Menembus Perspektif Politis Isra' Mi'raj

Oleh: Arin RM, S.Si

(Freelance Author,  Pegiat TSC) 

Rasulullah SAW adalah satu-satunya sosok teladan bagi muslim dalam hal dakwah Islam. Kendati beliau adalah kekasih Allah, tak pernah dikisahkan bahwa beliau banyak mengeluh dalam menjalankan beratnya beban dakwah. Justru kesabaran dan ketangguhan yang luar biasa yang menghiasi setiap lembar sirah kehidupannya. Pun dalam masalah menahan duka. Pasca meninggalnya paman dan istri tercintanya, luar biasa tekanan yang beliau terima. Himpitan mental dan penyiksaan fisik kafir semakin menjadi, hatta penduduk Thaif pun tak segan mengucurkan darah di kaki beliau dengan lemparan batu membabi buta. Lagi-lagi kesabaran dan keteguhan dakwah beliau sungguh luar biasa.

Sangat wajar apabila atas ketangguhan pengorbanan di jalan dakwah ini Allah pun lalu menghormati Nabi dengan perjalanan “beyond the imagination”, Isra’ Mi’raj. Perjalanan menembus batas pikir manusia sekaligus keluar menerabas kemajuan tenologi di masanya. Semua kuasaNya saja yang sedang bekerja, tak dapat dinalar dengan teori kecepatan m/s, tak dapat dihitung dengan teori gravitasi bumi, dan tak dapat di analisis dengan teori mengapa atau bagaimana yang umum diperdebatkan sebelum manusia keluar dari bumi. Semuanya adalah mukjizat, mutlak kuasa Allah, hanya iman yang mampu mengiyakan dan menerima kebenarannya.

Namun demikian bukan sebatas itu kekaguman pada isra’ mi’raj dicukupkan. Ada makna yang harus dipahami dari beberapa dimensi atas peristiwa yang terjadi dalam perjalanan luar biasa ini. Prof. DR. Muh. Rawwas  Qol’ahji dalam tulisan sirah Nabawiyahnya menuliskan dengan seksama bahwasanya terdapat perspektif politik yang dapat dimaknai dari aktivitas Rasulullah menjadi imam para Nabi tatkala sholat di Baitul Maqdis. Setelah shalat beliau dibawakan dua gelas, satu gelas berisi susu dan satu gelas berisi khamr. Beliau memilih gelas berisi susu dan meminumnya kemudian Jibril as berkata: “Kamu telah membimbing menuju fitrah, kamu telah membimbing umatmu, wahai Muhammad”.  Tampilnya beliau menjadi imam (para nabi dan rasul lain mengikuti di belakangnya) mengindikasikan bahwa kepemimpinan dunia diambil dari Bani Israil dan dipergilirkan kepada umat Muhammad. Nabi dan Rasul yang shalat di belakang Rasulullaah Muhammad adalah mereka yang menerima agama samawi untuk Bani Israil, akan tetapi sepeninggalan nabi-nabinya, orang-orang yang mengemban agama tersebut sudah mendistorsi ajaran agama beserta petunjuknya sehingga tak layak lagi digunakan untuk memimpin dunia. Untuk itu harus digantikan estafet kepemimpinan itu kepada komunitas lain yang siap mengemban amanah kepemimpinan. Nilai yang terdistorsi tadi selanjutnya digantikan oleh nilai lain yang baru, Islam sebagai nilai yang adil dan sesuai fitrah (laksana susu putih yang dikatakan fitrah oleh Jibril as).

Peristiwa yang terjashalat para Nabi di Baitul Maqdis ini menunjukkan bahwa secara simbolis Baitul Maqdis kelak akan menjadi bagian dari wilayah Islam. Sebab, tuan rumahlah yang memiliki hak menjadi imam dalam sholat. Relanya Nabi dan Rasul lain shalat diimami Nabi Muhammad menggambarkan bahwa etnis apapun yang hidup di masa Nabi Muhammad SAW akan tunduk dan patuh pada Islam yang dibawa oleh beliau, sebab kalangan terbaik mereka yang diwakili oleh para Nabi dan Rasul sudah menunjukkan posisi di belakang Muhammad SAW. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah. Dengan demikian keberadaan momen ini sekaligus menjadi gambaran bahwa dakwah yang akan dilakukan Nabi selanjutnya adalah menjadalankan aturan Islam,untuk diikuti semua kalangan. 

Dan memang demikian adanya. Setahun pasca kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW mulai memfokuskan dakwahnya ke wilayah baru, Madinah al Munawaroh. Di kota ini, tatkala Daulah Madinah sudah tegak, Rasullullah tampil sebagai kepala pemerintahan. Konsekuensinya Islam dapat dilaksanakan total dalam setiap sendi kehidupan umat, sesuatu yang tidak dapat dilakukan tatkala masih di Makkah. Dari kota  Madinah ini pula dapat disusun kekuatan militer Islam untuk mengemban dakwah dan jihad. Dengan jihad ini pasca peninggalan Rasululullah kota Baitul Maqdis dapat ditaklukkan dan menjadi bagian wilayah Islam. Kota ini benar menjadi milik umat Muhammad, umat yang menjadi tuan rumah, yang berhak menjadi imam sholat sebagaimana yang dicontohkan saat terjadinya Isra’ Mi’raj. [Arin RM]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak