Politik Demokrasi Sarat Manipulasi

Oleh: Rizka Agnia Ibrahim

“Bapak ibu mau memilih yang didukung organisasi-organisasi yang itu? Mau? Mau? Mau? Saya enggak nyebut, tetapi sudah tahu sendiri, kan?” kata Jokowi dalam acara yang dihadiri para pengusaha di Istora Senayan, Kamis (21/3)

Jokowi hadir di lokasi acara sekitar pukul 19.00 WIB setelah sebelumnya menjajal operasi Moda Raya Terpadu (MRT), sejumlah pengusaha yang terlihat hadir di antaranya Ali Markus, Sofyan Wanandi, Arifin Panigoro, Boy Thohir, Hariyadi Sukamdani, dan Rosan Roeslani.

Joko Widodo (Jokowi) melakukan adu domba dengan menyebut organisasi berbahaya mendukung Prabowo Subianto. Pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada Suara Nasional, Sabtu (23/3/2019) “Jokowi terlihat panik dengan menyebut ada organisasi tertentu mendukung Prabowo,” ungkapnya. 

Kita bisa melihat dengan sangat gamblang bahwa politik demokrasi selalu mencari kambing hitam dan itu adalah fakta yang sangat menggurita saat ini. Politik adu domba atau yang dikenal dengan istilah devide et impera yang mengandung arti, kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil. Sangat bisa dipastikan umat terpolarisasi dengan sangat keras. 

Bukti nyata, kekotoran politik sangat terasa. Menghalalkan segala macam cara. Baik di dunia nyata, bahkan menggila di dunia maya. Polemik dan konflik semakin pelik maka bisa dipastikan umat akan semakin mudah untuk ditunggangi dan akhirnya dihardik, penjajahan akan semakin kentara menghujamkan pedang kecurangannya dengan memanfaatkan permasalahan internal bangsa, terutama membuat kacau umat Islam.

Jangan melupakan sejarah, bagaimana kedamaian bisa berakhir menjadi tumpahan darah karena adu domba penguasa demi kekuasaan, tak peduli  cara curang, meski dijadikan boneka demi sebuah citra. Mendekati pemilu, janji-janji manis menggebu, menyebar hoaks agar pencapaian syahwat politiknya klimaks.

Enggan untuk mengambil cuti dari posisi sebagai presiden dengan alasan tidak melanggar aturan UU, tapi pelanggaran etika yang luar biasa, namun tak lagi digubris. Penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, di antaranya pembuatan kaos paslon 01, bagi-bagi hadiah secara besar-besaran, dll. Gaya kepemimpinan yang melanggar garis ketetapan Allah hanyalah akan melahirkan anarkisme bahkan ada sebuah istilah yang mengatakan, “Manusia Akan Menjadi Pemangsa Manusia yang Lainnya.”

Berbeda dengan kepemimpinan Islam dalam membangun kekuasaan politik, di mana kesadaran umat berdiri atas kesahihan ideologi Islam. Bersatu padu dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Bahkan identitas ini terlihat jelas secara lahir maupun batin. Menjadi sorotan publik internasional belakangan ini. Tentang kepemimpinan dunia Islam atau kekhilafahan umat Islam. Bahkan banyak catatan sejarah mengungkap kepemimpinan umat Islam dari semenjak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. 

Umat Islam mampu berkembang dengan sangat pesat, bahkan sanggup menyaingi dua imperium kuat, Romawi dan Persia. Bukti demi bukti yang sangat besar bisa membuka mata kita, bahwa dalam Islam meraih kekuasaan bukan tentang kemenangan yang lahir dari kecurangan serta lewat sistem yang batil penuh kebobrokan, akan tetapi melalui sistem yang diwajibkan oleh Pemilik Sistem itu sendiri, Allah Jalla Jalaluhu. Sehingga melahirkan potensi yang benar. Tumbuhnya ketaatan demi ketaatan karena definisi kekuasaan dan politiknya tidak melanggar hak Pencipta Makhluk. Sehingga menciptakan kesejahteraan dam keberkahan yang berkesinambungan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpin itu perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah Azza wa Jalla ia akan memperoleh pahala. Namun, bila ia memerintah selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.”

Wallahu ‘alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak