sumber gambar :google |
Di dalam konstelasi perpolitikan dunia, rakyat merupakan obyek yang sangat vital bagi pemerintah yang akan berkuasa. Teringat bagaimana tumbangnya Orde Baru 1998 ketika mahasiswa menduduki gedung MPR. Begitu pula tumbangnya rezim Marcos di Philippina tahun 1986 dikarenakan sikap otoriternya terhadap rakyat. Tak lupa juga kasus Arab Spring yang dialami beberapa negara Timur Tengah karena kejumudan rakyat terhadap pemimpinnya yang bertindak sewenang-wenang.
Masa kampanye pilpres kian memanas. Masing-masing paslon menggelar kampanye akbar sebagai bagian dari pertemuan mereka dengan rakyat. Yaa, rakyat adalah obyek bagi penerapan sebuah sistem. Baru-baru ini telah dilaksanakan kampanye akbar di stadion GBK, yang dipenuhi hampir ratusan ribu orang. Rakyat sangat berharap terjadinya suatu perubahan besar di negeri ini. Kedzaliman telah nampak terlihat di depan mata. Rakyat menginginkan bahwa negeri ini mampu berdaulat, mandiri dan menjadi macan asia, sebagaimana harapan oleh founding father terdahulu. Tak cukup disitu, rakyat pun bahu membahu menyumbangkan uang untuk membantu membayar hutang negara. Sangat bersahaja dan membuat haru bagi kita semua.
Perlu kita mengingat ke belakang. Sudah berapa kali rakyat mengalami hal serupa, merasa terdzalimi dan tertekan akibat aturan yang diterapkan penguasa. Teringat peristiwa reformasi 1998, yang menumbangkan orde baru, disebabkan rakyat telah jumud dengan busuknya praktik KKN di tubuh rezim Orba. 21 tahun reformasi berlangsung dan telah berganti presiden 5 kali, belum membuat bangsa ini bangkit dari keterpurukan. Alih-alih berganti pemimpin, tapi tak satupun aturan yang mampu membawa pada perubahan, meski diganti berkali-kali. Tapi tetap tak membuat negeri ini belajar dari pengalaman.
Rakyat Di Mata Sistem Demokrasi Sekuler
Ada yang perlu kita cermati lebih dalam, kenapa hal itu bisa terjadi? Bahwa sistem kapitalisme dengan anak cabangnya demokrasi sekuler, yang sedang diterapkan oleh seluruh negara di dunia saat ini, rakyat hanyalah menjadi bulan-bulanan penguasa. Karena slogan Suara Rakyat Suara Tuhan menjadi landasannya. Slogan ini cenderung terlihat manis, tapi nyatanya sangat absurd. Karena rakyat disini tak semuanya memiliki kapasitas dan kepentingan untuk berkuasa. Sebagaimana asas kapitalisme, bahwa yang memiliki uanglah yang berkuasa. Justru disebabkan karena sistem inilah, rakyat yang sebagian besar golongan menengah ke bawah akan selalu tertindas dan terdzalimi. Di setiap masa pemerintahan yang ada, ketika negara itu masih menggunakan kapitalis sekuler maka selama itulah rakyat mayoritas tidak akan mengalami perubahan kondisi kehidupan.
Dalam pandangan demokrasi sekuler, rakyat hanya menjadi 'hidangan' yang hendak disantap di kala musim pemilihan penguasa tiba. Ketika masa pemilihan itu lewat, maka rakyatpun terlupakan. Para penguasa yang terpilihpun tak memperhatikan keluhan dan ratapan mereka. Yang miskin semakin miskin dan yang kaya makin kaya. Kondisi ini makin terlihat miris ketika jarak antara si miskin dan si kaya terpaut sangat jauh. Calon penguasa akan sibuk memberikan sembako gratis saat kampanye tiba. Inilah sebabnya proses pemilihan penguasa dalam sistem demokrasi amatlah mahal. Tak heran ketika mereka telah terpilih duduk di atas singgasana, korupsi pun kian subur. Sebab lainnya, dikarenakan merekalah yang menbuat hukum dan aturan yang akan diterapkan kepada rakyat, yang awalnya mereka jadikan rebutan. Hal tersebut pasti akan berdampak terhadap pembuatan aturan, sistem sanksi dan hukumnya. Karena di masa itu akan selalu berlangsung politik dagang sapi. Siapa yang memiliki kepentingan, dialah yang berhak untuk bernegosiasi tentang aturan yang akan diterapkan. Lantas bagaimana nasib rakyat? Akan selalu sama seperti kondisi sebelumnya.
