Oleh : Widi Yanti
(Pendidik dan Pemerhati Masalah Sosial)
Mahasiswa merupakan sosok muda yang dianggap potensial dan produktif untuk menerima gagasan. Sehingga banyak pihak yang membidik para mahasiswa untuk menjadi corong penyampaian ide. Terlepas dari apapun idenya. Kekuatan keimanan yang diperoleh melalui proses berpikir cemerlang akan mampu menentukan pilihannya. Untuk menyebarkan pemikiran yang diperolehnya atau memilih untuk menjadikan pemikiran tersebut sekedar sebagai pengetahuan.
Sebagaimana dilansir oleh: Republika.co.id, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berupaya mempromosikan demokrasi kepada kalangan mahasiswa. Salah satu caranya, dengan mengadakan seminar dan simulasi sidang ke-11 Bali Democracy Forum (BDF) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 26-27 Maret lalu.
Kegiatan diawali dengan pemaparan mengenai diplomasi publik Indonesia dan penyampaian informasi mengenai BDF oleh Direktur Diplomasi Publik Kemenlu, Azis Nurwahyudi. Beliau menyampaikan pentingnya pengelolaan berbagai aset diplomasi publik Indonesia, di antaranya demokrasi, keragaman budaya, dan pluralitas agama. Aset diplomasi publik tersebut harus dikelola secara baik agar dapat meningkatkan citra dan kepercayaan terhadap Indonesia di mata internasional.
Bali Democracy Forum adalah forum kerja sama tahunan negara-negara demokrasi di Asia yang diadakan setiap bulan Desember di Bali, Indonesia. Forum ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas demokrasi dan institusi demokrasi melalui diskusi antar-negara. Terdapat 20 negara yang menjadi peserta dalam forum ini yang mana tiap negara diwakili oleh masing-masing Menteri Luar Negeri. Acara ini digelar pertama kali pada 10-11 Desember 2008 dengan tema Building and Consolidating Democracy: A Strategic Agenda for Asia.
Indonesia dengan keberagaman budaya dan agamanya, dianggap sebagai negara yang berhasil menerapkan sistem demokrasi. Sehingga menganggap bahwa demokrasi ini harus disampaikan di hadapan ribuan mahasiswa. Diharapkan selanjutnya dapat dijadikan modal untuk meyakinkan bahwa Indonesia dipercaya sebagai negeri yang damai berdasarkan demokrasi.
Demokrasi secara konseptual merupakan bentukan dari sekulerisme. Akidah yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama dijauhkan dari urusan perpolitikan. Karena anggapan bahwa rakyat sebagai sumber kekuasaan, sehingga kedaulatan di tangan rakyat. Artinya ketetapan hukum dan UU diambil dari pendapat mayoritas.
Dalam sistem demokrasi, kebebasan menjadi hal yang diagung-agungkan. Termasuk kebebasan individu untuk beragama, berpendapat dan kebebasan kepemilikan.
Saat individu mengandalkan kebebasan tersebut, maka hal ini jelas membahayakan aqidah bagi seorang muslim. Karena seakan posisi telah menjadi agama bagi penganutnya. Menghilangkan posisi Allah sebagai Sang Pembuat Hukum.
Akibatnya hukum diambil dari hasil berpikirnya manusia. Hak membuat hukum diambil dari hawa nafsu manusia. Hal ini membuat kaum muslim menjadi kufur terhadap hukum-hukum Allah. Dengan anggapan bahwa setiap individu bebas beragama, sehingga memungkinkan terjadinya murtad (keluar dari ajaran Islam).
Lebih dari itu pandangan bahwa agama Islam hanya mengatur tentang peribadahan saja membuat tata kehidupan kaum muslimin jauh dari tuntunan Islam dalam bermasyarakat. Padahal Islam mengatur seluruh aktivitas bermasyarakat, bagaimana menjalin hubungan dengan sesama manusia.
Kebebasan berpendapat berakibat ide-ide liberal berseliweran. Menyerang pendapat-pendapat Islam untuk mengaburkan keyakinan para pemeluknya. Contohnya pernyataan bahwa syariat Islam jika diterapkan akan mengganggu stabilitas, mengancam kemajemukan dan menimbulkan disintegrasi. Hal ini mempengaruhi pemikiran kaum muslim sendiri sehingga menjadi ragu akan syariat Islam itu sendiri.
Disinilah perlu ilmu yang mendasar untuk menyikapi sebuah informasi. Para mahasiswa yang sudah berada pada usia tertaklif hukum, seharusnya mampu memilih dan memilah informasi tersebut. Dengan definisi ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan yang mempengaruhi akal dan sikap sesorang terhadap fakta. Aktivitas yang berkaitan dengan upaya untuk mengikuti forum dan menyebarkan demokrasi hendaknya disikapi bijak.
Kaum muslim tidak boleh mengambil ilmu atau tsaqofah yang berasal dari luar Islam. Demokrasi jelas mendasarkan hukum dengan selain dari Allah. Dengan melihat fakta yang demikian apakah kaum muslim khususnya para mahasiswa masih berharap pada demokrasi untuk kemajuan Indonesia? Bukankah Allah adalah sebaik-baik hukum untuk umat manusia?
Allah berfirman :
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Artinya :”Dan hendaklah kamu berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas sebagian yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (49) Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang-orang yang yakin (50)”. (QS Al Maidah 49-50)