Oleh : Eka Aryanti (Menulis Asyik Cilacap)
Pesta demokrasi telah berakhir, tetapi aromanya masih tercium sampai sekarang. Tirto.id. penyelenggaraan pemilihan umum 2019 di sejumlah daerah mengalami kendala. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu.
Deretan kasus ini menunjukkan KPU gagal menjamin pemilu berjalan langsung.
Dari data yang dihimpun oleh Tirto, setidaknya ada belasan kabupaten/kota yang terhambat melaksanakan pemilu karena kegagalan KPU tersebut. https://tirto.id/deretan-kekacauan-pemilu-2019-bukti-kegagalan-kpu-dmwX
Kasus pertama terjadi di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Ketua KPU TTU, Paulinus veka mengatakan ada kekurangan surat suara untuk surat suara presiden dan surat suara anggota DPRD kabupaten untuk empat daerah pemilihan.
" Waktu memang sudah tinggal satu hari lagi, tetapi kami hanya bisa menunggu pengiriman logistik pengganti dari KPU RI, " kata Paulus seperti dilansir Antara, 15 April 2019.
Keterlambatan logistik juga terjadi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Akibatnya, ada sebelas kecamatan yang terancam tidak bisa mencoblos. Polisi akhirnya dilibatkan untuk mempercepat distribusi logistik tersebut.
.
Kotak Suara Rusak
Kasus lain terjadi di kecamatan Tamansari dan Ciseeng, kabupaten Bogor, Senin,15 April 2019. Di dua lokasi itu ada 682 kontak suara yang rusak. Beruntung KPU Kabupaten Bogor memiliki kotak suara cadangan.
"Sudah langsung kita kirim penggantinya di dua kecamatan itu, jadi kalau kotak suara relatif amanlah karena kita punya cadangan 7000 kotak." Kata Herry Setiawan, Komisioner KPU Kabupaten Bogor.
Kekacauan Pemilu
Kekacauan demi kekacauan yang terjadi saat pemilu sudah sering kita rasakan. Apa sebenarnya yang terjadi ?
Kisruhnya pemilu 2109 membuktikan bahwa rakyat hanya dijadikan korban dalam sistem yang ada. Jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya isapan jempol saja. Contoh terkait penyediaan logistik pemilu yang memakan dana cukup besar, tetapi pada faktanya tidak sesuai yang diharapkan. Lalu, kemana dana tersebut diarahkan ?
Inilah sistem demokrasi kapitalis, dimana hanya akan berpihak pada penguasa yang akan melanggengkan penjajahan sistemnya dalam segala aspek ( politik, ekonomi,maupun sosbud ).
Padahal yang dipakai uang rakyat, tenaga rakyat tetapi pemilu hanya sebagai sarana bagi korporasi dan rezim untuk menguasai rakyat.
Harus bagaimana kita ?
Dalam kondisi Sekarang, ketika khilafah belum ada,maka solusi untuk mengangkat seorang Khalifah tentu bukan melalui pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan khilafah.
Juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah.
Namun, ini hanyalah uslub. Bisa digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah.
Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai'at. Meski dalam prakteknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu.
Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukan uslub yang mubah, namun meninggalkan metode baku yang wajib,yaitu thalab an-nushrah dan bai'at, jelas tidak tepat. Meski harus dicatat, bahwa thalab an-nushrah tidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan adanya jama'ah ( partai politik Islam ideologis ) yang mengembannya.
Wallohu'alam bish- shawab