Ilmu Sosial bukan Anak Tiri

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih


Masa keemasan peradaban Islam sering diindikasikan dengan berbagai kemajuan pada bidang ilmu-ilmu agama ( ushuluddin, tafsir, hadist, fiqih dan tasawuf) dan ilmu-ilmu alam atau sains ( astronomi, matematika, fisika, kimia, kedokteran dan sebagainya). Pertanyaan yang kemudian sering muncul, di mana posisi ilmu-ilmu sosial?


Ilmu-ilmu sosial berbeda dengan sains maupun ilmu-ilmu agama. Sains relatif netral dan ilmu-ilmu agama jelas bersumber dari Islam. Sedang ilmu-ilmu sosial sering tercampur aduk, antara kajian ilmiah dengan pandangan hidup. Ilmu sejarah atau sosiologi misalnya, sering hanya ditinjau dari sudut pemenang peradaban. Saat ini, dimana barat mendominasi, ilmu ini praktis memandang segala hal dari standar liberalisme. 


Karena itu lebih tepat bila umat muslim mengembangkan sendiri ilmu-ilmu sosial ini agar tidak menjadi " anak tiri" baik dari sisi ilmu sosialnya maupun dari kemuslimannya. Dan mereka memiliki sejumlah besar teladan di masa keemasan peradaban Islam.


Ilmu sejarah termasuk yang paling awal dipelajari oleh para sarjana muslim. Abu Muhammad Abdul Malik Ibnu Hisyam ( wafat 834 M) sudah menulis " Sirah Nabawiyah" sekaligus memulai suatu tradisi ilmu sejarah yang tidak sekedar menceritakan satu peristiwa dari sudut pandangnya, tetapi juga melengkapinya dengan metode periwayatan, suatu hal yang diadopsinya dari ilmi hadist. Terobosan Ibnu Hisyam kemudian dilanjutkan sejarawan muslim yang lain seperti Abul Hasan Ali ibn al-Husayn ibn ali al-Mas' udi( wafat 956 M) yang menulis karya agung " Muruj al-Zabab wa Muadin al-Jawhar" tentang kajian geografi sosial ( termasuk sejarah, sosiologi dan ekonomi) bangsa-bangsa di dunia, dari Mesir, Romawi, Perancis, Persia hingga India yang pernah dikunjunginya. 


Dari semua ilmuwan sosial muslim, tidak diragukan bahwa yang terbesar adalah Ibnu Kaldun. Abu Zayd abdur Rahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadrami ( 1332-1406 M) dari Tunisia adalah seorang polymath yang menguasai banyak keahlian sekaligus. Beliau adalah hafiz, fuqoha, astronom, geografer, matematikawan, sejarawan, sosiolog, ekonom dan negarawan. Bukunya yang paling terkenal adalah " Muqaddimah", di barat dijuduli " Prolegomenon" yaitu juz pertama dari tujuh juz buku sejarah dunia universalnya " kitab al-Ibar"


Sejarawan terkenal Inggris Arnold J. Toynbee menyebut Muqadimah sebagai karya terbesar dalam filsafat sejarah yang dibuat pikiran manusia sepanjang masa. Bahkan sejarawan Inggris lainnya, Robery Flint menulis bahwa Plato maupun Aristoteles belum mencapai jenjang kelimuan setaraf Ibnu Kaldun.


Di antara pemikiran jenius Ibnu Khaldun adalah ketika mendefinikan pemerintahan sebagai "institusi pencegahan kezaliman" adalah teori terbaik dalam ilmu politik. Sedang konsep Ibnu Khaldun dalam meramalkan kegagalan ekonomi pasar dinilai sebagai dasar-dasar sosionomi( sosiologi-ekonomi).


Era Rasulullah dan para sahabat dapat dianggap era perintis. Era khilafah hingga awal dinasti Abbasiyah adalah contoh era pembangun dengan ditandai berbagai capaian besar dalam politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Wallahu a' lam biashowab


Sumber: TSQ STORIES, Dr. ing. fahmi Amhar, edisi 2


#PostingBareng

#PeradabanIslam

#PeradabanLiterat

#MiladRevowriter

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak