Oleh : Dian Riana Sari
Beberapa waktu lalu telah terseleggara pesta demokrasi. Tepatnya pada hari rabu tanggal 17 april 2019. Pemilu tahun ini berbeda dengan pemilu tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada pemilu serentak tahun 2019 ini menggunakan lima kotak suara, yakni memilih anggota DPRD II, DPRD I, DPR RI, DPD dan pasangan calon pada pemilihan presiden dan wakil presiden.
Tetapi sayangnya dengan dana yang tidak sedikit sekitar kurang lebih 25T pemilihan tahun ini telah mengakibatkan malapetaka besar hingga para petugas KPPS banyak yang mengalami sakit sampai ada yang meninggal. Dikarenakan kelelahan saat menjalankan tugasnya.
Dikutip dari CNN Indonesia "Data 26 April 2019 Pukul 12.00 WIB, petugas wafat 230 orang, sakit 1.671 orang, total 1.901 orang," kata Komisioner KPU Viryan Aziz lewat keterangan tertulis, Jumat (26/4).
Sungguh miris melihat dampak buruk yang terjadi menimpa rakyat pasca pemilu serentak dilakukan. Bahkan tidak sampai disitu, banyak juga ditemukan kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan pemimpin dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini. Proses pemilihan pemimpin dalam sistem demokrasi sangat rumit, sangat membutuhkan waktu lama dan juga menghabiskan banyak biaya yang mahal.
Meskipun dalam pemilihan pemimpin demokrasi dipilih langsung oleh rakyat tetapi pada faktanya rakyat hanya dijadikan objek untuk mendulang suara saja demi meraih kemenangan untuk berkuasa. Setelah berkuasa para pemimpin lupa akan janji-janjinya pada saat kampanye. Jargon yang didengungkan dalam sistem demokrasi "Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat" hanya sekedar ilusi semata.
Tidak ada jaminan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat dalam sistem demokrasi. Karena manusia sebagai pembuat hukumnya. Dan dalam demokrasi juga menerapkan pembagian kekuasaan yang dimana jika penguasa telah terpilih bisa berbagi kekuasaan dengan partai ataupun elite politik yang lain yang berada dibelakangnya. Akibatnya kerusakan yang semakin menjadi-jadi di berbagai lini.
Bagaimana pemilihan pemimpin dalam sistem Islam?
Dalam sistem Islam pemilihan pemimpin tidak akan menguras waktu, biaya, ataupun nyawa umat. Karena jelas bahwa batas pemilihan pemimpin dalam Islam maksimal adalah tiga hari. Tidak boleh ada kekosongan pemimpin lebih dari tiga hari. Sebagaimana sesuai dengan ijma' sahabat ketika meninggalnya Rasulullah kala itu. Dimana ketika Rasulullah meninggal di hari senin jenazah beliau dimakamkan di hari rabu.
Padahal mengurusi dan menguburkan jenazah itu hukumnya wajib tetapi memilih pemimpin pengganti Rasulullah untuk memimpin dalam sistem Islam itu juga wajib dan justru lebih diutamakan. Dan setelah melalui ba'iat in'iqad terpilihlah Abu Bakar As Sidiq sebagai pengganti Rasulullah.
Dan perlu digaris bawahi dalam sistem Islam para calon pemimpin harus punya kriteria yang sesuai dengan Islam yaitu laki-laki, muslim, berakal, baligh, merdeka, sehat, dan mampu mengemban amanah kekhilafahan untuk menerapkan hukum islam secara kaffah. Jadi jelas non muslim dan calon yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak akan bisa menjadi pemimpin dalam sistem Islam.
Proses pemilihan pemimpin dalam negara Khilafah sangat praktis dilakukan. Bilamana seorang Khalifah meninggal dunia, atau diberhentikan oleh Mahkamah Mazalim atau dinyatakan batal kekuasaannya, karena murtad atau yang lain, maka nama-nama calon pengganti Khalifah yang telah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim dan dinyatakan layak karena memenuhi syarat diserahkan kepada Majelis Umat. Hingga terpilihlah pemimpin terbaik sebagai Khalifah dalam negara Khilafah.
Demikianlah cara pemilihan pemimpin dalam negara Khilafah yang sangat efisien mudah dan tidak rumit. Berbeda dengan pemilihan pemimpin dalam sistem demokrasi yang jelas menimbulkan kematian dan bencana. Sudah seharusnya umat sadar dan ikut berjuang untuk mengembalikan sistem Islam yang mampu melahirkan pemimpin amanah yang menerapkan hukum Islam secara kaffah dalam sebuah institusi negara Khilafah.
Wallahu'alam bish showab