Kotributor: Vio Ani Suwarni
Alhamdulillah, Ahad, 21 April 2019 Muslimah Perindu Surga Karawang menggelar acara Kajian Muslimah khusus untuk muslimah yang bertemakan "Kartini Perindu Surga". Bertempat di Masjid Jamie Al-Ikhlas, Jalan Raya Proklamasi, Kampung Kaceot II, Kelurahan Tunggak Jati, Kecamatan Karawang Barat - Karawang.
Di pagi hari yang sangat cerah, para peserta berdatangan menghadiri Kajian Muslimah: Muslimah Perindu Surga Karawang. Kurang lebih 100 orang peserta menghadiri acara tersebut dengan semangat yang sangat menggelora. Tentu saja acara kajian tidak hanya dihadiri oleh para ummu warobbatul bayyit saja. Tidak mau ketinggalan para calon ibupun ikut ambil bagian dalam kajian bulanan yang In Shaa Allah mendapatkan keberkahan.
Acara dibuka oleh Ustazah Maryati selaku MC yang akan memandu jalannya kajian. Sebelum penyampaian materi oleh narasumber, acara diisi dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan oleh Ukhty Nina. Untuk menambah kesyahduan kajian, lantunan Shalawat Asyghil pun di dilantunkan oleh para peserta kajian dan dipimpin oleh Ustazah Rukmini dan Ustazah Warsah.
Tampil sebagai narasumber Ustazah Siti Rahmah, Teh Siti sapaan hangat beliau. Teh Siti menyampaikan bahwa 21 April dijadikan sebagai "Hari Kartini" yang sudah tentu identik dengan kebaya, konde dan kain carik. Apakah hanya sebatas 3 hal itu saja? Ternyata jauh melebihi itu, Ibu Kartini seorang pelopor pendidikan yang memiliki segudang harapan untuk kaum perempuan. Alih-alih harapan terealisasikan, justru terjadi pengaburan makna harapan. Ibu Kita Kartini sangat mengharapkan perempuan bisa menyenyam pendidikan yang tinggi, memiliki ilmu yang luas dan pengetahuan yang mendalam. Harapan ini justru dibenturkan dengan faham "emansipasi".
Faham ini jutru berpandangan harus mensejajarkan laki-laki dan perempuan. Maka tak heran banyak perempuan yang bekerja, karena ingin sejajar dengan laki-laki. Bahkan yang lebih parahnya lagi, terbaliknya fungsi utama seorang perempuan, yang seharusnya menjadi tulang rusuk, kini beralih fungsi menjadi tulang punggung. Banyak perempuan yang bekerja, tapi laki-laki diam di rumah saja. Lantas siapakah pengusung faham tersebut? Siapa lagi kalau bukan para kaum Liberal, yang mencoba mengkaburkan makna harapan dari Ibu kita Kartini.
Pada tahun 1902 Ibu Kartini mengirim surat kepada Prof. Anton yang berisi bahwasannya beliau sangat berharap adanya pengajaran untuk kaum perempuan. Para perempuan mendapatkan pengajaran, agar lebih cakap mendidik generasi peradaban. Bukan bermaksud menyaingi laki-laki. "Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak perempuan itu menjadi saingan laki-kaki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tanggannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama". (Surat Kepada Prof. Anton dan Nyonya, 04 Oktober 1902). Hari ini kita jumpai, banyak ibu bekerja, sehingga anak dan suami tidak mendapatkan perhatian yang maksimal.
Selain mengirim surat ke Prof. Anton, Ibu Kartini juga mengirim surat ke Nyonya Abondenen yang berisi, aku hanya ingin berbakti kepada Tuhanku. Dari pemaparan yang sudah disampaikan kita bisa melihat ada dua cita-cita yang diharapkan oleh beliau. Pertama yakni beliau berharap adanya pengajaran untuk kaum perempuan dan yang kedua beliau ingin berbakti kepada Tuhan. Tentu saja cita-cita Ibu Kartini ini sejalan dengan Syariat Islam. Islam sudah memberikan perhatian kepada perempuan, semenjak Islam datang ke muka bumi ini. Buktinya, ketika Rasulullah SAW mendapatkan wahyu yang pertama dari Allah SWT, beliau langsung memberi kabar kepada istrinya Khadijah. Selain itu Islam juga mewajibkan menuntut ilmu untuk seluruh kaum muslim, baik itu muslim laki-laki maupun muslim perempuan. Jadi perempuan sudah mendapatkan perhatian dari Islam, jauh sebelum Ibu Kartini mengharapkan pengajaran untuk kaum perempuan.
Begitu besarnya perhatian Islam pada perempuan ini dapat dibuktikan dengan kejeniusan Aisyah R.A yang meriwayatkan banyak hadist, diantaranya sebanyak 2200 hadist. Nama beliau termasuk 4 orang sahabat dan shahabiah yang meriwayatkan banyak hadist, seperti Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Annas Bin Malik dan tentu saja Aisyah R.A. Selain itu, Rasulullah SAW memberikan pengajaran kepada kaum perempuan yakni kepada Fatimah Al Fikri yang mendirikan Universitas Kurawiyyun. Nafisa Binti Hasan yang merupakan salah satu guru dari Imam Syafi'i. Kita juga banyak menjumpai, para ahli yang notabene adalah seoarang perempuan, Lobana, ahli matematika, sastrawan dan seorang pustakawan. Mariam Al-Astrolable seorang ahli perbintangan.
Pendidikan yang tinggi, keilmuan yang luas dan pengetahuan yang mendalam, bukanlah untuk meninggalkan kodratnya sebagai seorang perempuan (Ummu Warobbatul Bayyit). Akan tetapi untuk mencetak generasi yang hebat, karena anak yang hebat lahir dari ibu yang hebat pula. Seorang perempuan harus senantiasa menjalankan kewajibannya, berbakti kepada suaminya, berkontribusi di tengah-tengah masyarakat dan juga menjadi Ummu Warobbatul Bayyit tentunya. Diantara perannya sebagai seorang hamba, seorang ibu, seorang istri dan seorang makhluk sosial. Peran sebagai ibu dan pengatur rumah tanggalah yang merupakan fungsi seorang perempuan.
Kerusakan rumah tangga, kerusakan generasi, kerusakan peradaban, kerusakan negara akan selalu terjadi jika perempuan meninggalkan kodratnya. Jika masih bertahan dengan ide emansipasi tentu saja banyak kerusakan yang akan terjadi. Akan tetapi, jika pola pikir ibu sesuai dengan Syariat Islam, maka akan melahirkan pemikiran yang cerdas dan perempuan akan lebih cakap mendidik anak-anaknya. Kesuksesan seorang perempuan hanya bisa di dapatkan di dalam rumahnya, bukan di luar rumahnya.
Setelah pemaparan materi dari Ustazah Siti, sesi tanya jawab pun berlangsung antara peserta dan pemateri di pandu oleh MC. Setelah sesi tanya jawab, acara ditutup dengan pembacaan do'a yang dipimpin oleh Ustazah Sanem. Terakhir Ustazah Maryati menutup dengan istigfar, do'a kafaratul majelis dan hamdalah. Acara kajian ditutup dengan foto bersama antara peserta kajian, pemateri dan para panitia.