Oleh: Eva Farida S.Pd
Dikisahkan sebagai seorang Kepala Negara yang amanah, beliau tidak segan mencopot gubernurnya jika ada protes dari rakyat. Hal itu pernah menimpa Sa’ad bin Abi Waqash. Jabatan sebagai Gubernur Kufah dicopot setelah Umar menerima keluhan terhadapnya. Umar mendengar protes dari rakyat bahwa Sa’ad pernah terlambat datang dalam mengurus pekerjaannya. Terkait dengan kasus ini, Sa’ad mencoba menjelaskan pada Umar. “Betul saya pernah terlambat datang. Tapi itu karena baju satu-satunya yang saya miliki belum kering setelah dicuci. Padahal saya memerlukannya untuk shalat Jum’at,” jelasnya seperti tertera di Sirah Sahabat.
Ini baru satu kisah nyata tentang bagaimana Kepempimpinan Islam dalam Bingkai Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah mengayomi aspirasi warga negaranya, di cuplikan kisah nyata lain dapat kita lihat dalam kisah lain tentang sempurnanya Islam dalam mewujudkan Rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh alam termasuk warga non Muslim.
Pada saat itu, hidup seorang Gubernur Mesir yang diangkat oleh Khalifah Umar bin Kattab, bernama Amr bin Ash. Ia tinggal di sebuah istana yang megah. Di depan istananya tersebut, terdapat sebidang tanah kosong berawa-rawa, yang di atasnya terdapat sebuah gubuk tua yang nyaris roboh. Gubuk dan tanah itu dimiliki oleh seorang beragama Yahudi yang sudah tua renta. Gubernur Amr bin Ash, berencana untuk membeli tanah tersebut beserta gubuknya, untuk dibangun menjadi sebuah masjid yang megah. Penawaran pun dilakukan. Amr bin Ash bahkan berani membayar tanah tersebut hingga lima kali lipat dari harga umum. Si pemilik tanah tersebut tak bergeming, dan tetap tak akan menyerahkan tanahnya.
Akhirnya, karena tak kunjung berhasil merayu hati pemilik tanah tersebut, Amr bin Ash memutuskan melalui suratnya untuk membongkar gubuk itu dan mendirikan sebuah masjid di atas tanahnya, dengan dalih kepentingan bersama. Kakek pemilik tanah tersebut jelas tak berdaya menghadapi tindakan penguasa terhadap tanah dan tempat tinggalnya. Namun, ia tidak berhenti berjuang mempertahankan tempat tinggalnya, ia memutuskan untuk menemui atasan Gubernur tersebut, yakni Khalifah Umar bin Khattab untuk mengadu.
Kakek tua tersebut menemui Umar bin Khattab di Masjid Nabawi, Madinah. Ketika menemui Umar, kakek tersebut tak menyangka, Umar yang seorang khalifah ternyata begitu sederhana. Ia tidak harus menemui Umar di sebuah istana yang megah, melainkan di bawah sebuah pohon kurma di halaman Masjid Nabawi. Usai mendengar keluhannya, Umar lantas menyuruh kakek tua itu mengambil sebuah tulang di tempat sampah. Umar lantas menggoreskan huruf alif yang merentang dari atas hingga bawah tulang tersebut. Lalu kakek itu disuruh Umar untuk kembali ke Mesir dan memberikan tulang itu kepada Amr bin Ash.
Sesampainya di Mesir, Amr bin Ash menerima tulang tersebut dari si kakek. Tanpa disangka, tubuh Amr bin Ash menggigil ketika menerimanya. Tak lama setelahnya, Amr bin Ash memerintahkan pasukannya untuk merobohkan kembali masjid yang tengah dibangun tersebut, dan menggantinya dengan membangun kembali rumah untuk si kakek di atas tanah itu. Pendek cerita, kakek tersebut merasa kagum dengan kepemimpinan Umar yang sangat penuh kasih sayang, perlindungan, dan keadilan bagi orang miskin. Kakek itupun lantas dapat kembali menempati rumahnya, tanpa harus pindah dari tempatnya yang dulu.
