Oleh: Asih Sri Wahyuni
Ibu rumah tangga
Pemilu 2019 dinilai banyak kalangan sebagai Pemilu terburuk sepanjang sejarah negeri ini. Selain telah menelan korban jiwa juga dana yang fantastis hingga 26 triliyun.
Pesta demokrasi juga sarat dengan berbagai bentuk kecurangan. Kemajuan teknologi informasi dan keterbukaan akses informasi mampu merekam berbagai kecurangan di tiap TPU di seluruh Indonesi, bahkan hingga mancanegara.
Pemilu serentak tahun ini telah menelan korban hingga sebanyak 119 jiwa, terutama dari kalangan petugas kelompok pemungutan suara (KPPS). Data yang dirilis oleh Harian Umum Republika (24/4/2019) berdasarkan laporan KPU, petugas yang mengalami musibah sebanyak 667 orang, sementara yang sakit 883 orang. Musibah Pemilu ini terjadi di 25 provinsi.
Menanggapi banyaknya korban jiwa saat Pemilu serentak tahun ini, ketua KPU Arief Budiman menyebut akan mengusulkan santunan kematian sekitar 30-36 juta bagi petugas yang meninggal, sementara yang mengalami cacat fisik akibat musibah kisaran 30 jutaan.
Ketika dikonfirmasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum bisa menetapkan besaran santunan bagi korban jiwa Pemilu. Kalaulah benar korban Pemilu mendapat santunan dengan kisaran tersebut dapat dibayangkan betapa murahnya nyawa manusia dalam pesta demokrasi. Padahal para petugas tersebut telah mencurahkan tenaganya dengan ikhlas dan karena kelelahan yang demikian berat disebabkan tidak sempat beristirahat pada akhirnya mereka menjadi korban pesta demokrasi ini.
Pada kenyataannya demokrasi merupakan sistem politik yang cacat dari lahirnya dan banyak keburukan-keburukannya. Ia merupakan sistem politik yang sarat dengan praktek politik uang (money politik). Ibarat jauh panggang dari api jika berpikir bahwa demokrasi dapat mempersembahkan pemerataan kesejahteraan di tengah masyarakat. Fakta berkata bahwa saat ini demikian sulitnya rakyat mendapatkan pekerjaan, hidup dirasa masyarakat makin berat dengan naiknya harga berbagai kebutuhan bahan pokok, sementara yang kaya makin kaya. Demokrasi sungguh sangat mengecewakan rakyat.
Indonesia akan terus bergulat dan berputar dalam lingkaran setan yang melelahkan jika beranggapan untuk terus membangun argumen upaya pembenahan sistem demokrasi.
Demokrasi dalam pandangan Sokrates adalah bentuk pemerintahan anarkis yang berujung kepada kekuasaan tirani dan akan memberikan ruang kebebasan tanpa batas.
Diperkuat juga oleh pandangan Aristoteles bahwa demokrasi adalah bentuk negara yang buruk (bad state). Perintah yang dilakukan oleh sekelompok minoritas di dewan perwakilan yang mewakili kelompok mayoritas itu akan mudah menjadi pemerintahan yang anarkis dan menjadi ajang pertempuran konflik kepentingan berbagai kelompok sosial serta pertarungan para elit kekuasaan. Demokrasi juga merupakan anak kandung kapitalis sekuler.
Sebagai agama yang paripurna Islam memiliki pandangan tersendiri terkait dengan demokrasi, bahwa prinsipnya benar-benar menyalahi syariat Islam dipandang dari beberapa aspek.
Pertama, adanya prinsip suara mayoritas mengalahkan suara Tuhan, hal ini bertentangan dengan Alquran surat Al-An'am ayat 116.
Kedua, terkait pandangan kedaulatan ada di tangan rakyat bertentangan dengan Alquran surat Al-An'am ayat 57.
ketiga, bahwa produk perundang-undangan ditentukan di parlemen, ini bertentangan dengan Alquran surat Al-Maidah ayat 48.
Keempat, pada saat demokrasi mencampakkan hukum Allah SWT dalam urusan rakyat dan hal ini jelas bertentangan dengan Alquran surat Al-Maidah ayat 50.
Sementara ketika berhadapan dengan kenyataan adanya kasus korban yang meninggal pada saat Pemilu Islam memandang bahwa hal itu merupakan qadha atau ketepatan Allah SWT. Kematian seseorang adalah kehendak mutlak Allah SWT, jika telah tiba ajal seseorang maka tidak akan bisa mengundurkan ataupun memajukan sedetikpun. Namun perbuatan yang menyebabkan kematian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Maka jika sistem yang dibuat oleh KPU saat Pemilu serentak menyebabkan orang kelelahan dan meninggal dunia, tentu KPU dalam hal ini sebagai pembuat aturan Pemilu akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT. Lebih mengenaskan lagi jika Pemilu dimaksudkan untuk melanggengkan demokrasi dan diarahkan untuk berlaku curang. Sungguh perbuatan yang pasti akan Allah hisab kelak di yaumil akhir.
Berkaitan dengan kematian dan ajal, Allah SWT berfirman:
"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." (QSAl-Anbiya ayat 35)
Maka dari itu marilah segera kita campakkan demokrasi yang telah nyata-nyata menyengsarakan dan tidak mensejahterakan rakyat. Masyarakat hanya dijadikan tumbal demi langgengnya sistem kapitalis sekuler. Kita segera ganti dengan sistem kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah SWT dengan menerapkan kembali syariah Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Rasyidah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab