Oleh : MESLIANI UMMU RAFIF
(Aktifis Muslimah Peduli Umat Wilayah Batang Kuis)
Hingga saat ini , praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum masih menjadi musuh utama dlam sistem demorasi. Berdasarkan laporan Bawaslu pada tahun 2018 , hasil pengawasan pada pemilihan kepala daerah 2018 memperlihatkan adanya indikasi politik uang sebanyak 532 kasus di tahapan kampanye.
Ditambah lagi seiring dengan perkembangan zaman , semoakin canggih pula moodus poli.tik uangnya . Terbaru ada yang menggunkan go pay . Tentu ini menjadi tantangan besar disaat indonesia sedang membàngun demokrasi tanpa politik uang. Dosen Departemen politik dan pemerintahan fisipol UGM Yogyakarta Mada Sukmajati mengatakan , politik uang tudaklagi hanya menggunakan cara cara konvensional . Satu suara dihargai satu amplop yang berisi uang sekitar 20 ribu sampai 100 ribu. Politik uang tidak hanya itu saja namum dengan pemberian sembako , doorprize melainkan dalam bentuk lain juga ditempuh . Memang politik uang konvensional disaat pemilu masih mendominasi. Namun hal pentingnya modus politik uang semakin variatif ( Tagar News , selasa 16 apriml 2019 ) .
Memang tidak semua " calon penerima politik uang " memiliki aplikasi berbasis teknologi. Tapi setidaknya ini merupakan gaya baru politik uang yang sukar untuk menangkapnya. Dari pemilu ke pemilu regulasinya tidak banyak yang berubah , sementata teknologi berkembang dengan pesat . Para pelaku politik uang memanfatkanya . So, Regulasi harus menyesuikan perkembangan teknologi yang ada.
Saat ini tidak hanya politik uang yang semakin variatif. Momen momen krusial saat menjelang pencoblosan juga dimanfatkan para pelaku. Tidak hanya serangan fajar lho namun waspadai juga serangan dhuha , serangan zuhur dan serangan yang lainya
Pemilu 2019 ini untuk pertama kalinya Pilptes dan Pileg digelar bersama : Pemilih mendapatkan 5 surat suara ( Presiden dan wakilnya , DPR RI , DPD RI , DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau kota ). Ditinjau kembali dari sini banyak memiliki peluang untuk melakukan politik uang fan kecurangan.
Tercatat ada 22 kasus , politik uang selama 3 hari masa tenang kata Brigjen Dedi di mabes polri , Jakarta , dikutip Antara Rabu 17 april 2019 . Terdapat diwilayah Ciamis , Jawa Barat pelku inisial JMS ditangkap didusun Ancu Desa sindang kasih pada minggu ( 14/4 ) . Barang nukti 150 amplop berisi uang tunai berisi uang tunai 25 rb dan kartu nama caleg. Di wilayah Padang lawas utara , SUMUT diwilayah asahan , Sumbar Banduņg dan lain sebagainya. Inilah fakta yang kerap terjadi dalam sistem demokrasi setiap pemilu dalam perebutan kursi jabatan selalu di warnai dengan politik uang dan kecurangan.
Perlu kita kaji ulang kembali untuk difikirkan dan direnungkan. Kenapa masalah ini kerap terjadi seolah politik uang sdh menjadi budaya yang sdh mendarah daging di negri ini. Bahkan dari hukum tidak bertinfak tegas. Apa yang sebenarnya yang salah para pelaku kah atau siistem demokrasi yang memberi peluang untuk melakukanya ?
Kita tau dan harus disadari bahwa di sistem Demokrasi meniscayakan permainan politik uang untuk meraih suara terbanyaķ dan kekuasaan. Berbagai cara dilakukan untuk meraih kepentinganya tidak perduli seberapa besar dosa yang dibuat . Hal hal tersebut merupakan cara yang licik picik dan kotor yang hanya ada pada sistem demokrasi yang telah rusak dan merusak aqidah dan kepercayaan masyarakàt.
Agar tidak ada lagi ada pelaku politik uang dan kecurangan maka segeralah untuk mengganti sistem yang lebih baik dan mulia yaitu sistem islàm dalam naungan khilafah. Karena didalam islam sistem politik islamnya dibangun berdasarkan sikap Taqwa yang takut hanya kepada Allah SWT dan selalu diawasiNya sehingga tidak berani untuk melakukan politik uang dan kecurangan. Kemudian kekuasaan digunakan untuk mengurusi urusan umat yang berlandaskan pada syariat Allah dan ini merupakan amanah yang besar yang harus dijalankan.
Wallahu 'allam bi shawab.