Oleh: Rizka Agnia Ibrahim
Menteri Pendidikan Israel, Naftali Bennett, Menteri Kehakiman, Ayelet Shaked. Keduanya dari partai sayap kanan Hayemin Hehadash, menyerukan militer Israel untuk meningkatkan serangannya terhadap kantong Gaza yang dikepung, dikutip dari Middle Ast Monitor (26/3)
Haaretz melaporkan, serangan udara balasan yang dikerahkan ke target Hamas di jalur Gaza, setelah roket dari Gaza menghantam ibukota Israel hari Senin sebelumnya.
Selain Gaza yang tertindas, ada kasus pembantaian sadis yang kembali mencuat. Etnis Fulani menjadi korban pembantaian kelompok Dogon di Mali, Republik Mali, Afrika Selatan. Ada sekitar 160 korban tewas karena serangan tersebut.
“Serangan mengerikan ini menandai lonjakan yang signifikan dalam serangan kasus kekerasan dilakukan oleh mereka (kelompok bersenjata)yang menyebut dirinya ‘kelompok pertahanan diri’. Mereka tampaknya berusaha membasmi kelompok-ekstremis brutal,” kata juru bicara kantor HAM PBB, Ravina Shamdasani, dikutip dari Aljazeera, Rabu (27/3)
Itu hanya gambaran singkat bahwa kaum Muslimin di muka bumi ini tertindas, memiliki kualitas yang sangat menyedihkan, tidak bisa bersatu padu mengentaskan problematika. Semuanya tersekat, dan sekat itulah yang membuat tekad bersatu menjadi terjerat, tak mampu bergerak. Jumlah umat Islam sangatlah besar, namun secara politik tak mampu bersatu menjadi sebuah negara adidaya. Meskipun mayoritas negeri Islam merdeka secara formal, tapi masih belum bisa independen, terjajah sangat parah, bukti-bukti ketertindasan sangat jelas, dan tunduk pada negara imperialis. Sebagian besar penguasa negeri Islam adalah penguasa diktator yang refresif dan mengabdi pada Barat.
Ikatan kebangsaan (nasionalisme) menjadi penyebab utama kelemahan kaum Muslimin di seluruh dunia. Saat pola pikir manusia mulai merosot, tumbuhlah sekat ini di masyarakat ketika mereka tinggal dalam satu wilayah tertentu dan tidak beranjak. Ikatan yang sepintas terlihat sangat bagus, ternyata ikatan inilah yang paling rendah dan lemah nilainya. Akan muncul ketika ada ancaman dari pihak asing, akan tetapi ketika kembali aman, sirnalah kekuatan itu. Ikatan seperti ini hanyalah bersifat temporal dan emosional, bukan pilihan terbaik untuk mengikat dan menjadikan umat bersatu.
Kita bisa menarik benang merah, Muslim sering mendapatkan perlakuan diskriminatif, ditekan secara politik juga ekonomi, penindasan secara fisik yang tanpa henti hingga mati, bahkan menghadapi genosida secara sistemik.
Sungguh tidak mengherankan meski jumlah umat Islam begitu besar, tapi tidak mampu untuk saling membebaskan sesama saudara yang tertindas, seperti Palestina. Syiria, Rohingya, dan Muslim lainnya yang terzalimi. Gambaran hadis Rasulullah yang mengetengahkan kondisi umat Islam hari ini sangatlah benar. Ibarat makanan yang dikerubungi oleh musuh-musuh yang lebih sadis dari hewan buas. Kini kaum Muslimin seperti buih di lautan, lebih terlihat lemahnya daripada kekuatan yang terhimpun.
Kenaikan populasi umat Islam tak terasa berarti, jika tidak ada sebuah kekuatan besar yang mempersatukan dan mengonganisir dengan tepat. Hari ini seruan Khilafah mengguncang dunia, geliat umat mulai terasa merindukan sebuah institusi yang kokoh. Masihkah kita mau tersekat dalam lingkup negara bangsa, dan tak peduli dengan saudara yang sengsara? Umat Islam hanya mampu bergerak secara individu untuk saat ini agar bisa berbagi beban dengan mereka yang tak satu negara tapi jelas seagama.
Dengan Khilafah, umat yang besar ini akan terhimpun dari serak, terikat kokoh dan tentu akan melahirkan kekuatan yang dahsyat untuk menyelamatkan mereka yang tertindas, tentu Khilafah pulalah yang bisa menyejahterakan dunia, hidup berdampingan dengan aman. Khilafah akan membawa umat pada persatuan yang integral dalam semua sistem kehidupan. Wallahu a’lam.