Oleh : Emma Elhira
(Anggota Komunitas Belajar Nulis Revowriter)
Imperium Bani Ummaiyah di Anadalusia, Spanyol. Seakan tak pernah ada habisnya kisah para tokoh ternama yang menginspirasi dibahas yang terlahir dari sana.
Sebagaimana kita ketahui peradaban Islam pernah berjaya pada masa nya di Spanyol.
Salah satu wanita yang lahir dari buah ketinggian peradaban Islam yang namanya masih terus menggema, dan seorang pejuang muslimah yang dimuliakan karena dedikasi, bakat serta bukunya, yakni Lubna.
Lubna (w. 984) adalah putri asli Spanyol yang tumbuh di lingkungan istana khalifah Abdurrahman II (memerintah pada 912–961) dari Bani Ummaiyah. Konon dia lahir sebagai budak lalu khalifah membebaskannya karena melihat bakatnya yang istimewa.
Seorang penulis dan sejarawan Andalusia Ibnu Bashkuwal mengatakan bahwa Lubna menjadi seorang wanita muslimah yang ahli dalam banyak bidang, hingga memujinya “Saat itu tak ada seorang pun yang lebih mulia dibandingkan dirinya” (Ibnu Bashkuwal kitab al Silla vol. 2:324).
Sosoknya menjadi tokoh perempuan yang berpengaruh namun nyaris terlupakan dalam sejarah peradaban Islam di Cordoba.
Karier Lubna dengan cepat melejit. Di usia yang masih muda, dia menjadi salah satu orang paling penting di istana Andalusia. Lubna menempati jabatan sekretaris dan panitera Khalifah.
Di samping itu, dia juga mendapat tugas sebagai pustakawan kehalifahan dengan koleksi lebih dari 500.000 buku. Selama berabad-abad, perpustakaan yang dipimpin Lubna ini adalah yang terbesar di Eropa, hanya bisa dikalahkan oleh perpustakaan di Baghdad.
Sebagai panitera khalifah, dia tak hanya menjadi penerjemah dan penulis dokumen resmi negara, tetapi Lubna juga menjadi orang yang komentarnya terhadap sebuah buku paling dinanti para ilmuwan.
Penerus Abdurrahman, al-Hakam II (memerintah pada 961–976), tetap mempertahankan jabatan Lubna. Gairah al-Hakam II terhadap ilmu dan budaya bahkan melebihi sang ayah. Tak heran jika Lubna semakin leluasa mengembangkan bakat keilmuannya.
Di perpustakaan Cordoba, Lubna menghabiskan waktu untuk menulis dan menerjemahkan sejumlah naskah, di samping membuat naskah drama.
Bersama Hasdai bin Shaprut, Lubna menjadi inisiator pembangunan perpustakaan yang sangat terkenal saat itu, Madinah az-Zahra (berarti ‘kota kembang’).
Berdasarkan sejumlah riwayat dari sejarahwan Arab, pada masa al-Hakam II tersebut, berkat seorang Lubna ada lebih dari 170 perempuan terdidik yang bertanggung jawab untuk menyalin naskah-naskah penting.
Banyak hal yang dapat diambil dari kisah Lubna. Kisah inspiratif dari tokoh muslimah yang gigih tanpa mengenal lelah, seorang pustakawan wanita yang jadi sekertaris pada masa kekhilafahan. Masya Allah.
Dalam Islam, tak ada pengekangan untuk wanita dalam berkarier. Hukumnya mubah selama tak melanggar syariat.
Wanita juga punya kewajiban dalam berdakwah.
Dakwah yang dilakukan tak melulu ceramah.
Dakwah bisa dilakukan lewat tulisan. Semampu yang dapat disampaikan dan dituliskan.
Tak perlu menunggu sholih untuk berdakwah
Tak perlu menunggu jadi mubalighoh untuk menyampaikan satu ayat yang kita pahami.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan dari kisah Lubna wanita inspiratif dari Cordoba. Sosoknya memang terlupakan, namun keharuman namanya tetap tercium hingga saat ini.
(Diambil dari beberapa sumber)
#Kartinitanpakonde
#Shohabiyahinspirasiku
#milad6revowriter
#Gerakanmedsosuntukdakwah