Oleh: Yusriani Rini Lapeo, S. Pd
(Konawe, Sulawesi Tenggara)
Beberapa tahun terakhir ini kejahatan semakin merajalela. Jumlah korban kejahatan pada 2017 meningkat 32,7 persen dari tahun sebelumnya. Sekitar 0,9 persen dari total penduduk Indonesia mengaku menjadi korban kejahatan pada 2016, lalu meningkat menjadi 1,2 persen pada 2017. Sepanjang tiga tahun sejak 2015, hanya sekitar 18 persen yang melapor ke polisi (BPS, Maret 2017).
Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, menjelaskan bahwa peningkatan korban kejahatan terjadi lantaran beragam faktor, di antaranya lemahnya perlindungan aparat terhadap individu.
Meski korban kejahatan meningkat dari tahun sebelumnya, persentase korban yang melaporkan tingkat kejahatan tersebut justru sedikit menurun menjadi 18,9 persen, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 19,7 persen.
Birokrasi layanan publik dari aparat keamanan dinilai belum sepenuhnya sempurna, sehingga muncul asumsi di kalangan masyarakat bahwa melaporkan kejahatan berarti mengeluarkan biaya, “jadi mending tidak usah saja.” Selain itu, waktu layanan pelaporan juga dianggap masih lama dan sistem pelaksanaan yang bertele-tele.
Padahal, tindak kejahatan perlu penanganan segera agar korban tidak semakin berjatuhan. Saat kita salah dalam menetapkan suatu hukum dan adanya rancangan undang-undang yang tidak jelas, justru malah turut mendukung pelaku kejahatan moral berkeliaran dimana-mana. Tak mengenal usia, miskin kaya, atau siapapun orangnya. Prostitusi, PSK, pemerkosaan, pencabulan, miras, narkoba, korupsi, pembunuhan, perampokan dll, pun turut melonjak jumlah pelakunya.
Inilah cermin negara yang mayoritas muslim. Sayangnya, kemaksiatan kian merajalela. Bahkan, menurut catatan Badan Statistik Kriminal 2018, untuk persentase penduduk korban kejahatan saja terus meningkat. Berdasarkan data Podes periode tahun 2011-2018 jumlah desa/kelurahan yang menjadi ajang konflik massal cenderung meningkat, dari sekitar 2.500 desa pada tahun 2011 menjadi sekitar 2.800 desa/kelurahan pada tahun 2014, dan kembali meningkat menjadi sekitar 3.100 desa/kelurahan pada tahun 2018.
Olehnya, masyarakat muslim sangat membutuhkan aturan yang benar-benar memberikan efek jera bagi para pelaku tercela dan sejenisnya. Semisal sanksi dan hudud yang berlaku menurut syariat. Wallahu a’lam.