Oleh: Dede Ummu Lulu
Ibu Rumah Tangga
Belum usai kemarahan umat Islam sedunia atas tragedi pembantaian muslim Christchurch, hati kaum muslimin kembali dibuat sakit dengan peristiwa Islamofobia yang terjadi beruntun di berbagai belahan dunia. Pada Kamis dini hari, 21 Maret, sepekan setelah kejadian di New Zealand, empat masjid di Brimingham, Inggris, diserang dan dirusak.
Tak perlu jauh-jauh ke negeri seberang yang muslimnya minoritas, islamofobia juga terjadi di negeri sendiri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Muslim yang ingin berislam secara kaffah dituduh dengan sebutan negatif semisal radikal, anti-NKRI dan anti-kebhinekaan.
Tercium aroma ketakutan sekaligus kebencian tatkala simbol Islam berada di ruang publik, misalnya, terlihat dari kubu petahana yang mempersoalkan adanya bendera liwa’ yang berkibar di kampanye Prabowo-Sandi. Padahal sudah jelas, bahwa bendera hitam yang berkibar tersebut adalah ar-royyah yang merupakan ajaran Islam dan bukan bendera ormas tertentu.
Islamofobia yang menjangkiti seluruh dunia, termasuk Indonesia memang sengaja diciptakan oleh para pembenci Islam untuk menebar ketakutan terhadap ajaran dan simbol Islam. Di tengah sistem kufur demokrasi yang mengesampingkan nilai agama dari kehidupan, islamofobia tumbuh dengan subur dan difasilitasi oleh media-media sekuler untuk menyebarkannya.
Sistem hari ini sudah sangat jelas kebathilannya dengan mengesampingkan peran Allah subhanahu wa ta’ala dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia dan lebih memilih mngutamakan hawa nafsu manusia untuk menentukan mana yang boleh dan tidak boleh.
Ketakutan terhadap Islam, ajaran dan simbolnya, hanya bisa dihentikan jika sistem yang diterapkan juga berlandaskan Islam sehingga informasi yang berkembang tentang Islam dan ajarannya merupakan informasi yang shahih.
Oleh sebab itu, satu-satunya cara untuk memberantas Islamofobia dan menumbuhsuburkan Islamofilia adalah dengan kembali menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah yang sudah Allah jamin kerahmatannya bagi semesta alam dan sudah terbukti secara historis.
Wallahu’alam Bi Shawwab.