Oleh : Eka Ayu Purnamasari
Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata 'end game' ? Ya, tentu anda akan teringat sebuah film besutan stduio film ternama, Marvel Studios, yakni 'The Avengers : End Game' yang kini tengah menjadi buah bibir di seluruh penjuru dunia. Saat ini, seolah seluruh dunia tengah terjangkit virus end game, film yang dipersiapkan Marvel selama bertahun-tahun dan disebut merupakan kesimpulan dari 22 film yang telah dibuat dalam 11 tahun terakhir.Seperti halnya kisah The Avengers yang telah mencapai fase end game, demokrasi yang selama ini dibanggakan dan diagungkan oleh para pemujanya pun akan segera memasuki fase yang sama seperti yang dialami oleh The Avengers. Fase end game bagi demokrasi semakin terpampang nyata dan tak dapat dipungkiri.
Hal ini terbukti dengan tidak mampunya demokrasi, yang dalam hal ini merupakan anak dari sebuah ideologi besar Kapitalisme, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan multidimensi yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia. Demokrasi yang digadang-gadang merupakan sistem terbaik oleh para pemujanya nyatanya tidak mampu membawa Indonesia menjadi negara yang menang, maju, dan sejahtera."Sebagai produk import, ternyata demokrasi adalah import yang paling berbahaya"( William Blumm, America's Deadliest Export Democracy ) Nyatalah bahwa demokrasi adalah import yang paling berbahaya. Selain agenda demokratisasi yang dilancarkan oleh Barat demi melanggengkan hegemoninya di bumi nusantara khususnya, dan di seluruh dunia umumnya, kerusakan aspek kehidupan ummat manusia pun adalah dampak dari demokrasi yang melahirkan berbagai kebebasan di dalamnya.Sebut saja kebebasan bertingkah laku. Dimana tingkah laku seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Jangankan memperhatikan nilai agama, norma-norma yang berlaku di masyarakat pun tak lagi didengarnya. Selama ia bahagia dan tak merugikan sesama, apa salahnya ? Hidup semau saya karena ini hidup saya. Begitulah kira-kira. Walhasil, pergaulan bebas merajalela. LGBT dimana-mana. Nyawa sudah tak lagi berharga. Karena sedikit saja tidak suka, nyawa taruhannya. Inikah yang diinginkan Indonesia ? Negeri yang konon dibangun diatas kucuran darah para syuhada.
Belum lagi berbagai sektor yang seharusnya menjadi sektor kepemilikan umum malah di privatisasi oleh korporasi. Yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, nyatanya digunakan untuk kesejahteraan pribadi. Hal ini sah-sah saja di dalam demokrasi. Semua orang berhak untuk memiliki apa saja yang mereka inginkan. Jet pribadi, pulau pribadi, laut pribadi, bahkan jika ingin memiliki provinsi pribadi bisa diwujudkan di alam demokrasi. Tak lupa permasalahan ekonomi yang membuat rakyat semakin menjerit. Serta segunung permasalahan yang hingga kini tiada henti.Namun itu semua takkan lama lagi. Karena masyarakat telah menyadari bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari demokrasi. Masyarakat sudah tidak lagi percaya dengan slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang selama ini digembar-gemborkan. Masyarakat pun semakin sadar bahwa selama ini mereka telah dibohongi oleh ilusi demokrasi yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat, namun berpihak pada para penguasa beserta selingkuhanya (baca : pengusaha). Masyarakat sudah lelah mendengar ribuan janji yang tak kunjung ditepati. Karena masyarakatpun telah memyadari bahwa tak ada kepentingan rakyat dalam demokrasi, yang ada hanyalah kepentingan pribadi dari mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat. Semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat akan bobroknya demokrasi, semakin masyarakat tidak percaya dan tidak ingin lagi hidup dibawah naungan demokrasi.
Sebagaimana segala sesuatu di dunia yang memiliki batas waktunya sendiri. Rasanya nyawa dari demokrasi pun takkan lama lagi. Gelombang yang menginginkan adanya perubahan dari berbagai lapisan masyarakat membuat demokrasi semakin sekarat. Tak ada guna terus bertahan dengan berbagai tipu daya yang dilancarkan. Karena sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. End game of democracy telah nyata di depan mata.Dan sebentar lagi akan kita songsong bersama sebuah perubahan yang hakiki. Suatu fase dimana ummat manusia akan kembali mulia. Semua orang kembali pada fitrahnya. Dengan sepenuh jiwa dan raga berbakti pada Sang Pemilik Kuasa. Bukan lagi pada makhluk yang nyatanya tak punya daya dan upaya. Akan kita rasakan bersama fase dimana Islam akan kembali berjaya. Segala hukum dan sanksinya diterapkan di dunia nyata. Yang akan menjaga dan melindungi kelangsungan hidup ummat manusia. Yang akan menaungi ummat dengan segala kemuliaannya.
Fase yang dinamakan Khilafah di atas manhaj kenabian itu akan terulang kembali. Bukan sekedar utopi dan ilusi. Namun adalah janji Ilahi yang akan terwujud secara pasti. Layaknya demokrasi yang 'end game' nya tak dapat dipungkiri, terbitnya fajar kemenangan, kembali tegaknya Islam dalam naungan Daulah Khilafah juga sesuatu yang tak dapat diingkari. Dan ketika panji-panji Rasulullah berkibar di seluruh penjuru dunia. Saat itulah dunia tahu bahwa Islam adalah benar dan janji Allah itu pasti."...setelah itu akan terulang kembali metode Khilafah 'alaa minhaj nubuwwah..."
(HR. Ahmad)
Wallahu a'lam bishowab.