sumber: pic google |
Jangan terlalu bergantung pada orang lain karena bayanganmu sendiri saja dapat meninggalkanmu saat kamu ada di kegelapan. ~ Ibnu Taimiyah
Riuh gelak tawa sempat mewarnai debat capres keempat yang digelar beberapa hari yang lalu. Saat itu capres 02, Prabowo menjelaskan soal kesalahan dalam paparan capres petahana mengenai teknologi pertahanan. "Saya bukan menyalahkan, saya berpendapat. Kekuatan pertahanan kita masih rapuh. Salah siapa? Salah nggak tahu saya (lalu terdengar suara tertawa), elite...," ucap Prabowo saat debat, Sabtu (30/3).
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, sontak mengaku miris.
"Memang miris ya. Pak Prabowo berbicara rapuhnya pertahanan kita, tapi orang-orang yang selalu mengaku 'saya Pancasila' tertawa mendengarnya," sebut Andre. (detiknews.com, 31/3/2019).
Dari kejadian di atas seharusnya bukan hanya Andre yang miris. Setiap warga negara layak merasa prihatin bila apa yang disinyalir – lemahnya pertahanan negara – benar terjadi di negeri ini. Untuk itu bahasan apa yang menjadikan suatu negara kuat dan tangguh dan dengan apa hal tersebut diraih merupakan poin yang diangkat dalam tulisan ini.
Syarat negara kuat
Sepintas, kuatnya negara sering kali memang ekuivalen dengan kekuatan pertahanan militer yang dimiliki. Kenyataannya tak sesederhana itu. Sebuah situs yang mengkhususkan diri di bidang militer,
Global Fire Power menurunkan laporan peringkat negara dengan militer terkuat di dunia. Amerika Serikat menempati urutan pertama. Kemudian disusul Rusia, Cina, India dan Perancis di posisi kelima. Dalam penjelasannya, penetapan urutan kekuatan militer ini tak hanya berpatokan pada jumlah persenjataan atau besaran pengeluaran pertahanan.
Dalam laporannya Global Fire Power mengungkapkan bahwa untuk menjadi negara yang kuat harus memiliki beragam aset tak hanya senjata dan tentara. Namun juga menyangkut populasi, letak geografi, sumber daya alam besar hingga fleksibilitas logistik. Semakin beragam aset yang dimiliki maka akan semakin memperkuat negara tersebut. (www.globalfirepower.com, 2019).
Melengkapi penjelasan di atas, jauh sebelumnya, seorang filsuf Tiongkok yang terkenal, Kong Fu Tze turut merumuskan hal ini. Menurut Kong Fu Tze, syarat agar suatu negara menjadi kuat ada tiga, yakni : Tentara (militer) yang kuat, Sandang-Pangan (ekonomi) yang kuat, dan Kepercayaan/Keyakinan (believe) yang kuat. Dengan kata lain jika ada suatu keadaan di mana suatu negara, militernya kurang kuat, dan ekonominya kurang kuat, maka negara tersebut tetap akan bisa kuat asalkan rakyatnya mempunyai faktor believe yang kuat. Boleh militer kurang sedikit, boleh sandang-pangan kurang sedikit, tetapi kepercayaan/keyakinan harus tetap ada agar bangsa tetap menjadi kuat.
Jelaslah, militer, ekonomi, jumlah penduduk, logistik dan sebagainya akan tegak kokoh sebagai pilar penguat bangsa bila bersandar dengan keyakinan diri bangsa tersebut. Lebih lanjut, rasa yakin pada kemampuan sendiri sejatinya akan mewujudkan kemandirian suatu negara yang berpengaruh pada kedaulatannya. Tidak sekali-kali bergantung pada orang maupun negara lain. Apalagi mengemis belas kasihan, pantang dilakukan.
Coba tengok momen heroik di masa lalu. Rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, tanpa didukung militer dan ekonomi yang tangguh tetapi terbukti bisa mengusir penjajah. Sebabnya tak lain adanya faktor kepercayaan diri rakyat Indonesia yang kuat bahwa kita akan mampu mengusir penjajah.
Masalahnya kemandirian pastinya tak lahir begitu saja. Erat kaitannya dengan pandangan hidup yang dianut suatu bangsa. Bukankah para pejuang kemerdekaan dahulu tergerak oleh Resolusi Jihad-nya KH. Hasyim Asy’ari? Digelorakan semangatnya dengan pekikan takbir dari seorang Bung Tomo? Sungguh peristiwa yang kan selamanya terekam sepanjang ingatan sejarah.
Daulat Poros Akhirat
Aspek believe alias iman hakikinya memang luar biasa. Sekali terpatri dalam benak baik akal dan perasaan, dahsyat pengaruhnya. Berlaku di segala level individu, masyarakat maupun negara. Apa yang terjadi pada Perang Badar misalnya, cukup jadi bukti yang tak terbantahkan. Bagaimana pengaruh keyakinan pada pertolongan Allah mampu mementahkan segala analisis di atas kertas dalam perhitungan manusia. Menjadikan negara Islam di Madinah diakui sebagai negara yang kuat dan berdaulat oleh negeri- negeri di sekitarnya. Hal ini wajar adanya. Sebab adakah keyakinan yang dapat menandingi di dunia ini selain yakin pada kekuasaan Allah, Sang Pencipta alam semesta? Bukankah ini kedaulatan yang sebenar-benarnya? Firman Allah swt., “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (TQS. Fathir : 15).
Dengan bersandar pada Sang Khaliq otomatis memunculkan dua hal. Pertama, rasa takut hanya pada-Nya. Tak mudah gentar meski musuh sehebat apa pun. Karena selama masih berjudul makhluk pasti tetap tunduk pada kehendak-Nya. Terbayang andai penguasa negeri ini merasakan hal demikian. Bakal ogah jadi boneka, apalagi sampai didikte oleh pihak luar.
Kedua, dengan menjadikan kedaulatan bertopang pada kebesaran Allah sama dengan menjelmakan ketaatan semata pada syariat. Dalam segala aspek kehidupan. Seperti yang Allah tegaskan dalam Alqur’an, “...Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS Al An’am: 57).
Olehnya itu terkait hal militer dan persenjataan, syariat telah menggariskan, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang- orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya... “ (TQS Al Anfal:60).
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk membangun kekuatan agar musuh yang dihadapi merasa gentar. Sedangkan musuh tidak akan gentar kecuali dengan adanya persiapan, dan persiapan itu mengharuskan adanya industri persenjataan. Maka mendirikan industri militer/perang wajib hukumnya berdasarkan dalil tersebut.
Demikianlah merupakan hal urgen untuk menghadirkan negara kuat dan berdaulat. Hal yang hanya bisa terwujud dengan tegaknya Islam kaffah dalam naungan negara. Semoga seluruh elemen masyarakat semakin memahami. Terlebih kabar gembira telah jauh hari dinyatakan junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad saw., “Sungguh perkara agama ini akan sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik di tengah penduduk kota atau di tengah penduduk kampung, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan yang dimuliakan dan kehinaan yang dihinakan; kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Allah menghinakan kekufuran.” (HR. Ahmad)
Wallahu a’lam bi ash-showwab.
Ummu Zhafran
(Pengajar)