Harga Pangan Naik dan Kebijakan yang Mencekik

Oleh : Ayyatul.S.N


Pada masa pilpres 2019 ini berita mengenai prestasi petahana serta kebijakan petahana kerap kali dipuji, namun juga kerap menuai kritikan pedas. Seperti pada janjinya  swasembada pangan, namun akhir-akhir ini bahan pangan terus melonjak dan membuat rumah tangga menjerit dalam memenuhi kebutuhan pangan. Janji presiden swasembada pangan dalam 3 tahun ini bertolak belakang dengan pernyataan sambutannya. Pada pembukaan Rapat Koordinasi dan Diskusi Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), di Istana Negara, Presiden Jokowi menuturkan “Kalau orang menginginkan langsung bisa swasembada, bisa langsung ketahanan kita meloncat baik, kedaulatan pangan kita langsung sehari- dua hari balikkan tangan jadi, tidak akan mungkin seperti itu. Perlu proses, perlu tahapan-tahapan,” kata Presiden Jokowi seperti dikutip laman setkab, Jakarta, Selasa (19/3). (economy.okezone.com)

Memang diperlukan proses serta tahapan untuk mewujudkannya tapi sampai kapan?

Kita mengetahui hingga saat ini pemerintah mengatasi melonjaknya bahan pangan dengan mengimpor. Yang artinya negeri ini masih bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan primernya. Sudah dari tahun ke tahun dan sudah beberapa kali pergantian Presiden. Melonjaknya harga pangan membuat para ibu rumah tangga memutar balikan otak untuk memenuhi kebutuhan dan membuat gerah, marah sebab tidak terpenuhi. Masih banyak rakyat dengan ekonomi menengah ke bawah yang kesulitan akibat adanya kenaikan harga pangan.

Mayoritas harga pangan meningkat dan bawang merah paling tinggi. harga bawang merah sebesar 5,92 persen atau sebesar Rp2.000 per kilogram (kg) menjadi Rp35.800 per kg. Selain bawang merah, harga bawang putih juga meningkat 2,23 persen atau Rp700 per kg menjadi Rp32.050 per kg. Sementara harga cabai merah besar naik 4,03 persen atau Rp1.250 per kg menjadi Rp32.300 per kg. Lalu harga cabai merah keriting naik 2,14 persen atau Rp600 per kg menjadi Rp28,700 per kg dan cabai rawit merah naik Rp150 per kg menjadi Rp38.500 per kg. Kenaikan harga juga terjadi pada minyak goreng kemasan bermerk 1, gula pasir premium, dan gula pasir lokal masing-masing menjadi Rp50 per kg. Harga minyak goreng menjadi Rp14.350 per kg, gula kualitas premium Rp14.750 per kg, dan gula pasir lokal Rp12.050 per kg. Sementara itu, harga cabai rawit hijau turun Rp450 per kg menjadi Rp32.550 per kg, sedangkan harga beras kualitas medium II, minyak goreng curah, dan minyak goreng kemasan bermerk 2 masing-masing Rp11.750 per kg, Rp11.350 per kg, dan Rp13.650 per kg. Senin, 25/3/2019 (cnnindonesia.com).

Kenaikan harga pangan ini dianggap biasa oleh pemerintah pasalnya wajar bila ada yang naik dan juga ada yang turun itu fluktuatif, disamping harga pangan yang meningkat Kementrian Pertanian (Kementan) justru mendukung sektor pertanian memasuki revolusi industri 4.0 melalui aplikasi dan kebijakan untuk mempermudah petani katanya, belum selesai masalah lain sudah membuat kebijakan baru yang belum pasti apakah dapat memakmurkan para petani. Begitulah bila mengadopsi ekonomi kapitalis berazaskan manfaat dan materi, melihat adanya peluang bisnis akan segera disambut. (finance.detik.com)

Masih lingkup Kementrian Pertanian, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy, mengunjungi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Karya Baru Bersama di Desa Beleke, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam rangka mendukung LKMA menyediakan Lembaga keuangan mikro untuk menyediakan sarana produksi pertanian. Juga memperjelas peran LKMA memberikan kredit lunak pada petani agar melakukan budidaya, yang akan membayar kreditnya setelah panen. Dan menghubungkan petani kepada bank-bank Indonesia agar petani menggunakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR). Bunganya sangat rendah yakni 7 persen pertahun. Sekaligus melakukan pembinaan agar petani lain mencontoh membentuk LKMA demi penguatan modal kelompok untuk usaha pertanian. (liputan6.com) seperti ini kebijakan yang dianut kapitalis yang dapat diterapkan disektor pertanian. Memang tampak menggiurkan, petani dipermudah agar dapat mengikuti system. Akan tetapi akan berujung mencekik dengan diberlakukan bunga meski sangat rendah tetap dalam pandangan islam itu riba dan riba jelas keharamannya.

Allah Subhana wa ta’ala berfirman : "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275).

Sampai kapan kebijakan yang mencekik rakyat dan menguntungkan para pro kapitalis ini? Sampai kapan rakyat terus didzalimi? Sampai kapan rakyat sengsara? Islam menawarkan solusi bagaimana mengatur bahan pangan yang dapat menyejahterakan rakyat. Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam menyatakan pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Sehingga pertanian adalah salah satu pondasi ekonomi negeri. Yang bila tidak segera dipecahkan akan dapat mengancam keberlangsungan perekonomian bangsa, dan akan berdampak ketergantungan kepada negeri lain. Tentunya bangsa ini tidak menginginkan hal itu terjadi, dan menginginkan perekonomian serta ketahanan pangan bangsa memiliki kemandirian atau berdiri sendiri.

Di dalam islam yakni sistem pemerintahan khilafah sektor pertanian mutlak untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyat secara mandiri sebagai wujud dari ri’ayati su’unil ummah (memelihara dan mengatur urusan umat). Menurut al-Maliki, politik pertanian merupakan kebijakan pertanian untuk mencapai produksi pertanian yang tinggi. Untuk menciptakan produksi pertanian yang tinggi digunakan dua metode yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi.

Intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas tanah atau lahan yang sudah tesedia. Adapun langkah yang diambil yaitu mengelola tanah dengan baik, pengairan atau irigasi yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan yang sesuai, pembrantasan hama, pasca panen serta pemasarannya. Sedangkan Ekstensifikasi dilakukan dengan jalan perluasan area pertanian, meluaskan area ke daerah yang belum digarap sebelumnya, lalu setiap orang yang sudah memiliki tanah dihimbau untuk mengoptimalkan tanah miliknya. Namun jika tidak tanah tersebut akan diambil alih dalam jangka waktu tertentu. Seperti kata Umar bin Al-Khaththab “Orang yang memagari tanah tidak berhak atas tanah yang dipagarinya setelah membiarkannya selama 3 tahun”.

Dalam menjaga kestabilan bahan pangan, Islam sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Tidak seperti sistem kapitalis yang meraup keuntungan dari rakyat hingga rakyat menderita. Kebijakan yang mencekik hingga sesak untuk bernafas, kebijakan yang merusak sampai mendorong pada tindak korupsi. Sudah saatnya sistem kapitalis yang merusak digantikan sistem islam yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, memberikan solusi yang paripurna sebab tidak ada kepentingan pribadi maupun kelompok, yang ada hanya mengharap Allah memberkahi negeri ini. Untuk itu mari berusaha mewujudkan penerapan syariat islam secara menyeluruh (kaffah), problem solving untuk umat, khilafah islam sebagai sistem yang mengatur urusan umat.

Wallahu’alam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak