Islamophobia, Kejahatan Barat, dan Harapan Dunia Islam


Rizki Sahana

(Blogger, Member AMK Regional Bekasi)


Pasca tragedi berdarah di Christchurch pertengahan Maret yang lalu, pihak Facebook kini sedang mempertimbangkan untuk memperketat aturan penggunaan Facebook Live, demi mencegah terulangnya kejadian serupa (www.tekno.kompas.com). Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg, menyatakan, Facebook juga turut berupaya mengembangkan teknologi baru agar bisa mengindentifikasi video atau gambar dengan konten kekerasan, lalu mencegah peredaran konten terkait di jejaring sosialnya.


Respon tersebut sesungguhnya adalah follow up atas apa yang dilakukan oleh PM New Zaeland beberapa saat pasca penembakan. Jacinda Ardern mendesak media sosial untuk menghapus video penembakan di Christchurch. Tak lama, platform raksasa media sosial, Facebook dan Youtube, bekerjasama dengan kepolisian New Zaeland dengan sigap dan kompak menghapus rekaman video penembakan dengan dalih mengandung konten kekerasan. Dalam 24 jam pertama pasca penembakan, Facebook telah menghapus 1,5 juta video secara global. Platform lain di New Zaeland seperti Sky New Zealand dan Valve juga telah menghapus konten seputar tragedi di negaranya. 


Islamophobia lagi-lagi menjadi pemicu kejahatan terhadap dunia Islam. Dua masjid di Christchurch, Al Noor dan Linwood, hanyalah sedikit bukti yang menjadi saksi kekejian terhadap kaum Muslim. Dengan terang benderang, pelaku penembakan keji di Al Noor dan Linwood, Brenton Harrison Tarrant (28 tahun), memublikasikan manifesto anti-Islam sesaat sebelum melakukan aksinya. Dalam manifesto berjudul The Great Replacement tersebut, Tarrant menyatakan pandangan anti-imigran, anti-muslim dan penjelasan mengapa serangan itu dilakukannya.


Menanggapi serangan teror tersebut, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Jumat (15/3/2019), menyatakan bahwa permusuhan terhadap Islam meningkat. Selanjutnya, Erdogan mendesak Barat agar bangkit melawan rasisme, xenofobia dan Islamophobia. Menurutnya, selama ini Islamophobia dan xenofobia diterima dengan kebungkaman di Eropa dan di belahan lain dunia Barat (indonesiainside.id).


Pertanyaannya, bisakah kita berharap kepada Barat untuk melawan Islamophobia yang telah melahirkan berbagai kejahatan di seluruh dunia Islam? 


Kenyataannya, Barat bukan hanya bungkam, tapi juga mendorong bahkan memproduksi Islamophobia. Serangkaian cuitan Senator Australia, Fraser Anning, di Twitter misalnya, adalah bukti nyata permusuhan terhadap Islam yang tak terbantahkan. Anning justru menyalahkan muslim dalam tragedi berdarah paling kelam di Selandia Baru itu, menuding Islam sebagai ideologi yang kejam, dan menyebut Islam sebagai agama fasis. Sementara itu Presiden AS, Donald Trump, meski menyatakan belasungkawanya, tetap menolak untuk mengecam supremasi kulit putih yang ditengarai berada di balik serangan. Trump juga enggan secara jelas memberikan simpatinya kepada komunitas Muslim New Zaeland.


Lebih jauh, kebijakan politik negara-negara Barat (yang dikomandoi AS) serta propaganda antiterorisme yang melibatkan media secara luas baik langsung maupun tidak langsung, telah memproduksi Islamophobia hingga mendunia. Stigmatisasi Barat terhadap Islam dan umatnya (terutama gerakan-gerakan Islam) sebagai sponsor utama terorisme global pasca tragedi 9/11 adalah fakta tak terelakkan. Barat menciptakan opini publik, melakukan pembunuhan karakter hingga penamaan (labelling) bahwa Islam dan umatnya adalah aktor intelektual yang menghalalkan aksi-aksi teror dalam meraih tujuannya.


Mirisnya, negeri-negeri muslim mengamini kebijakan tersebut. Di tanah air, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) latah mengikuti arus mainstream dengan menyaring ratusan postingan terkait aksi penembakan di Christchurch di berbagai platform medsos seperti Facebook, Instagram, hingga Twitter. Kominfo juga turut memberikan himbauan kepada pengguna media sosial untuk tidak ikut menyebarkan video mengandung konten kekerasan karena melanggar UU ITE. 


Sungguh, tampak jelas sebuah upaya sistematis untuk mengkaburkan pelaku kejahatan dan teror yang sebenarnya. Karena itu, mustahil mengandalkan Barat untuk melawan lebih-lebih menghentikan Islamophobia. Karena kenyataannya, justru Barat-lah creator utama Islamophobia global!


Dalam Islam, hukum asal darah seorang muslim adalah terlindungi dan haram untuk ditumpahkan, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam berwasiat pada haji wada’, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian telah diharamkan atas kalian (untuk dilanggar), seperti haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian (Dzulhijjah) ini, di negeri kalian (Mekkah) ini.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)


Dalam hadits lain Rasulullah menegaskan bahwa jiwa seorang muslim sangat berharga di sisi Allah Ta’ala. Sampai-sampai Rasul mengatakan, “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.” (Riwayat An Nasai)


Bahkan, jangankan menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa seorang muslim, sekedar menciderai kehormatannya saja sudah sangat dilarang oleh syariat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam pernah bersabda, “Mencaci-maki seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Maka, harapan satu-satunya dunia Islam hanya tertuju kepada entitas politik Islam yang menegakkan syariat Islam, yang pernah eksis dan berkuasa hingga belasan abad lamanya. Yakni kepemimpinan Islam yang tegak sejak Rasulullah hijrah ke Madinah hingga Kekhilafahan yang terakhir, yakni Turki Utsmani, sebelum runtuh melalui penghianatan Mustafa Kemal At Taturk. Sungguh saat itu, darah dan kehormatan kaum muslim terpelihara. Tak ada satu pun kekuatan yang berani menumpahkan darah seorang muslim melainkan akan berhadapan dengan negara adidaya Khilafah.


Khilafah yang agung akan menjaga nyawa seluruh rakyatnya. Bahkan bukan hanya nyawa manusia, Khilafah juga memperhatikan nyawa makhluk Allah secara umum. Dalam sebuah kisah, diceritakan bahwa Umar bin Khaththab sangat khawatir kalau-kalau ada unta yang terperosok akibat jalan yang rusak. Karenanya, terhadap pelaku pembunuhan apalagi para penjahat keji yang membantai banyak orang, Khalifah akan bertindak tegas, memberikan sanksi yang setimpal sesuai syariat Islam.


Khilafah adalah perisai (junnah), yang umat berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Ia adalah pelindung umat dari segala bahaya (dharar) yang menimpa harta, jiwa, kehormatan, akal, dan agamanya. Sungguh tanpanya, harta, jiwa dan kehormatan umat lenyap, sebagaimana lenyap pula kebesaran dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam. Wallahu a'lam[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak