Pemilu Dalam Islam, Membuat Rakyat Tentram


Oleh: Sumiati  (Praktisi Pendidikan dan Member AMK )


Sejak beberapa minggu lalu, sebelum pemilu terlaksana, serba serbi pemilu menghiasi pesta Demokrasi. Dari mulai kotak suara yang dulunya alumunium kemudian digantikan dengan kardus, semua itu menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk merespon keputusan pemerintah ini yang dianggap tidak layak. 


Mengapa demikian? Dikarenakan jika musim hujan tiba, akan sangat berbahaya terancam kerusakan kotak suara. Hingga komplen dari berbagai kalangan terus bergulir. Bahkan penilaian negatif terhadap pemerintahpun terus menerus dilontarkan. Di berbagai media sosial dibahas, perihal tidak profesionalnya pemerintah dalam hal ini. 


Dan faktanya kapanpun, baik hujan atau tidak, kotak suara dari kardus memang rentan kerusakannya. Dan berikutnya kerusakan itu bukanlah sebuah kekhawatiran semu, namun kenyataan yang menyakitkan masyarakat, karena kotak suara yang dikirimkan ke pelosok ternyata banyak yang rusak bahkan hancur tidak mungkin dipakai. 

Beginilah Demokrasi dari-oleh-untuk rakyat tidak pernah terbukti. Padahal yang dipakai uang rakyat, tenaga rakyat, tapi sayang, pemilu hanya sebagi sarana bagi korporasi dan rezim untuk menguasai rakyat.

Pemilihan pemimpin dalam Demokrasi berbiaya mahal rentan kecurangan dan menghalalkan segala cara. Pemimpin dalam Demokrasi menerapkan aturan buatan manusia, jelas bertentangan dengan syariat Islam. 


Bagaimanapun kritikan dari masyarakat bukanlah tanpa sebab, namun ini adalah bukti masyarakat telah cerdas tidak mudah lagi dibohongi atau ditipu. Nuraninya mulai bangkit tersadarkan dari mimpi panjangnya atau tersadarkan dari amnesia selama 95 tahun ketika saat ini Negara Adidayanya bukan lagi kekhilafahan. 



Kekhilafahan adalah sistem pemerintahan yang unik, karena meniru persis dengan yang Rasulullah saw contohkan dalam proses penegakan hukum Allaah SWT. 


Negara Khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan,  sebagaimana yang dilakukan oleh Montesque dalam demokrasi.

Khalifah memerintah karena mandat dari rakyat yang diperoleh melalui baiat in'iqad. Khalifah bukan aqad ijarah, melainkan akad memerintahkan rakyat.


Pemilu dalam Islam akan diawali dengan pemilu Majelis Wilayah yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kemudian memilih Majelis Umat. Namun rakyat bukan majikan Khalifah, sebaliknya Khalifah adalah buruh rakyat. Meski Majelis Umat bukan sebagai legislatif, tapi mereka wakil rakyat.

Majelis Wilayah dibentuk dengan tujuan:

1.Memberikan informasi yang dibutuhkan wali.

2. Menyampaikan sikap, baik yang mencerminkan keridhaan atau komplain kepada kekuasaan wali.



Pemilihan Khalifah 


Khalifah yang sudah diseleksi oleh Mahkamah Madzalim dan dinyatakan layak karena telah memenuhi syarat:

Laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.


Kemudian Majelis Umat akan bermusyawarah untuk yang memenuhi kualifikasi. Keputusan Majelis Umat menentukan 6 calon. Kemudian diseleksi hingga tinggal 2, seperti yang dilakukan Umar ra menetapkan tinggal Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin afan. 


Gambaran dan mekanisme di atas berlaku jika Khalifah sudah ada dan Khalifah meninggal. 

Dalam kondisi sekarang Khalifah belum ada, maka solusi mengangkat Khalifah bukan dengan pemilu. Karena pemilu bukan metode baku dalam mendirikan Khilafah. Hanyalah sekedar uslub, Islam telah menetapkan metode dengan thalabun nushrah, dan mengangkatnya dengan bai'at.

Wallaahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak