Oleh : Aditya Mahendra
Seperti mimpi.. Itu yang kami semua rasakan. Saudari kami yang selalu nampak ceria, jauh dari keluh kesah, tiba-tiba terbaring tak sadarkan diri dengan vonis gagal ginjal stadium akhir. Kedua ginjalnya mengecil, dan mengalami penurunan fungsi hingga tinggal 15%. Kok bisa langsung rusak parah begitu? Masa sih? Salah diagnosa kali.. Hampir semua orang di sekitarnya seperti tidak bisa menerima fakta di depan mata. Beberapa kali dia memang pernah izin tidak mengajar baik untuk pulang ke rumah atau istirahat di asrama. Keluhan tubuhnya dia sampaikan dengan ringan, "Ires sakit pinggang, ustadz." Tidak ada yang mengira, mungkin sakit kamu itu ngga tiba-tiba. Hanya saja kamu pendam tanpa suara.
"Ketika Hasil diagnosa keluar. Kamu divonis untuk cuci darah seumur hidup. Kamu pasti tersentak. Setelah ini hidup tidak bisa sama lagi. Pergi ke rumah sakit dua kali dalam seminggu. Semua jadwal mimpi yang telah lama kamu susun pasti terganggu."
Ires hanya seorang guru muda di pesantren. 8 sampai 10 juta perbulan bukanlah biaya yang mudah untuk dia dapatkan. Hingga tercetus rencana keluarga untuk mengurus BPJS. Ires menolak. Meski kesadarannya mulai menurun dengan naiknya racun tubuh hingga ke otak, keteguhannya pada fikrah tidak melemah. "Kamu malah semakin bersikeras."
"Ya.. Allah, Res. Banyak pendapat berbeda tentang hukum BPJS ini. Kalaupun kamu mengambil pendapat yang mengharamkannya, keadaan dhoror sudah melegalkan keringanan buatmu." Ada rasa bingung terbersit, aneh dengan sikap keras kepalanya.
Tapi, saya coba memahami jalan berpikir Guru Bahasa Indonesia kami ini. Mana mungkin dia tidak tahu adanya hukum Ruhshah dalam syara. Atau masa iya dia tidak mengakui adanya Iktilaf diantara ulama? Rasanya tidak. "Mungkin.. kamu begini, karena kamu adalah anak cucu dari Abdullah bin Hudzaifah as-Sahmi."
Ya.. Saya jadi ingat.. Sahabat Rasulullah ini pernah ngeyel kayak kamu. Ketika Heraklius, Kaisar Romawi menanangkapnya. Ia dikurung selama berhari-hari tanpa makan dan minum. Hingga, saat tubuhnya dianggap sudah mencapai batas, ia dikeluarkan. Di hadapannya terhidang arak dan daging babi panggang. Heraklius membujuknya untuk menyantapnya. Sang Kaisar ingin menunjukan bahwa Kaum Muslimin juga manusia yang keteguhannya bisa ditundukan keadaan. Namun Abdullah melawan seraya berkata, "Sungguh Tuhanku telah memberiku keringanan untuk memakannya dalam keadaanku sekarang, tapi aku tidak akan membiarkan kalian membuat Kaum Muslimin terlihat lemah lalu kalian merasa menang."
"Ya.. Kamu ngeyel begitu mungkin karena kamu tidak mau para pejuang Islam diremehkan. Kamu tidak ingin dijadikan contoh untuk legalisasi tuduhan, bahwa para pengemban dakwah hanyalah orang-orang yang cuma jago berkoar tentang ketaatan, tapi kalau kepepet yang dibilang haram pun mereka makan."
"Sampai sejauh ini kah kamu memikirkan kemuliaan agama dalam keadaan sakit mengeroyok sekujur tubuh?"
Kini.. Allah telah menghapus rasa sakitmu wahai Pejuang. Allah pun sudah menghilangkan semua gundah, dan beban dalam hidup kamu.
Selamat... Kamu telah berdakwah dalam hari-hari sehatmu, dan tetap berdakwah hingga detik-detik hidupmu jadi pertaruhan waktu.
Kamu adalah Saudari kami.. Ires Restu Indah Fauziah. Seorang pejuang Islam Kafah yang bahkan dalam tak sadarkan diri di atas Ranjang Rumah sakit, kamu masih tetap berdakwah.
**********************
Ibnu Mubarok menyampaikan riwayat dari Hibban bin Abi Jabalah, beliau mengatakan :
إن نساء الدنيا من دخل منهن الجنة فضلن على الحور العين بما عملن في الدنيا
Sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga lebih unggul dibandingkan wanita surga, disebabkan amal yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. (Tafsir al-Qurthubi, 16/154).
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
المرأة الصالحة في الدنيا- يعني: الزوجة- تكون خيراً من الحور العين في الآخرة ، وأطيب وأرغب لزوجها ، فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أخبر أن أول زمرة تدخل الجنة على مثل صورة القمر ليلة البدر
Wanita solihah di dunia -- yaitu para istri – lebih baik dibandingkan bidadari di akhirat. Mereka lebih indah dan lebih dicintai suaminya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa kelompok pertama yang masuk surga itu seperti cahaya bulan di malam purnama. (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, 12/58)
Allahu Ta'ala A'lam.