Mengapa Ragu Terhadap Hukum dari Allah, Tuhan Pencipta Manusia?


oleh Eka Novi Kurniasari (ibu rumah tangga)


Sejak booming dan menjadi trending topic, kata "khilafah" terus menuai banyak komentar dari masyarakat. Ada yang membenarkan kemudian mendukung, ada yang meragukan, ada yang menolak, bahkan ada yang sengaja melancarkan fitnah-fitnah dan tuduhan-tuduhan tanpa dalil terhadap khilafah. Inilah fakta yang harus dihadapi umat muslim yang mendakwahkan penerapan syari’at islam secara menyeluruh. 


Sebagaimana yang ditulis Akbar Risaldy di www.kumparan.com pada 14 Mei 2017, Dia mengungkapkan kekhawatirannya apabila sistem pemerintahan Islam (baca: khilafah) diterapkan di Indonesia, maka sistem pemerintahan Islam akan tidak adil terhadap kemanusiaan karena tidak menjamin kesetaraan hukum (penegakan hukum tanpa diskriminasi, pendidikan, kebebasan beragama, berpendapat dan berserikat). Singkatnya bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, hak keberagaman adalah mustahil. Apabila boleh balik bertanya, lalu apakah dalam sistem yang sedang diterapkan sekarang sudah adil terhadap kemanusiaan, apakah semua rakyat sudah mendapat kesetaraan hukum tanpa diskriminasi? sudahkah semua generasi muda mendapatkan pendidikan yang kualitasnya setara? sudahkah negara benar-benar menjamin kebebasan beragama, berpendapat dan berserikat tanpa menghalalkan yang diharamkan Allah seperti lgbt?? apakah semua lapisan rakyat Indonesia mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi? sudahkah negara menyejahterakan rakyatnya tanpa memberikan beban hutang riba lebih dari Rp 5000 trilyun?


Ada juga yang menuding bahwa khilafah tidak akan cocok diterapkan pada zaman sekarang. “Saudara-saudara kita di Papua, Kalimantan, Bali dll bisa memisahkan diri dari Indonesia apabila khilafah dipaksakan di Indonesia. Sebab Indonesia negara yang plural terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan bahasa.” Kata Habib Luthfi dalam artikel muslimoderat.net (28/5/2017). 


Prof.Suteki, S.Hum, M.Hum kemudian memberikan penilaiannya terhadap ucapan Habib Luthfi ini pada laman facebooknya, 2 April “Bila yang ditulis oleh MuslimModerat.net ini benar, maka menurut saya tidak tepat bila dikatakan bahwa adanya khilafah lalu menjadikan NKRI bubar mawut lantaran ada beberapa provinsi yang keluar. Kalau persoalannya pluralitas pertanyaan saya, mana ada sih negara bangsa tanpa pluralitas?”. Beliau juga menceritakan fakta sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat yang menunjukkan bahwa betapa ajaran Islam menganjurkan perlakuan yang arif dan bijaksana terhadap pemeluk agama lain.

Mungkin yang ragu-ragu dan merasa khawatir ataupun phobia ketika adanya khilafah yang menerapkan syari’at Islam tersebut lupa atau tidak paham terhadap kenyataan hidup Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya. Sejarah menunjukkan bahwa penduduk negara Islam saat itu beragam (pluralitas) bukan hanya muslim, tapi ada juga Yahudi dan Nasrani yang terdiri dari berbagai suku. Tetapi buktinya hampir 13 abad syari’at Islam bertahan. Sejak pertama kali risalah Islam diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW, sasaran risalah ini adalah seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al A’raaf ayat 158 :”Katakanlah, Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu (manusia) semua…”. Dan juga Q.S Al Anbiya ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Kelengkapan dinul Islam memantapkan Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang memancarkan peraturan-peraturan/hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Dan keberagaman (pluralitas) yang ada di Indonesia baik agama (pluralitas agama), suku bangsa maupun bahasa merupakan fakta, sunnatullah. Sama seperti Allah menciptakan berbagai suku di dunia dengan warna kulit mereka yang berbeda. Allah menghendaki demikian supaya manusia dapat saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan. Allah berfirman dalam Q.S Al Hujurat ayat 13: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah.”


Ayat ini sama sekali tidak berhubungan dengan pluralisme agama yang diajarkan kaum pluralis. Ayat ini menjelaskan keberagaman (pluralitas) suku dan bangsa dan bukan pembenaran atau penyamaan terhadap semua agama (pluralisme). Pluralisme agama dalam Islam tidak boleh karena bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab pluralisme agama menyatakan bahwa semua agama adalah benar. Sebaliknya, dalam pandangan Islam agama satu-satunya yang benar hanyalah Islam. Firman Allah tentang ini ada dalam Q.S. Ali Imran ayat 19 dan 85. Untuk lebih jelasnya, ada baiknya apabila kita menyimak kembali penjelasan para mufassir yang memiliki kredibilitas ilmu dan ketaqwaan dalam masalah ini. Dalam kitab Shafwat at Tafasir, Ali ash-Shabuni menyatakan, “Pada dasarnya, umat manusia diciptakan Allah Allah SWT dengan asal usul yang sama yaitu keturunan Nabi Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggakan nenek moyang mereka. Kemudian Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, supaya mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih. Syaikh Zadah berkata, “Hikmah dijadikannya manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu dengan yang lain mengetahui nasabnya. Dengan begitu, mereka tidak menasabkan pada yang lain. Namun, dengan itu semua tidak ada yang lebih agung dan mulia kecuali karena keimanan dan ketaqwaannya bukan karena keturunan dan kedudukan.


Mengapa kita masih ragu terhadap penerapan aturan/hukum yang berasal dari Allah SWT, Pencipta kita? Ibarat orang sakit penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam khilafah adalah obat yang pasti akan menyembuhkan sakit parah yang sudah amat lama kita derita. Kita juga tidak perlu ragu untuk mencampakkan sistem buatan manusia yang bukan berasal dari Allah, yang telah nyata2 menimbulkan aneka masalah dan derita bagi seluruh rakyat. Tiada kemuliaan tanpa Islam, tiada Islam tanpa penerapan Syari’at Islam, tiada penerapan Syariat Islam tanpa tegaknya Daulah Khilafah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak