opi: Anggun Permatasari (aktivis dakwah)
Ada seorang suami yang qadarullah dikaruniai istri yang bisa melahirkan banyak keturunan, mengeluh karena semakin hari harga kebutuhan pokok semakin tak terjangkau. Biaya sekolah anak-anaknya seharga satu rumah sederhana di pinggiran ibu Kota. Dan sudah bertahun-tahun menikah masih saja berstatus “kontraktor” alias tak punya rumah. Namun, negara tempat dia dan keluarganya bermukim memberikan solusi dengan program keluarga berencana (KB) yang menganjurkan warganya untuk mempunyai dua orang anak saja.
Masalah lainnya adalah ketika harga sembako (sembilan bahan makanan pokok) melambung tinggi dan susah didapatkan. Kemudian negara malah memberi jalan keluar dengan kebijakan impor pangan dan pasar bebas. Konon katanya kita bisa mendapatkan barang kualitas bagus dengan harga terjangkau dan tak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk mendapatkannya. Dan sangat tidak masuk akal saat banyaknya pengangguran karena lapangan kerja terbatas. Tapi justru saat itu juga penguasa membuka peluang selebar-lebarnya kepada investor asing untuk berbisnis dan rakyat pun harus puas dengan hanya menjadi buruh dan pekerja kasar. Miris!
Realita seperti ini merupakan wajah buruk dari penerapan sistem demokrasi yang saat ini masih dipuja manusia-manusia jumud. Ironi sekali, sistem pemerintahan yang saat ini dipilih oleh mayoritas masyarakat di dunia bukannya memberi kesejahteraan hidup bagi masyarakat dan membuat bumi menjadi tempat paling nyaman untuk ditinggali tapi justru sebaliknya. Hanya segelintir orang yang bisa merasakan hidup layak, selebihnya justru hidup dalam bulan-bulanan sistem rusak demokrasi.
Demokrasi melahirkan paham-paham nyeleneh seperti sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan sehingga manusia tidak lagi melibatkan Allah swt. Sang Pemilik Hidup dalam kesehariannya. Paham Feminisme telah menghipnotis para wanita untuk berbuat semaunya dan tak mau terikat dengan syariat Islam. Mereka enggan menutup aurat, bebas bergaul dengan lawan jenis dan yang paling memprihatinkan adalah tidak menganggap institusi pernikahan sebagai jalan suci untuk mendapatkan keturunan. Menurut mereka untuk mempunyai anak tidak perlu susah-susah hamil dan melahirkan, cukup adopsi.
Dikutip dari media online republika.co.id., Tingkat kelahiran bayi di Jepang sangat rendah, sehingga populasi penduduk Jepang kembali mengalami penurunan yang drastis pada tahun ini. Diperkirakan jumlah bayi yang lahir pada 2018 turun menjadi 921 ribu, terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899. Ini juga terjadi di beberapa negara maju seperti Amerika dan Inggris.
Selain itu, kita semua sudah mafhum kalau sistem ekonomi kapitalis yang juga lahir dari demokrasi adalah biang kerok carut marut perekonomian global. Sistem demokrasi memproduksi manusia-manusia korup bin rakus yang menguasai harta rakyat. Perekonomian ribawi sangat menonjol dalam sistem ini dan merupakan salah satu pilar untuk kelangsungan hidup mereka.
Dalam sistem politiknya, demokrasi menghasilkan manusia-manusia bermuka dua, curang dan tidak amanah ketika berkuasa. Yang paling anyar yang sangat membuat kita muak adalah kisruh Pemilu 2019 yang diadakan tanggal 17 April 2019 lalu.
Dikutip dari tirto.id., “Penyelenggaraan pemilihan umum 2019 di sejumlah daerah mengalami kendala. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu.
Deretan kasus ini menunjukkan KPU gagal menjamin pemilu berjalan langsung. Dari data yang dihimpun oleh Tirto, setidaknya ada belasan kabupaten/kota yang terhambat melaksanakan pemilu karena kegagalan KPU tersebut.” Fakta tersebut membuktikan bahwa rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemilu sebagai sarana untuk melakukan perubahan (sekalipun hanya mengubah rezim).
Siapapun orangnya, kalau sistemnya masih menggunakan sistem demokrasi tidak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Demokrasi hanya berpihak pada penguasa yang akan melanggengkan penjajahan sistemisnya dalam segala aspek yaitu: politik, ekonomi maupun sosial budaya. Ini merupakan hipokrit demokrasi karena jargon andalan 'dari-oleh-untuk rakyat' tidak pernah benar-benar terealisasi. Padahal yang digunakan adalah uang rakyat, tenaga rakyat tapi pemilu hanya sebagai sarana bagi korporasi dan rezim untuk menguasai harta rakyat.
Seharusnya fakta-fakta di atas bisa membuka mata dan hati kita untuk segera berpaling dari sistem rusak demokrasi buatan manusia menuju sistem cemerlang buatan Sang Pemilik Hidup Allah swt. dan sudah dicontohkan nabi saw. selama tiga belas abad lamanya yaitu sistem kekhilafahan.
Sistem kekhilafahan tidak hanya melindungi kehidupan manusia, tapi hewan, tumbuhan serta alam semesta akan mendapat keberkahan. Karena Islam rahmatan lil alamiin hanya akan kita rasakan ketika syariat Islam dilaksanakan secara kaffah.
Dalam surat Al-A’raf ayat 96, Allah SWT berfirman, "Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
Wallahu a'lam bishowab.