Oleh karena itulah, persatuan rakyat yang telah mengalami tekanan yang bertubi-tubi adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Dimana persatuan itu membutuhkan tujuan yang jelas dan mampu membuat mereka bangkit menuju perubahan yang hakiki. Apakah dengan sistem demokrasi kapitalis sekuler mampu membuat persatuan umat bertahan? Tentu tidak. Karena asasnya yang tak manusiawi dan tidak memuaskan akal, justru akan membuat suatu negara akan terus berada dalam keterpurukan. Kebangkitan rakyat dan perubahan negara tidak akan pernah terwujud selama masih menerapkan sistem kapitalis sekuler. Karena rakyat sebagai obyek diterapkannya aturan hanya akan menjadi santapan penguasa ketika musim kampanye tiba.
Islam, Arah Kebangkitan Umat Yang Hakiki
Sangatlah bertolak belakang dengan sistem kapitalis sekuler, yang memisahkan agama dalam kehidupan. Islam memandang bahwa rakyat adalah obyek yang harus diurus dan diberikan perlindungan. Penguasa sebagai motor penggerak negara adalah pelayan rakyat, dimana apapun kebutuhan rakyat wajib dipenuhi oleh negara. Kebangkitan rakyat dan perubahan yang hakiki membutuhkan 3 pilar utama. Yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan peran negara. Ketakwaan individu adalah modal dasar bagi negara, bahwa rakyatnya adalah sosok individu yang taat terhadap aturan Sang Pencipta manusia. Ketakutan individu itu pada PenciptaNya akan menjadikan dia untuk selalu tunduk dan patuh terhadap penguasa sebagai implementasi wujud dari pemimpin. Ketika individu itu terikat terhadap syariahNya, maka akan dengan otomatis segala perbuatan dia akan terkontrol. Karena dia paham bagaimana penghisaban kelak di akhirat. Penguasa pun tak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat karena ia pun terikat dengan syariah. Karena itu, di dalam Islam yang bertindak sebagai pembuat aturan jelas bukan manusia, tetapi Pencipta manusia. Sebab, penguasa dipilih hanya untuk melayani rakyat dan segala kebutuhannya, bukan untuk membuat aturan.
Yang kedua adalah kontrol masyarakat. Ini yang menjadi hal yang krusial bagi keberlanjutan sebuah negara. Karena masyarakat tidak hanya sebagai penonton ketika ada kedzaliman terjadi. Muhasabah terhadap pemimpinnya akan senantiasa dilakukan demi terciptanya hubungan yang baik antara rakyat dan penguasa. Tanpa kontrol masyarakat, penguasa bisa bertindak seenaknya. Dan yang ketiga, peran negara. Wajib dipahami bersama, bahwa negara adalah pelindung dan pengayom rakyat. Bukan seperti hirarki atasan dan bawahan. Negara adalah implementasi aturan dari Pencipta manusia. Oleh karenanya negara tidak akan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat. Bahkan wajib bagi negara untuk memenuhi segala kebutuhan pokok masyarakatnya.
Semua hal diatas tidak akan terwujud, ketika Islam tidak menjadi aturan dalam kehidupan. Sebagaimana ayat terakhir diturunkan oleh Allah SWT saat haji wada' Rasulullah.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." [TQS Al Maidah: 3]
Kebangkitan umat pasti akan terwujud, ketika Islam yanh dijadikan landasan dalam bernegara, bukan sistem kapitalis sekuler yang justru menjadi akar kerusakan dalam kehidupan. Wallahu’alam.
drg. Endartini Kusumastuti
(Praktisi Kesehatan Kota Kendari)