Oleh : Endah Murtisari
Aktivis Muslimah Yogyakarta
"Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah wajibkan kepada kalian puasa di bulan ini. Di bulan ini, akan dibukakan pintu-pintu langit, dan ditutup pintu-pintu neraka, serta setan-setan nakal akan dibelenggu. Demi Allah, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada 1000 bulan. Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu, berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan." (HR. Ahmad, Nasai 2106, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Menilik hadist diatas seharusnya seorang muslim bergembira akan datangnya bulan Ramadhan. Bulan dibukanya pintu langit, ditutupnya pintu neraka, dan dibelenggunya setan. Juga bulan teristimewa karena didalamnya terdapat malam 1000 bulan, malam dimana pahala dilipatgandakan.
Dahulu para sahabat tak bedanya seperti calon pengantin yang merindukan hari-hari pernikahannya. Tiada seorangpun di antara kaum Muslimin yang bersedih hati ketika menghadapi Ramadhan. Sebaliknya mereka bersuka cita dan bergembira, menyambutnya dengan penuh antusias dan semangat membara.
Merupakan tradisi di masa Rasulullah, pada saat akhir bulan Sya'ban para sahabat berkumpul di masjid untuk mendengar khutbah penyambutan Ramadhan. Saat itu dimanfaatkan oleh kaum Muslimin untuk saling meminta maaf di antara mereka. Seorang sahabat kepada sahabatnya, seorang anak kepada orang tuanya, seorang adik kepada kakaknya, dan seterusnya. Mereka ingin memasuki bulan Ramadhan dengan tanpa beban dosa. Mereka ingin berada dalam suasana Ramadhan yang disucikan itu dalam keadaan suci dan bersih.
Namun sekarang euforia menyambut bulan Ramadhan seperti hilang tak berbekas, tergantikan dengan kepiluan kondisi pasca pemilu. Betapa tidak pesta demokrasi kali ini memakan korban 225 orang meninggal dan 1470 perawatan medis. Sungguh ini lebih disebut sebagai bencana daripada pesta. Selain itu kenaikan bahan pokok dan bumbu dapur ikut menjadi redupnya penyambutan Ramadhan, ditambah bertepatan pendaftaran sekolah baru yang membuat para emak kelimpungan dan para bapak memutar otak mencari dana tambahan. Sementara itu saudara kita di Bengkulu juga mengalami musibah banjir longsor yang mengakibatkan 15 orang tewas dan 5 orang hilang.
Ramadhan kali ini memang terasa berat. Namun kita sebagai seorang muslim haruslah tetap bergembira menyambut Ramadhan sebagai tanda keimanan kita. Seharusnya pemerintah mampu menciptakan suasana yang kondusif agar penyebutan terhadap Ramadhan betul betul sarat makna dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.