Oleh: Tari Ummu Hamzah
Dahulu penguasa muslim sangat memberikan perhatian terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bahkan pengusaha turun langsung untuk mengurusi literasi ditengah-tengah kaum muslimin. Inilah yang mendorong penguasa muslim atau seorang kholifah mendirikan perpustakaan.
Perpustakaan ini tidak hanya masalah bangunan fisik dengan pelbagai literasi. Lebih dari itu, melainkan juga bagian integral dari sistem pendidikan yang diselenggarakan penguasa setempat di ibu kota atau warisan dari penguasa tertentu. Oleh karena itu, nama-nama perpustakaan pada zaman keemasan Islam kerap menyandang visi penguasa. Kita ambil contoh Baytul Hikmah yang berdiri sejak abad kedelapan di Baghdad, misalnya, bermakna bahwa Sultan Harun ar-Rasyid selaku perintisnya hendak menjadikan perpustakaan itu tempat berhimpunnya hikmah dan pengetahuan yang berasal dari segala penjuru dunia.
Mereka mengumpulkan begitu banyak naskah berbahasa Yunani, Cina, Sanskerta, Persia, dan lain- lain untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Maka beliau menggaji para sarjana muslim untuk menterjemahkan pelbagai literasi dari berbagai bangsa. Bahkan beliau juga menempatkan orang-orang non muslim yang berkompeten dibidangnya, untuk menjadi translator beberapa bahasa. Banyak disiplin ilmu yang mereka terjemahkan. Mulai dari astronomi, kedokteran, matematika, dll.
Dengan kata lain ada antusiasme dan perhatian sang penguasa terhadap urgensitas adanya perpustakaan itu sendiri. Bahkan bisa dibilang inilah wujud kecintaan sang kholifah Harun Ar-Rasyid terhadap ilmu pengetahuan. Belia wujudkan dalam sebuah perpustakaan yang nantinya melahirkan begitu banyak disiplin ilmu, yang bisa diserap oleh seluruh kaum muslimin. Bahkan dunia akan bertumpu pada literasi islam.
#postingbareng
#peradabanIslam
#peradabanliterat
#miladrevowriter
#gemesda
#menyalabersamarevowriter
#duniaislam
#sejarahperadabanislam
#peradabanislameropa
#rinduislamdanpersatuanumat
#backtomuslimidentity
#zamankeemasan
#kejayaanislam