Oleh: Dika Lukita Sari, amd. Par
(Pengusaha Muda)
Indonesia merupakan negeri khatulistiwa yang berada pada titik kordinat "0 derajat". Memiliki kekayaan alam luar biasa yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia juga memiliki kekayaan mineral yang terbilang besar dibanding negara-negara lain di dunia. Kontribusi Indonesia sekitar 39 persen cadangan dunia, nomor dua di bawah China. Salah satu tambang terbesar yang ada seperti batu bara.
Berdasarkan data tahun 2015 dari Kementerian Energi Sumber Daya Alam dan Mineral, cadangan batubara Indonesia berlimpah dengan total cadangan 32 miliar ton yang terbukti sedangkan yang terkira mencapai angka 74 miliar ton.(newswantara.com, 25/1/2018)
Batubara dibawa melalui sungai besar dan laut menuju berbagai tempat. Ada untuk diekspor, ada untuk PLTU, buat pembakaran pabrik semen, nikel, dan lain-lain. Di PLTU, batubara dibakar untuk menjalankan turbin hingga menghasilkan listrik yang mengalir ke rumah-rumah warga.
Namun data diatas sepertinya tidak senada dengan pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari laman detik finance.com (12/9/2018) yang mengungkapkan cadangan batu bara yang ada di Indonesia hanya 2% dari total cadangan yang ada di dunia. Padahal komoditas tersebut dibutuhkan untuk bahan bakar proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).
Dengan fakta tersebut, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, Indonesia bukan negara yang kaya cadangan batu bara.
Mereka berdalih untuk menyembunyikan kekayaan alam sebenarnya. Hal ini dilakukan agar rakyat tak meminta hak-hak mereka dan para kapital mudah melanggengkan penjajahan sumber daya alam Indonesia karena tambang merupakan bagian kekayaan alam yang nilainya fantastis untuk kepentingan mereka.
Begitulah gurita kapitalisasi di Indonesia yang lahir dari sistem kapital. Tak akan pernah sekalipun memihak untuk kesejahteraan rakyatnya tapi justru berpihak pada koorporasi penjajah dan menjadi perusak lingkungan serta menimbulkan penderitaan pada rakyat.
Masalah muncul dari hulu hingga hilir. Mula-mula dari pertambangan batubara. Banyak konsesi batubara yang dimiliki perusahaan berada dekat pemukiman maupun lahan pertanian warga. Praktis ia mengambil lahan pertanian dan perkebunan, serta tempat hidup warga, seperti terjadi di Kota Samarinda, KalimantanTimur.
Hidup bertetangga dengan tambang batubara, bikin muncul banyak masalah, dari air bersih langka bahkan tercemar, lumpur cemari sawah, wilayah pertanian kurang produktif sampai polusi udara karena debu lalu lintas pengangkutan batubara.
Di Desa Kertabuana, Nyoman Derman, seorang pekebun, sempat masuk penjara tiga bulan karena protes tambang. Nyoman ikut program transmigrasi dari pemerintah pada 1980. (mongabay.co.id, 16/4/19)
Berbeda dengan sistem Islam. Didalam Islam tambang batu bara merupakan hak milik umum yang dikelola oleh negara yang hasilnya akan didistribusikan untuk seluruh rakyat. Sehingga dalam praktiknya penambangannya diteliti mulai dari kelayakan lingkungan dan aspek penting lainnya semata untuk kebaikan rakyatnya. Penerapan ini hanya dpat direalisasi pada sistem ekonomi islam dalam bingkai khilafah.
Wallahu ‘alam bish-showab.