Oleh : Siti Ruaida, S.Pd
Ada setetes madu yang jatuh ke tanah,datanglah seekor semut untuk mencicipi secuil madu, setelah itu semut pergi, manisnya madu membuat semut tidak bisa menahan diri untuk kembali mereguk secuil manisnya madu. Setelah mereguk kembali madu si semut tidak puas, dia berpikir untuk menguasai madu dengan menaiki madu untuk memuaskannya, ternyata terjadilah apa yang tidak terbayangkan oleh si semut. Ternyata kaki kakinya menempel diatas madu dan akhirnya membenamkannya. Ini adalah sebuah ilustrasi ketika manusia berhadapan dengan manisnya "Sumber Daya Alam".
Hakikatnya fungsi SDA sejak dulu hingga sekarang tidak berubah. Aromanya semanis madu yang menggiurkan dan bahkan menjadi sumber konflik dari manusia yang tamak untuk mengambil keuntungan dan menguasainya. Sejarah telah mencatat bagaimana penjajah memperebutkan SDA, mengangkut rempah-rempah untuk menganbil manfaat yang sebesar-besarnya atas dorongan ideologis yaitu perang salib. Seharusnya pengalaman mengajarkan kita untuk waspada karena telah berpengalaman ratusan tahun nenyaksikan dan merasakan penderitaan karena kerakusan penjajah dalam menghisab dan mengeksploitasi SDA negeri ini. Hari ini kita menyaksikan hal yang sama, akan nasib SDA kita. Hanya berbeda pola , kalau dulu dengan senjata sedangkan sekarang dengan pola yang lebih halus. Bahkan pola ini lebih efektif dan efisien karena minim perlawanan apalagi didukung kekuasaan dan undang-undang yang memudahkan mengeksplorasi SDA
Berbicara sumber daya alam teringat dengan potensi meratus yang menghebohkan masyarakat Kalimantan Selatan. Terkait aksi penolakan oleh mahasiswa, aktivis lingkungan, akademisi, jurnalis dan masyarakat menuntut dicabutnya SK Menteri ESDM berkaitan dengan eksploitasi tambang dihutan Pegunungan Meratus. Kemudian protes dari berbagai kalangan. Terutama dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) terhadap deklarasi Geopark Nasional Pegunungan Meratus yang di selenggarakan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan yang bekerjasama dengan Forum Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat Pertambangan Kalimantan Selatan, bertempat di Kiram Park, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada tanggal 24 Februari 2019 . Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo mempertanyakan langkah Pemprov Kalsel terkait geopark yang dianggap sebagsi langkah yang kurang tepat untuk melindungi dan menyelamatkan Pegunungan Meratus. Karena tidak melibatkan berbagai komponen masyarakat, terutama masyarakat adat yang hidup di sekitar titik-titik geopark. Padahal objek geopark berada di kawasan Pegunungan Meratus, jadi sudah sewajarnya masyarakat adat Dayak Meratus menuntut untuk dilibatkan sejak proses dari hulu hingga hilirnya. Apalagi setelah titik-titik geopark ditentukan pasti akan berdampak luas terhadap kelestarian alam Pegunungan Meratus dan kelangsungan hidup masyarakat Dayak Meratus. Sehubungan dengan kewenangan pemberian ijin kegiatan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dan kewenangan yang melekat pada Pemprov Kalsel (Gubernur Kalsel). Dalam rangka menjaga kelestarian Pegunungan Meratus.
Pengertian Geopark sendiri adalah sebuah kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi di mana masyarakat setempat diajak berperan serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam, termasuk nilai arkeologi, ekologi dan budaya yang ada di dalamnya. Istilah Geopark merupakan singkatan dari “Geological Park” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Taman Geologi atau taman bumi.
Awal tujuan Geopark sebenarnya untuk melindungi warisan geologi yang berada di negara-negara Eropa oleh organisasi non pemerintah bernama EGN (Europe Geopark Network) pada tahun 2001. Keberadaan Geopark oleh Badan dunia UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) dikembangkan dan difasilitasi dengan membentuk organisasi GGN (Global Geopark Network) pada tahun 2004 agar mampu menampung anggota lebih banyak lagi dari negara-negara yang ada di dunia. Tujuan Geopark berkembang bukan hanya sekedar melindungi warisan geologi, tapi mengambil manfaat, menggali, menghargai dan mengembangkan warisan geologi tersebut seperti halnya Pelestarian Bioma. Menurut GGN UNESCO (2004).
Sampai disini kita paham bahwa tujuan utama telah bergeser pada tujuan mengambil manfaat. Kalau ada SDA yang ada diperut bumi ya dengan menggalinya kalau yang ada dipermukaan yang seperti hamparan permadani seperti pemandangan alam, ya dimanfaatkan dengan menjadikannya sebagai obyek wisata. Kalau sebatas pariwisata selama tidak merusak keragaman hayati, geologi dan budayanya tentu kita tidak mempersoalkan dan masih bisa menerima serta memaklumi.
Adapun pengembangan Geopark Meratus yang dikhawatirkan, apabila menyebabkan terjadinya degradasi kelestarian alam dan lingkungan pegunungan Meratus. Sehubungan dengan kemungkinan adanya upaya lain yaitu mengambil manfaat ataupun menggali yang berhubungan dengan yang ada diperut bumi, tentu harus dikembalikan ke amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 2 bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan ayat 3 yang menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tentu dalam hal ini memerlukan pemimpin yang amanah dalam melaksanakan undang-undang, jangan sampai tergoda rayuan dari para investor yang akan menghantarkan pada eksplorasi yang menguntungkan dan menghasilkan pundi-pundi kekayaan bagi para investor sedang rakyat hanya memandang berton-ton pengangkutan SDA yang ujung-ujungnya bukan untuk kemanfaatan rakyat. Bahkan hanya kerusakan lingkungan berupa banjir dan longsor yang dirasakan oleh rakyat. Seperti yang selama ini dialami rakyat.
Pengelolaan tambang tentu harus diperuntukkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dalam rangka memenuhi tugas negara untuk meriayah atau mengurusi urusan rakyat dalam memenuhi hajat hidup rakyat, seperti terjaminnya kebutuhan pokok rakyat, terjaminnya pendidikan gratis berkualitas sampai perguruan tinggi, pelayanan kesehatan untuk rakyat secara gratis, apabila itu dapat dipenuhi dengan menggali SDA seperti batubara, tentu rakyat tidak akan menolak karena telah sesuai dengan amanah Undang Undang. Tetapi tentu dengan perencanaan yang tepat supaya tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dikemudian hari.
Terlepas dari pandangan pro dan kontra pengembangan Geopark Meratus tentu harus kita kembalikan bagaimana Islam mengatur taman bumi, boleh dimanfaatkan tapi harus sesuai dengan tuntunan syariah, inilah jalan terbaik bagi manusia sebagai hamba Allah. Kemampuan akal kita dalam Pengelolaan Geopark Meratus harus dilakukan secara bijaksana dengan sungguh-sungguh terikat dengan syariah Allah, insyaallah akan tepat sasaran, maka pengembangan kawasan Geopark dapat diwujudkan dan harapan tetap lestarinya alam pegunungan Meratus tetap dapat dijaga.