Oleh. Sari Isnawati*
95 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Rajab 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924, tonggak tatanan Islam yakni Khilafah Islamiyah diruntuhkan oleh seorang antek Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal. Sejak saat itu sampai hari ini, umat Islam terpecah, bercerai berai. Dunia Islam menjadi laksana anak-anak ayam kehilangan induknya. Umat tidak punya pelindung yang bisa melindungi nyawa, harta benda, dan kehormatannya.
Dunia Islam menjadi laksana gelandangan yang kehilangan rumahnya. Dan kini Umat Islam membangun rumah-rumah yang bersekat-sekat dengan mengekor pada konsep barat, dalam hal berkehidupan dan bernegara menggunakan konsep national state. Seluruh sisi kehidupan yang sebelumnya diatur dengan syari’at Islam kini harus tunduk diatur oleh hukum kufur buatan penjajah.
Dengan ketiadaan Khilafah umat Islam dipaksa menerapkan konsep hidup yang jauh berbeda. Umat Islam mengalami pergeseran pola pikir dari yang sebelumnya meyakini kesatuan akidah sebagai pemersatu umat namun sekarang yang tertanam adalah solidaritas nasional yang paling utama. Karena kehilangan rumah induknya, umat Islam pun membuat rumah-rumah sementara. Maka bermunculanlah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim tapi hidup dalam naungan aturan kufur.
Meski mayoritas penduduknya muslim, tetap saja hanyalah bagian-bagian kecil yang terpisahkan oleh sekat nasionalisme. Negeri-negeri muslim begitu mudah untuk dijajah, dikuasai kekayannya, diadu domba, bahkan dihancurkan tidak hanya dari segi fisik tapi juga secara moral dan pemikirannya. Pada kenyataannya sampai saat ini di beberapa negara muslim masih saja terjadi konflik, perebutan wilayah kekuasaan, merenggut nyawa dan kehormatan kaum muslim, serta pembataian besar-besaran. Dari segi pemikiran, faham sekulerisme; memisahkan agama dari kehidupan, yang senantiasa ditancapkan kepada para pemuda pada akhirnya menghasilkan generasi yang tidak memiliki akhlak seorang muslim.
Di saat satu negara terjajah, tidak banyak yang bisa dilakukan negara lain dengan alasan tidak berhak mencampuri urusan negara lain. Lagi-lagi kesatuan akidah dikesampingkan. Saking lamanya hidup di rumah-rumah sementara, umat Islam di masing-masing negaranya sudah merasa nyaman, dan betah. Umat Islam mulai lupa jika ini adalah rumah sementara bahkan merasa ini adalah rumah persinggahan terakhir dan sudah final. Tidak ada lagi keinginan untuk membangun rumah yang semestinya, rumah syar’i milik mereka yang di dalamnya akan ditegakkan tatanan Islam yang semestinya dengan akidah sebagai pengikat utamanya.
Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa hanya dengan syari’at Islam-lah semua permasalahan umat akan terselesaikan. Syari’at yang hanya bersumber pada Sang Khalik, Sang Maha Pengatur segalanya. Sedangkan syari’at Islam akan bisa diterapkan secara kaffah hanya dengan tegaknya khilafah. Dengan Khilafah akidah umat akan terjaga, kesucian Al-Quran terlindungi dari berbagai penistaan, serta penodaan terhadap kemuliaan Rasulullah Muhammad Saw dapat dicegah. Dengan Khilafah kehormatan, harta dan darah kaum Muslim terpelihara dan umat Islam pun dapat bersatu dengan ikatan yang hakiki akidah Islam.
* Penulis dari Tulungagung