Memutus Tragedi Islamofobia


Junaidah (Member Penulis Ideologis)


Islamofobia terjadi lagi, menyusul tragedi Chrischurch (15/3) yang menewaskan 50 orang dan melukai 50 lainnya di mesjid Al Noor, Chrischurch, Selandia Baru. Dilaporkan laman Anadola Agency, sejumlah muslim di Denmark menggelar aksi solidaritas untuk para korban penembakan di mesjid Christchurch, Selandia Baru. Mereka berkumpul dan menunaikan sholat Jumat di muka gedung parlemen Denmark. Namun aksi itu diprovokasi kelompok sayap kanan ekstrem Denmark. Mereka mendatangi lokasi tempat kaum muslim sholat sambil membawa bendera Israel. Ramus Paludan, yakni Stram Kurs, yang dikenal sebagai partai anti imigran dan anti Islam, berusaha menghasut dan kemudian membakar salinan Alquran ( Republika co.id)


 Tragedi Chrischurch bukanlah awal islamofobia. Jauh sebelum itu masyarakat muslim telah banyak menghadapi perkataan kasar dan komentar rasis. Pada tahun 2016 seorang penganut supermasi kulit putih lokal bahkan mengirim kepala babi ke masjid Al Noor dan mengatakan, "Lakukan pembantaian." (Mata-mata politik)


Tidak hanya di Eropa dan Amerika, di Indonesia yang mayoritas muslim, Islamofobia pun terjadi. Ustadz Adnin Armas, dalam tabliqh akbar di masjid Pondok Indah Jakarta Selatan (Kamis, 30/4) mengatakan bahwa islamofobia bisa saja terjadi di Indonesia. Indikasinya sudah muncul. Orang- orang yang berkontribusi dan mencintai agama ini bisa dituduh konservatif, fundamentalis, radikal, anti kemajuan, anti NKRI, dan fitnah-fitnah serupa. (Republika co. Id)


TKN  Jokowi Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, seperti dikutip Kompas.com dari Antara, menyebut bahwa Prabowo-Sandi didukung eks HTI. Katanya, indikasi itu tampak dengan berkibarnya bendera Al-liwa di panggung utama kampanye Prabowo.(Tribunnews.com). Bahkan dalam debat capres 2019, khilafah yang merupakan ajaran Islam dijadikan isu politik. Khilafah digambarkan sebagai monster yang akan merusak, dan menjerumuskan NKRI ke dalam jurang kehancuran. 


Begitulah, islamofobia terus berlanjut, dan akan terus berlanjut di seluruh dunia karena dia memang diciptakan. Diciptakan untuk menebar ketakutan terhadap simbol Islam dan ajarannya sehingga umat manusia takut pada Islam bahkan umat Islam itu sendiri.Oleh siapa diciptakan? Tentu saja oleh musuh-musuh Islam. 


Islamofobia muncul berawal dari ketakutan Barat bahwa Islam akan kembali menunjukkan supremasinya sebagai negara adidaya. Maka mereka berusaha dengan segala daya dan upaya menghambat kebangkitan Islam. Sebuah lembaga di AS, Southem Poverty Law Center melaporkan, pada 2016 saja, ada 101 organisasi yang mencurahkan diri untuk menyebarkan informasi yang salah dan bias tentang Islam dan muslim. Penyebaran itu dibantu media besar seperti Washington Times, National Review, Savage Nation, dan sebagainya. Untuk menjalankan itu, mereka disumbang ratusan juta USD oleh anti-Muslim Foundation. Mayoritas media mainstrem di Indonesia pun-baik cetak, elektronik, maupun digital- kompak tidak mempublikasikan peristiwa besar dan bersejarah, Reuni 212 tahun 2018 hanya karena menguntungkan kaum muslim.


Lalu, bagaimana menghentikan islamofobia ini wahai kaum muslimin? Ia hanya bisa dihentikan bila Islam diterapkan secara kaffah. Islam berasal dari wahyu Allah yang membawa rahmat bagi seluruh alam dan hukum yang fitrah, yang menentramkan dan membawa kedamaian. Islam memelihara agama dan melarang pemaksaan untuk memeluk agama, lakumdiinukum waliadiin. Namun Islam melarang agama dijadikan guyonan atau olok-olok dan memberi sanksi tegas pada orang-orang yang mengolok-olok agama. Islam juga memelihara jiwa manusia. Siapa yang membunuh (dengan tidak haq), maka berlaku atasnya qishash. 


Islam juga memelihara keturunan. Perzinahan dan LGBT yang merusak keturunan dilarang keras. Para pelakunya dihukum berat. Kehormatan setiap warga dijaga. Tidak ada tuduhan terhadap seseorang kecuali dengan bukti kuat. Islam juga menjaga keamanan dan keselamatan jiwa dan harta setiap warganya baik muslim maupun nonmuslim.


Semua syariat Islam itu bukan omong kosong yang tiada bukti. Sejarah membuktikan, ketika ia diterapkan secara kaffah, dàlam bingkai sebuah negara yang kuat, yaitu daulah khilafah, ia mengayomi kaum muslimin bahkan semua agama dan ras. Selama kurang lebih empat belas abad kaum muslimin menjadi pemegang peradaban dan menguasai dua pertiga belahan dunia ini.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak