Oleh: Deasy Rosnawati, S.T.P
(Narasumber Mom’s Room Tegar TV)
Menjaga kemaluan adalah perintah Allah SWT. Allah berfirman dalam surat an-Nur (24) ayat 30, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; …” T.Q.S An Nur (24) : 30
Juga dalam surat an-Nur (24) ayat 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,…” T.Q.S An-Nur (24) : 31
Menjaga kemaluan artinya menjaganya agar tidak dilihat atau disentuh kecuali oleh orang-orang yang berhak. Meski perintah menjaga kemaluan dalam surat an-Nur (24) ayat 30 dan 31 tersebut ditujukan kepada laki-laki dan perempuan dewasa, namun dalam seperangkat hukum kafalah (pengasuhan anak) kita justru mendapati bahwa islam menjaga seseorang, sejak bayi, tidak akan dilihat dan disentuh kemaluannya, kecuali oleh orang yang berhak; ketika hukum pengasuhan anak dijalankan dengan baik.
Dalam hukum pengasuhan anak, kita dapati pembahasan bahwa orang yang berhak menyentuh kemaluan anak hanyalah hadin; yaitu para pelaku hadlonah. Sebab, hadlonah sendiri bermakna merawat dan melayani, yang aktivitasnya meliputi memandikan anak, memakaiakan pakaian, menyuapi, membersihkan kemaluan setelah buang hajat, menggendong, meninabobo dsb.
Karena hadlonah adalah hak, maka tidak sembarang orang boleh menunaikannya. Dalam kitab an-Nizhamul ijtima’i fil Islam, bab kafalatu tifli, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani merinci secara detil dan runut siapa saja kah orang-orang yang berhak menjadi hadin tersebut.
Hadin pada urutan pertama adalah ibu. Lalu, ibunya ibu pada urutan kedua, lalu ibunya ibunya ibu dst ke-atas. Mereka semua masuk dalam sebutan ibu.
Bila tidak ada kelompok ibu, hadlonah berpindah kepada ayah. Lalu, ibunya ayah. Lalu ayahnya ayah (kakek), lalu ibunya kakek dst pada garis ayah.
Bila kelompok ini tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada saudara perempuan sekandung, lalu saudara perempuan sebapak, lalu saudara perempuan seibu.
Bila saudara perempuan tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada saudara laki-laki sekandung, lalu saudara laki-laki sebapak. Lalu anak dari saudara laki-laki sekandung dan anak dari saudara laki-laki sebapak. Sementara saudara laki-laki seibu tidak memiliki hak hadlonah.
Bila mereka semua tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada kholah/bibi, yaitu saudara perempuan ibu. Bila kholah tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada Ammah, yaitu saudara perempuan ayah.
Bila khollah dan amah tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada ammun, yaitu saudara laki-laki ayah yang sekandung, lalu ammun yang sebapak dengan ayah. Sedang ammun yang seibu dengan ayah tidak memiliki hak hadlonah.
Bila kelompok inipun tidak ada, maka hadlonah berpindah kepada kholahnya ibu, lalu kholahnya ayah, lalu ammahnya ibu. Sementara ammahnya ayah tidak memiliki hak hadlonah.
Inilah urutan secara langkap orang-orang yang memiliki hak dalam hadlonah. Selanjutnya, bila seorang hadin terhalang melakukan hadlonah, maka hak tersebut berpindah kepada hadin urutan berikutnya. Demikian seterusnya. Hadin tidak boleh berpindah ke sembarang orang seperti pembantu, baby sitter atau day care. Sebab hadlonah adalah hak. Ketentuan ini serupa dengan hak istri dalam melayani suami yang tidak boleh dipindahkan kepada perempuan lain.
Selanjutnya hadlonah, selain sebagai hak, ia pun merupakan kewajiban. Artinya, orang yang ditetapkan oleh syari’at paling berhak melakukannya, maka orang tersebut, tidak boleh mangkir darinya. Ia tidak boleh menolak melakukan hadlonah dengan alasan tidak mau. Dan hadlonah tidak akan berpindah ke urutan berikutnya, kecuali hadin sebelumnya meninggal, atau hadin sebelumnya tidak kapabel atau hadin sebelumnya tengah melaksanakan kewajiban lain yang mengharuskan dia yang melakukannya. Maka hadlonah, tidak akan pindah ke urutan berikutnya kecuali terdapat alasan syar’iy tersebut.
Dengan pengaturan hadlonah sedetil ini, jelas menunjukkan bahwa islam, sejak awal telah menutup pintu bagi sembarang orang untuk bisa menyentuh kemaluan seorang anak.
Oleh karena itu, hukum hadlonah ini, wajib dijalankan dengan baik, agar mudah bagi kita menanamkan rasa malu pada anak-anak kita. Serta mudah mengajari mereka menutup aurat karena dorongan rasa malu tersebut.
Selanjutnya, yang juga harus kita lakukan untuk tujuan menjaga kemaluan anak adalah, kita harus kenalkan dan dekatkan anak-anak kita dengan mahromnya, seraya menjaga mereka bergaul akrab dengan non mahrom. Tidak berikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan non mahrom, serta tidak berkhalwat (berdua-duaan) dengan mereka. Tentu disertai penjelasan dalil-dalil mengenai hal tersebut, dengan penjelasan yang terjangkau oleh nalar mereka.
Semoga kita menjadi orang tua yang amanah, yang mampu mengajari anak-anak kita bagaimana menjaga kehormatan dan memelihara kemaluan.
Wallahua’lam.
---
[Like and share, semoga menjadi amal sholih]
---
Join Komunitas Muslimah Cinta Islam Lampung di:
⬇️⬇️⬇️
Facebook: fb.com/DakwahMCI
Telegram: t.me/MuslimahCintaIslam
Instagram: @muslimah.cintaislam
---