Demikianlah kisah nyata di atas yang dikutip dari Buku 30 Kisah Teladan, yang ditulis K.H Abdurrahman Arroisi yang menggambarkan bagaimana keadilan sistem Islam dalam mengayomi masyarakatnya baik Muslim dan non Muslim. Dari kisah diatas yang bersumber dari Sabda Rasulullah SAW, yang meyakini Al Qur’an dan Hadist adalah merupakan sumber terpercaya, maka sudah seharusnya memahami bahwa Islam memberikan pengayoman terbaik bagi Seluruh Umat tanpa terkecuali.
Dan paparan di atas juga telah membuktikan bahwa Islam sebagai Ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia juga memberikan perlakuan toleransi terbaik bagi keyakinan warga Nasrani dan Yahudi dengan tetap dalam koridor Islam.
Inilah paparan dari Thomas Walker Arnold (Sejarahwan Kristen yang merupakan seorang orientalis dan sejarahwan Kristen). Meski dia beragama Kristen, ia ternyata memuji kerukunan beragama dalam negara Khilafah. Dalam bukunya, The Preaching of Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith, ia banyak membeberkan fakta-fakta kehidupan beragama dalam negara Khilafah.
Ia berkata:
"The treatment of their Christisn subject by of Ottoman emperors--at least for two centuries after their conquest of greece--exhibits a toleration such as was at that time quite uknown in the rest of Eroupe (Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani, selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani, telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa)."( The Preaching of Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith,1896, hlm. 134)
Dia juga berkata:
"....kaum kalvinis Hungaria dan Transilvania serta Negara Utaris (Kesatuan) yang kemudian menggantikan kedua negara tersebut juga lebih suka tunduk pada pemerintah Turki daripada berada dibawah pemerintahan Hapsburg yang fanatik: kaum protestan Silesia pun sangat menghormati pemerintah Turki dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam. Kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan Sultan".
Orientalis Inggris ini juga berkata:
"Ketika Konstantinopel dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya pelindung gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil..."
Inilah contoh fakta terbaik tentang bagaimana Islam mengelola keberagaman sehingga mewujudkan keberagaman yang membahagiakan. Dari sini jelas bahwa sistem Islam dalam bingkai Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah tidak meniadakan keberagaman (Pluralitas), negara tidak mewajibkan semua warga negara harus beragama Islam atau ada aturan sehingga sampai minoritas atau rakyat non Muslim di didiskriminasi, atau dihambat kebebasan mereka dalam menjalankan aturan agama mereka bahkan kondisinya malah sebaliknya. Penjagaan yang luar biasa dilakukan oleh Para Khalifah bagi penganut agama lain sebagaimana dibahas di dalam paragraf sebelumnya.
Itulah indahnya sistem Islam sebagai sebuah ideologi dalam mengelola keberagaman, keberagaman yang merupakan bagian dari fitrah manusia pada umumnya sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk ragam suku, bangsa, dan bahasa. Bukan keberagaman yang tanpa batas yang merusak, sebagaimana yang terjadi hari ini. Yang berkembang bebas tanpa kendali dalam sistem Sekuler yang rusak saat ini, seperti Kaum LGBT, maraknya perkembangan Aliran Sesat, Gaya hidup Hedonisme, Gaya Hidup Bebas tanpa batas, Sistem ekonomi liberalis yang bersandar pada aqad riba dsb. Yang telah terbukti membawa kepada kehancuran dalam semua aspek kehidupan manusia.
Disisi lain karena memang pada hakikatnya, sebuah ideologi hadir bukan untuk mengatur manusia untuk memakai pakaian yang sama atau makanan yang sama, melainkan untuk mengatur tatanan kehidupan agar berjalan sebagaimana fitrah manusia secara umum. Dan fakta telah membuktikannya bahwa Islam dalam bingkai Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah selama kurang lebih 13 abad telah mampu mewujudkan peradaban emas yang diakui oleh Dunia. Khususnya bagi siapa saja yang mau membuka diri terhadap kebenaran baik dari sisi keimanan maupun secara fakta, sehingga terwujud keberagaman yang membahagiakan bukan keberagaman yang menghancurkan sebagaimana dalam sistem sekuler hari ini. Jadi mengapa harus takut dengan Khilafah…???
Tags
Opini