Islamofobia, Propaganda Barat Memusuhi Islam

Oleh : Sartinah ( Pemerhati Umat)


Teror dan Kebencian akan semua hal yang berbau Islam, kini menjangkiti negara-negara barat. Tak hanya barat, negeri-negeri muslim pun tidak luput terpapar wabah islamofobia. Narasi buruk tentang Islam terus saja dipropagandakan, hingga mencipta kebencian barat terhadap agama mulia ini. Yang kemudian memunculkan aksi -aksi kekerasan bahkan pembantaian terhadap kaum muslim di seluruh dunia. Alih-alih memerangi ekstremisme, kaum barat justru menjadi pihak yang paling banyak melakukan tindakan biadab.


Hal ini dapat disaksikan dari banyaknya teror dan kekerasan terhadap kaum muslim. Seperti yang terjadi di kota Birmingham, Inggris, pada Kamis dini hari (21/3). Terlihat seorang bersenjatakan palu godam diperkirakan merusak empat masjid di kota tersebut. Pengrusakan tersebut terjadi seminggu setelah penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.


Laporan pertama diterima kepolisian West Midlands, yang membawahi Birmingham dan sekitarnya, pada pukul 02:30. Sekitar 45 menit kemudian, polisi menerima laporan kedua terkait adanya serangan serupa di masjid yang berlokasi di Slade Road, Erdington. Dua serangan serupa terjadi di masjid yang berada di Aston dan Perry Barr. (bbc.com)


Setali tiga uang dengan kejadian di  Inggris, teror kebencian pun terjadi di  Denmark, di mana pemimpin partai sayap kanan Denmark Starm Kurs, Rasmus Paludan, membakar salinan Alquran, Jumat (22/3). Hal itu dia lakukan sebagai bentuk protesnya atas sejumlah Muslim yang menunaikan salat Jumat di depan gedung parlemen negara tersebut.


Dilaporkan laman Anadolu Agency, sejumlah muslim di Denmark menggelar aksi solidaritas untuk para korban penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pekan lalu. Mereka berkumpul dan sempat menunaikan Salat Jumat di depan gedung parlemen Denmark. (REPUBLIKA.CO.ID)


Islamofobia sengaja diciptakan di seluruh dunia untuk menebar ketakutan terhadap simbol dan ajaran Islam. Hingga memupuk kebencian yang mendarah daging terhadap syariat-Nya, yang kemudian menciptakan fobia kronis dan melahirkan permusuhan terhadap pemeluk Islam. Tak cukup sampai di situ, kaum muslim selalu jadi pihak yang tertuduh atas peristiwa yang terjadi di dunia barat, dengan melekatkan label teroris pada kaum muslim.


Tak hanya dunia barat, di dalam negeri pun benih-benih islamofobia terus berkembang. Alergi terhadap syariat Islam mulai menyusup ke dalam pemikiran sebagian kaum muslim. Rasa curiga dan tidak ridha terhadap saudaranya yang memperjuangkan agama Allah terus berkembang, hingga menciptakan perpecahan terhadap sesama muslim. Kemudian terciptalah gelar-gelar horor yang dialamatkan pada mereka yang berusaha istiqamah terhadap syariah Islam serta menginginkan persatuan umat, yakni dengan sebutan konservatif, fundamentalis, radikal, anti NKRI, anti barat dan sebagainya.


Sistem sekuler demokrasi liberal yang mengusung asas kebebasan dan menjadi kebanggaan barat, terus berusaha menancapkan nilai-nilai liberalnya pada negeri-negeri muslim seluruh dunia, agar dianut dan dijadikan sebagai standar dalam menjalani kehidupan. Pada akhirnya muncul benih-benih islamofobia akut terutama di negara barat, yang melahirkan rasa kebencian dan ketakutan terhadap Islam dan kaum muslim. Dampaknya adalah merajalelanya aksi-aksi kekerasan terhadap kaum muslim.


Sayangnya, barat tak pernah bercermin bahwa sistem sekuler inilah yang menjadi biang kerok semua kerusakan dan kezaliman yang melanda dunia. Nilai-nilai cacat liberal telah merusak tatanan fitrah manusia sebagai makhluk yang berakal. Hingga banyak manusia tidak menggunakan akalnya, dan lebih mendahulukan hawa nafsunya. 


