Oleh: Yuli Ummu Raihan (Member Akademi Menulis Kreatif)
Heboh pemberitaan mengenai pemberlakuan hukuman mati dengan cara dirajam kepada para pengikut kaum Nabi Luth (LGBT) oleh pemerintahan Brunei Darussalam. Meski sempat tertunda beberapa tahun sebelumnya.
Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di publik bahkan dunia.
Beragam kecaman hingga pemboikotan muncul, di antaranya Antonio Gute, sekretaris jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengklaim kebijakan ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Ia mengatakan," HAM dijunjung oleh semua orang di manapun tanpa membedakan".
Selanjutnya ada George Clooney aktor Hollywood pemenang Oscar yang menyerukan pemboikotan terhadap hotel-hotel mewah milik Brunei Invesment Company seperti Beverly Hills Hotel, Dorchester di London Inggris dan Plaza Athenee di Paris Prancis. Clooney mengajak masyarakat bergabung bersamanya memboikot sembilan hotel yaitu tiga di Inggris, dua di Amerika, dua di Prancis dan dua di Italia (CNN Indonesia). Bahkan di Inggris, hotel mewah Darussalam didemo ratusan orang mengecam Sultan Hassanah Bolkiah yang telah menerapkan hukum rajam ini. Para demonstran yang didominasi aktivis pembela kaum pelangi itu menganggap Sultan Brunei meniru kelompok ISIS di Irak dan Suriah karena memberlakukan hukuman tersebut (SindoNews.com).
Saat Sultan Brunei dihujat para selebriti, usaha hotelnya diboikot, PBB pun turun tangan. Melalui ASEAN Brunei ditekan, tapi sang sultan tak bergeming sedikitpun.
Azrinaz Mazhar Hakim mantan istri ke-3 Sultan memberikan dukungan penuh padanya.
UU Syariah Brunei yang diberlakukan sejak 3 April 2019 lalu itu menjelaskan enam pelanggaran yang menjadi target hukuman mati, potong anggota tubuh dan hukuman berat lainnya, seperti yang dikutip dari CNN, Channel News Asia, BBC, Reuters diantaranya:
Pertama, LGBTIQ atau LGBT plus ( lesbian, gay, biseksual, transgender, dan komunitas lain yang terkait). Mereka diancam hukuman cambuk dan dilempari batu jika ketahuan melakukan aktivitas seksualnya.
Kedua, Pelaku sodomi, zina dan pemerkosaan diancam hukuman mati.
Ketiga, Anak dan remaja yang melakukan kejahatan 1 dan 2 terancam hukuman cambuk.
Keempat, Pengkritik dan penghina raja dan siapa saja yang menentang undang-undang yang dia buat akan dijebloskan ke penjara selama 5 tahun.
Kelima, Penista Nabi Muhammad saw diancam hukuman mati.
Keenam, Pencuri diancam hukuman potong tangan.
Ketujuh, Siapa saja yang mengajak anak-anak Brunei di bawah usia 18 tahun untuk belajar agama lain di luar Islam akan didenda atau penjara.
Kontroversi mengenai HAM ini sudah terjadi cukup lama, ketidakjelasan makna HAM membuat masalah kian bertambah. Sesuatu yang wajar atau sesuai aturan sekelompok orang atau bangsa dan agama bisa jadi dianggap melanggar HAM bagi kelompok yang lain. Penerapan hukum Islam bagi pelaku LGBT ini salah satu contohnya. Bagi umat Islam ini adalah bentuk ketaatan pada aturan agama, salah satu upaya pencegahan dan pemberi efek jera agar kasus serupa tidak lagi terjadi atau mengurangi jumlahnya. Begitupun terhadap kelompok Islam yang vokal menyuarakan aspirasinya tentang kewajiban penerapan Islam secara kaffah dianggap melanggar kebebasan dan HAM.
Penerapan syariah Islam secara kaffah dianggap berpotensi melanggar HAM dan mengancam keragaman. Menghukumi pelaku maksiat sesuai hukum Islam, atau ammar ma'ruf nahyi munkar dianggap melanggar HAM, dan atas nama HAM pula pelaku asusila, maksiat dan tindakan keji lainnya dibela, dilindungi, serta difasilitasi.
HAM untuk siapa?
Tidak ada kejelasan makna HAM yang sesungguhnya, yang pasti dapat kita indra HAM hanya berlaku bagi kepentingan di luar Islam.
Ketika ada pembunuhan atau tindakan kriminal pada non muslim maka penggiat HAM lantang bersuara. Lain cerita jika yang mengalami semua itu adalah umat Islam, maka tidak pernah ada HAM. Lihatlah kondisi saudara-saudara kita dibelahan bumi Islam seperti Suriah, Irak, Xinjiang, Palestina dan masih banyak lainnya yang terus menjerit, dan meminta belas kasih dan kebebasan atas nama HAM untuk hidup layak, aman, dan nyaman.
Sejatinya HAM adalah alat untuk menjajah, menurut Muhammad Ahmaf Mufti dan Sami dalam bukunya "HAM Menurut Barat, HAM Menurut Islam" menuturkan Propaganda Barat tentang HAM telah menarik perhatian kaum muslimin dan negara-negara berkembang.
Barat telah menjadikan rujukan bagi persoalan HAM di banyak negara, memaksakan nilai dan pandangannya melalui peraturan-peraturan internasional, hegemoni dan ketergantungan materi (ekonomi).
Demi memperlancar rencananya Barat menjadikan HAM sebagai isu politik, sebagai alat penjajah untuk menancapkan hegemoninya di dunia, khususnya di negeri- negeri muslim.
HAM sejatinya hanya kedok untuk membenarkan ide-ide kufur barat, dan upaya menghadang bangkitnya peradaban Islam, menghalangi tegaknya syariat Islam secara kaffah. Sebagai seorang muslim kita harus berpedoman pada aturan Islam saja, berpegang teguh meski ditengah kesulitan yang ada, istiqomah ditengah banyaknya fitnah.
Allah swt berfirman: "Katakanlah, kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sungguh kebatilan itu pasti akan lenyap" (QS. al Isra: 81).
Saat ini kaum muslimin menghadapi beragam fitnah, banyak sekali ide-ide batil yang rusak dan merusak bertebaran termasuk HAM, maka kita harus istiqomah dalam ketaatan dan menjauhi semua penyimpangan ini yaitu dengan mengikuti Islam, meyakini sepenuh hati, serta mengamalkan syariah secara kaffah.
Keistiqomahan menuntut keteguhan dan tiada henti mendakwahkan ajaran Islam, serta tidak condong pada kezhaliman. Wallahu a'lam.