Legitimasi Ulama Di Sistem Demokrasi

Oleh : Kartika 



Agama hendaknya diposisikan pada tempat yang mulia dan tidak dijadikan alat legitimasi politik, karena akan memunculkan permasalahan.

Agama dijadikan ideologi yang kuat digunakan untuk politik, sah dan boleh. Tapi ketika dijadikan alat  legitimasi, politik ini jadi masalah,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin dalam keterangan pers yang diterima jumat (5/4/2019)

Pesta demokrasi semakin dekat, para paslon semakin memanas dalam mengumbarkan janji demi mendapatkan suara terbanyak. Hingga menghalalkan berbagai cara demi meraih kekuasaan. Ulama dijadikan alat untuk mendapatkan suara karena sosok ulama sangat berpengaruh di sistem demokrasi. Ulama dijadikan sebuah barang dagangan , saling berebut untuk mendapatkan suara ulama.

Ulama bukanlah alat untuk melegitimasi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu melainkan ulama adalah tempat meminta nasehat dan petunjuk. Bahkan sebagai perantara ilmu, di mana kedudukan ulama itu lebih tinggi derajatnya dibanding raja atau penguasa.

Teringat kisah Muhammad Al Fatih di mana kedudukan beliau sebagai raja atau penguasa Turki Ustmani, beliau meminta nasehat dan petunjuk untuk menaklukan Konstaninopel tanpa melihat kedudukan beliau. Karena ulama tempat mencari sebuah solusi dan mempunyai peranan penting untuk memperkokoh kedudukan pemimpin. Allah berfirman dalam surat Al anbiya ayat 7,

             “Kami tidak mengutus rasul-rasul sekepada mereka, maka sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu  kepada mereka. Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”

             Di sini ulama mempunyai kedudukan tertinggi dari pemimpin yang artinya ulama bukanlah barang dagangan untuk mencari sebuah keuntungan. Ulama rentan masuk jebakan penguasa dan dijadikan sebagai legitimasi kebijakan.

             Jika Ulama sudah menggunakan jasa atau berhutang budi kepada satu pihak, dia telah kehilangan independensi dan jati diri ulama. Ulama tersebut, berubah menjadi budak bagi tuannya. Padahal ulama  itu tidak punya atasan kecuali idealisme, ilmu dan kebenaran yang sudah dipelajari. Bukan seperti sistem Demokrasi saat ini, Politisi Islam dalam ranah Demokrasi tidak sungguh-sungguh menggunakan Islam sebagai standar. Ulama dijadikan alat dan dieksploitasi untuk legitimasi menjelang pemilu atau pesta demokrasi maupun dalam mengeluarkan kebijakan.

             Padahal ulama sebagi pewaris nabi berperan mencerdaskan umat. Dan bukan itu saja, ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina, dan membimbing umat Islam, baik dalam masalah-masalah maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

            Para ulama adalah nahkoda di dalam perahu keselamatan, pemandu pantai yang tenang, perang di tengah gelap gulita. Sudah saatnya ulama kembali pada peran hakikinya sebagai sosok terdepan dalam melakukan muhasabah lil hukam kepada penguasa dan bukan menjadikan alat untuk kepentingan penguasa dalam mencapai kekuasaan.

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak