Oleh: Nia Faeyza
(Menulis Asyik Cilacap)
Ditengah menghimpitnya beban ekonomi, keluarga harus dihadapkan dengan permasalahan perceraian. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin itu pribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi ini.
Dalam satu hari 30-40 pasangan suami istri (pasutri) di Cilacap mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama kelas 1A Cilacap. Sejak awal tahun 2019 setidaknya sudah ada sebanyak 2.082 pendaftar perceraian.
Panitera Muda Gugatan Kantor Pengadilan Agama Cilacap, Miftahul Hilal mengatakan, rata-rata kasus perceraian didominasi oleh cerai gugat. Dimana sekitar 75 persen dari kasus yang ada merupakan cerai yang diajukan oleh istri.
Faktor ekonomi masih menjadi pengaruh utama dalam kasus perceraian di Cilacap. Seperti yang diketahui Cilacap sendiri merupakan salah satu kantong Tenaga Kejra Indonesia (TKI), dari situ beberapa kasus perceraian terjadi.
"Kebanyakan faktor ekonomi, salah satunya seperti perempuan berangkat ke luar negeri, suami di rumah nganggur. Kemudian setelah dikirim uang tidak digunakan dengan semestinya, akhirnya terjadi perselisihan." Ujarnya
(ahmad@satelitpost.com)
Pernikahan adalah bagian dari sunah Rosulullah saw yang sangat diutamakan, bahkan bisa dikatakan ibadah terpanjang atau terlama.
Rumah tangga seharusnya dibangun atas kemauan untuk menyempurnakan agama dan mengikuti perintah Allah.
Pernikahan sebenarnya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan diantara kedua pasangan, melainkan juga sebagai ibadah. Dimana seorang suami dan istri memiliki hak dan kewajiban satu sama lain. Selain itu menikah akan membuat orang merasa tentram dan bahagia.
Semua orang mungkin mendambakan pernikahan yang ideal. Seperti pernikahan Rosulullah dan Khadijah. Namun untuk mewujudkan semua itu amat sangat sulit , karena saat ini kita hidup di zaman sekuler. Zaman yang memutarbalikkan segalanya. Dimana seorang suami yang seharusnya keluar rumah untuk menjemput rizki , malah sebaliknya. Sistem saat ini memaksa wanita keluar rumah untuk mencari uang.
Sistem saat ini telah merenggut gelar mulia seorang wanita sebagai "ummu warobatul bait".
Istri yang seharusnya menjadi 'tulang rusuk', malah menjadi 'tulang punggung'.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya" (QS. Ath-thalaq: 7)
Selain karena faktor ekonomi, wanita juga digiring untuk mengikuti citra wanita Barat berdasarkan jati diri dan pandangan hidup yang sekuler. Pandangan hidup kapitalisme buatan manusia menilai persoalan kecantikan dari sisi uang dan manfaat. Industri alat-alat kecantikan, kosmetik, fesyen, bisnis operasi plastik, dan produk diet di Barat didukung oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki aset jutaan dolar.
Dan melibatkan bahkan menjadikan wanita sebagai obyek utama. Contohnya banyak sekali iklan di tv yang terkesan tidak nyambung. Karena yang diiklankan adalah oli, tapi modelnya ko wanita seksi.
Dan banyak wanita yang terpesona dengan kehidupan ala-ala Barat ini. Tanpa mereka sadari, bahwa sebenarnya merekalah yang menjadi korban. Mereka hanya dijadikan obyek dagangan belaka.
Inilah biang dari segala biang kerusakan yang terjadi saat ini. Karena negara tidak bisa meri'ayah rakyatnya. Tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang mumpuni. Karena SDA dikuasai oleh Asing, sehingga negara hanya jadi boneka.
Berbeda dengan sistem islam. Dalam sistem islam, SDA sepenuhnya dikelola oleh negara, untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga lapangan kerja akan tersedia dan angka perceraian akan minim.
Untuk itu kuburlah dalam-dalam aturan sekuler ini dan gandenglah aturan islam. Karena islam solusi hakiki dari semua permasalahan.
wallahu a'lam bish-showab