Oleh: Susi Suvianti
Guru SMPN di Kota Bandung
Krisis Moral telah melanda para remaja kita sat ini, Su’ul adab, kurangnya tata krama, sopan santun, bertutur kata kasar, kepada orang tua, kepada guru, kepada orang yang seharusnya patut dihormati. Kitapun pernah dikejutkan dengan video siswa yang viral ketika sedang melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji, dari mulai meroko di lingkungan sekolah, tawuran, membully guru, sampai kepada tindakan kekerasan.
Berpacaran sudah seperti menjadi hal yang biasa di kalangan para remaja, tidak jarang kita melihat sepasang remaja yang dengan bebasnya berboncengan, pulang dan pergi sekolah berpasangan bergandengan sambil berpegangan tangan, sehingga wajar saja perilaku seks merekapun semakin meningkat. Menurut peneliti pusat studi kependudukan dan kebijakan (PSKK) UGM, Sri Purwaningsih, tingkat remaja hamil dan melakukan aborsi mencapai 68%
Bagaimana semua ini bisa terjadi? Lalu tugas dan tanggung jawab siapa dalam membina moral remaja kita? Para guru kah?
Pola kerja dan tuntutan profesi demi mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) membuat guru semakin sibuk, konsentrasi gurupun akhirnya terpecah, tidak fokus dalam mengajar dan mendidik siswa, banyak guru yang sering meninggalkan kelas karena tuntutan guru yang harus meningkatkan kompetensi diri, dengan mengikuti workshop, pelatihan, seminar dan lain sebagainya, yang pada akhirnya tugas poko mereka untuk bertatap muka dengan anak dalam rangka mendidik, membimbing, membentuk kepribadian, menjadi terabaikan. Sebagai contoh ada diantara guru yang sulit meluangkan waktu untuk menggiring peserta didik untuk sholat, mungkin karena kelelahan atau khawatir kehabisa waktu karena akan mengajar lagi di jam berikutnya, atau mungkin juga mereka menganggap bahwa untuk sholat peserta didik tidak harus diingatkan kembali, karena sudah menjadi kewajiban masing-masing.
Sebetulnya tidak hanya guru yang berperan dalam rangka pendidikan moral dan pembentukan kepribadian remaja, banyak pihak harus introspeksi diri dan segera bebenah.
orang tua adalah pihak pertama yang sangat berpengaruh dalam mendidik anak sejak usia dini, menanamkan ketauhidan, keimanan, menanamkan adab Islami, sehingga terbentuk remaja yang bersyaksiah Islamiyah (berkepribadian Islam). Faktanya yang terjadi saat ini banyak orang tua lebih mementingkan prestasi belajar, atau sibuk sehingga pendidikan yang terpenting di dalam keluarga soal halal- haram menjadi terabaikan pula yang berakibat fatal dengan cacatnya moral para remaja!
Disamping orang tua, Negara menjadi pihak yang sangat berperan, diantaranya merubah aturan-aturan yang diterapkan kepada guru dengan memberi kesejahteraan kepada guru tanpa harus menuntut beban kerja administrasi yang mengakibatkan guru mengabaikan tugas pokoknya yaitu mendidik dan membimbing siswa.
Negarapun wajib menyelenggarakan pendidikan berbasis agama (Islam), tapi yang terjadi saat ini dunia pendidikan dipisahkan bahkan dijauhkan dengan Islam. Anehnya lagi negara malah mencurigai remaja dan pelajar yang mendalami Islam, bahkan sampai sempat muncul tudingan bahwa Rohis sekolah menjadi bibit-bibit kemunculan terorisme. Astagfirullah !
Tidak adanya sanksi hukum yang tegas bagi remaja yang melanggar adab kesopanan, melakukan tindak kekerasan, remaja yang melakukan hubungan seks bebas bahkan sampai melakukan aborsi. Remaja yang membunuh sekalipun lolos dari jerat hukum, karena dianggap masih di bawah umur.
Bila keadaan ini tidak berubah, bagaimana kita dapat mendidik Remaja kita menjadi generasi terbaik bangsa?
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, yang artinya:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar-Ra’d :11).
Wallahu a’lam bi ashhawab.