Sekali lagi, barat mungkin lupa bahwa dari semua kekerasan yang terjadi, kaum muslim selalu menjadi pihak yang paling dirugikan. Ibarat pepatah "Kuman di seberang lautan tampak jelas, gajah di pelupuk mata tidak terlihat." Negara barat selalu menunjuk-nunjuk wajah umat Islam, tapi mereka lupa akan bobroknya masyarakat barat sendiri karena nilai-nilai liberal yang mereka anut.


Parahnya lagi, meski tindak kekerasan bahkan pembunuhan telah mereka lakukan terhadap kaum muslim, seperti yang terjadi pada kaum muslim di Palestina, Suriah, Rohingya, Uyghur maupun Mali, tetap saja barat tak sudi disalahkan. Pada akhirnya, benar atau salah, kaum muslim tetap akan menjadi pihak yang tertuduh dan terzalimi.


Pada akhirnya, kaum muslim hanya jadi bulan-bulanan negara barat penderita virus islamofobia untuk dicaci maki, dihina dan direndahkan, bahkan dibantai tanpa rasa iba. Yang lebih miris, syariat Islam dianggap diskriminatif dan melanggar HAM hingga harus dimusuhi. Belum lagi bisunya para penguasa dunia terhadap teror dan kekerasan yang dialami kaum muslim, turut menambah perih luka yang telah diderita umat Islam.


Sistem sekuler ini pula yang telah menyebabkan tercampaknya syariat Islam dalam mengatur kehidupan. Dengan penerapan sistem sekuler demokrasi dan mendominasinya kehidupan liberal, maka perlahan namun pasti, Islam dianggap tak lagi sesuai dengan budaya barat dan akhirnya dijadikan kambing hitam atas semua konflik yang melanda dunia. Di samping islamofobia, berkembang pula  syariah fobia yang akhirnya memunculkan pertentangan terhadap syariat Islam. Agama mulia ini tetap akan jadi korban fitnah selama sistem ini masih diagungkan.


Pertanyaan selanjutnya adalah, dapatkah Islamofobia diatasi? Untuk menghapus jejak islamofobia, mesti menjadikan Islam sebagai solusi. Islamofobia hanya bisa dihentikan bila Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Karena Islam berasal dari Allah Swt yang membawa rahmat atas sekalian alam, hukum yang fitrah, menentramkan dan membawa damai. Jadi, Islam bukanlah agama buruk dan penyebab berbagai kerusakan dan konflik di dunia seperti yang dituduhkan para pembenci Islam selama ini. Syariat Allah adalah sebaik-baik aturan untuk mengatur kehidupan, karena keadilan dan kemuliaannya terhadap seluruh makhkuk.


Sejarah peradaban Islam telah membuktikan, tidak ada yang merasa terancam dengan penerapan Islam kaffah. Justru, baik muslim maupun kafir merasa aman dan terlindungi dalam naungan negara, bahkan tidak ada lagi xenofobia (Takut keberadaan orang asing). Seperti yang bisa disaksikan dari aspek peradaban Islam yang pernah mewarnai dunia, yakni  bagaimana perhatian khilafah terhadap seluruh masyarakat, baik muslim ataupun non muslim. 

Sebagaimana pernyataan  seorang orientalis dan sejarawan Kristen bernama T.W. Arnold dalam bukunya, The Preaching of Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith, dia banyak membeberkan fakta-fakta kehidupan dalam negara khilafah. “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan khilafah Turki Utsmani–selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani–telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa).” Tidak jauh berbeda, Karen Amstrong mengatakan bahwa kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di Andalusia. Dia mengatakan “Under Islam, the Jews had Enjoyed a golden age in al-Andalus.”


Sesungguhnya khilafah adalah representasi dari penerapan Islam. Sementara Islam adalah dinnul haq yang diturunkan Allah Swt Sang Maha Benar, sehingga mustahil menimbulkan kemudaratan, baik dalam penerapan maupun hukum-hukumnya. Harusnya dunia membuka mata melalui sejarah, untuk melihat bahwa Islam adalah agama damai yang akan membawa rahmat bagi semesta alam, jika syariatnya diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. 

Wallahu a'lam bishawab




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak