Pentingnya Peran Perempuan Dalam Pembangunan

Oleh : Kiki Amelia



Perempuan dalam pembangunan mempunyai peranan yang tidak kalah penting bahkan perempuan juga disebut sebagai tonggak peradaban, yang di tangannya akan menentukan keberlangsungan generasi setelahnya. Begitulah slogan yang sering kita baca untuk menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan dalam meningkatkan kualitas peradaban. Baik generasi maupun pembangunan dan ekonomi suatu negara. 



Peranan perempuan dalam pembangunan, terkhusus perekonomian saat ini mulai menurun. Menurut Gubernur Kalimantan Selatan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Sekda Provinsi Kalsel pada Rapat Koordinasi (Rakor) Peningkatan Peran dan Kapasitas Kelompok Perempuan dalam Pembangunan di Ballroom Golden Tulip Galaxy Hotel Banjarmasin, Jum’at (22/3/2019). Beliau meyampaikan bahwa berdasarkan data pembangunan manusia berbasis gender tahun 2018 yang menunjukkan angka 88,60 dan angka ini memang turun dari 0,30% dari tahun 2016 yang tercatat berada di level 88,86. (kalselprov.go.id, 25/03/2019)



Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender. Bahkan sampai pada upaya perubahan UU perkawinan. Mereka menganggap bahwa salah satu penghambat kesetaraan gender adalah pernikahan dini. Sebagaimana disampaikan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Sekda Provinsi Kalsel, Indonesia tercatat sebagai Negara dengan angka pernikahan tertinggi ke-7 di dunia dan tertinggi ke-2 di ASEAN serta Kalsel menjadi Provinsi dengan angka pernikahan dini tertinggi mencapai 39,53%. (kalselprov.go.id, 25/03/2019)



Padahal pada kenyataannya, pernikahan dini  bukanlah hal yang menghambat dalam pembangunan dan perekonomian suatu negara. Pernikahan dini bukan penghalang bagi perempuan jika memang ingin ikut andil dalam peningkatan pembangunan dan perekonomian. Namun bukan dengan menuntut kesetaraan gender. Yang tidak lain adalah tuntutan untuk disamakan dengan laki-laki di semua bidang. Melainkan dengan memaksimalkan tugas perempuan sesuai ketetapan Allah Swt. Yakni sebagai isteri dan pendidik generasi. 



Adapun kesetaraan gender sebenarnya justru bisa menyengsarakan perempuan. Mereka dituntut mengerjakan hal yang tidak sesuai dengan fitrah dan peran mereka. Mereka menjadi harus menanggung yang bukan kewajibannya seperti mencari nafkah. Ini tidak mudah karena perempuan telah memiliki tugas lain yang tak bisa digantikan oleh laki-laki, seperti hamil dan menyusui. 



Dalam Islam perempuan tidak diberikan kewajiban untuk bekerja mencari nafkah. Karena pada keyataannya, perempuan dan laki-laki diciptakan berbeda. Baik pada fisik maupun kemampuan dalam diri mereka. Perempuan dan laki-laki tidak diciptakan untuk bersaing justru mereka akan menjadi partner yang luar biasa. Mereka bisa saling melengkapi dan bekerja sama. Sebagaimana tercantum dalam Alquran. 



“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Taubah [9]: 71)



Sebagai perempuan selain perannya sebagai seorang isteri dan ibu, perempuan juga dapat memberikan perannya dalam masyarakat dan negara. Jika dia ahli dalam suatu bidang maka ia bisa memberikan kontribusi melalui keahliannya. Tentu saja dengan syarat tidak keluar dari batas-batas yang sudah ditentukan oleh syara’. 



Satu hal yang penting untuk dipahami, meskipun perempuan dan laki-laki memiliki peran dan fitrah yang berbeda, mereka tetap berkesempatan sama untuk meraih nilai yang tinggi di sisi Allah. Yakni sesuai kadar ketakwaan masing-masing. Bukan dengan gendernya. Sebagaimana yang telah Allah janjikan dalam Alquran. 



“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)



Begitulah aturan Islam, tidak ada aturan yang menyakiti ataupun mendiskriminasi perempuan. Masih banyak hal yang bisa dilakukan perempuan untuk menunjukkan eksistensinya dalam peran untuk negara dan masyarakat. Seperti pada zaman Rasulullah, para shahabiyah biasa menjadi perawat ketika terjadi peperangan atau sekedar menjadi penyemangat kaum muslimin. Tidak sedikit pula dari mereka yang ikut berjuang dimedan perang. Seperti shahabiyah Ummu Imarah yang berjuang melindungi Rasulullah dalam peperangan.



Sekali lagi, kemuliaan perempuan dalam Islam adalah saat  mereka menjalankan semua aturan dan menjauhi larangan yang diberikan oleh Allah. Tidak dengan mengikuti aturan dan standar yang dibuat oleh manusia. Yakni sebagai isteri dan ibu yang harus mendidik dan mendampingi anak-anaknya. Bukan dengan mengerjakan semua yang dikerjakan laki-laki seperti yang diinginkan oleh ide kesetaraan gender.



Wallahu a’lam bisshowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak