.
Rumah tangga yang terdesak dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, tak sedikit yang mengambil keputusan untuk para istri supaya bekerja menjadi TKW di luar negeri selama beberapa tahun lamanya.
Tak pelak ketika seorang istri sekaligus seorang ibu yang sangat dibutuhkan perannya sebagai ummun wa rabbatul bait atau sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga, pemimpin dalam urusan rumah tangga, sekaligus pendamping kepala keluarga yaitu suaminya. Kemudian tak bisa dijalankan perannya, praktis secara pasti akan banyak kebutuhan-kebutuhan yang terbengkalai dan terlantar.
Sebab peran pokok strategis seorang ibu dan seorang istri sulit bahkan tak bisa digantikan oleh yang lainnya.
Ketika suatu permasalahan terjadi dengan pola yang sama dan terus berulang, dengan trend angka yang terus meningkat dan sulit terbendung, maka bisa dinyatakan persoalan tersebut telah menggejala menjadi sebuah wabah yang perlu segera dicari akar permasalahanya sehingga bisa diberikan solusi yang tepat.
Problem ekonomi tentu tidaklah berdiri sendirian, banyak faktor problem lain yang turut mengikutinya,
seperti pendidikan, pergaulan, agama, dan lain-lain yang tak lepas dari pengaturan urusan masyarakat.
Ketaqwaan individu dan perbaikan yang dimulai dari keluarga-keluarga yang ada, tentu sesuatu hal yang mutlak diperlukan, namun di sisi lain problem yang menggejala sejatinya memerlukan solusi sistemik pula.
Pengaturan urusan masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, pergaulan, bahkan agama dan politik ( dalam artian; pengaturan urusan masyarakat) tak bisa dipisahkan satu sama lain, semua saling berkaitan dan perlu diberikan solusi secara mendasar dan tersistem berkesinambungan.
Bila kita tilik dalam kacamata syariat islam, sejatinya telah secara gamblang memberikan solusi atas semua problem tersebut, sehingga cukup dengan meyakini kemudian mengadopsi sistem yang telah secara sempurna terbukti pernah menghantarkan kehidupan umat manusia menuju puncak kegemilanganya selama berabad-abad.
Maka sebagaimana yang telah disampaikan firman Allah SWT. :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّة يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِن اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
Sehingga menurut kacamata penulis dalam hal ini mengapa perceraian terus meningkat, tak bisa dilepaskan dari problem sistemik sehingga solusinya pun diperlukan secara sistemik; memerlukan peran tidak hanya ketaqwaan individu, namun perbaikan masyarakat maupun negara dalam hal ini sebagai pengatur urusan masyarakat mutlak diperlukan.
Wallohu'alam bi ash showab. []