Oleh: Fathya Habibah
(Pelajar)
Beberapa hari ini, jagat maya kembali dihebohkan dengan kasus perundungan (bullying). Meski kasus bullying kerap terjadi, belum ada tindakan nyata untuk mencegahnya untuk tidak terjadi lagi dan lagi. Betapa tidak, hari ini bullying yang terjadi sudah mengarah ke ranah fisik. Bahkan sasaran bullying ini pun terjadi di hampir semua usia, mulai dari SD hingga perkuliahan. Sebagaimana baru-baru ini yang dialami oleh Audrey, salah seorang siswi SMP di Pontianak tersebut mengalami pengeroyokan serta penganiayaan oleh 12 orang yang berstatus siswi SMA. (Tribunnews, 10/04/2019)
Khofifah Indar Parawansa saat masih menjadi Menteri Sosial pada tahun 2017 mengatakan bahwa bullying bisa menjadikan korban depresi sampai menutup diri, bahkan yang paling fatal adalah terjadinya tindakan bunuh diri. Bentuk perundungan pun ada beberapa macam, baik secara kontak fisik maupun media sosial. Bullying yang terjadi pada Audrey termasuk kasus bullying fisik.
Kasus Audrey ini hanyalah satu dari deretan kasus bullying lainnya. Dan mirisnya pula, dilakukan oleh remaja yang masih duduk di bangku sekolah yang seharusnya memfokuskan diri dalam belajar dan menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan moral. Tapi kini, remaja bukan lagi layaknya siswa dengan kepolosannya, justru malah disibukkan dengan hal mempertahankan harga diri yang tentunya jauh dari koridor agama. Hanya karena masalah sepele, seperti yang kita tahu dari kasus Audrey ini, masalah cowok yang berujung penganiayaan yang menyebabkan trauma bagi sang korban.
Siapa yang harus kita salahkan atas semua kejadian ini? Sebab bila kita telusuri pelaku juga sebagai korban. Mereka adalah korban dari kegagalan sistem yang mendidik mereka. Tugas untuk mendidik dan membimbing mereka bukan hanya tugas orang tua semata. Namun, negara juga punya andil besar dalam hal ini. Generasi muda butuh penopang untuk menggerakkan mereka mengubah pemikirannya dari yang hanya mengejar kesenangan dunia dan pribadi saja. Menjadi pribadi yang lebih peduli sesama. Menghilangkan istilah "siapa lu siapa gue" menjadi pribadi yang mampu membawa perubahan bagi generasi dan negaranya.
Sebab, selama kita masih mengandalkan ide demokrasi liberal ini, tidak mustahil jika Audrey-Audrey lainnya tidak akan bermunculan bahkan dengan kondisi yang lebih parah. Karena, sudah sangat sering kita dengar kasus pembullyan yang itupun tak kunjung diselesaikan dengan dalih Hak Asasi Manusia. Bagaimana agar bullying tidak semakin memangsa korban itu yang kita harapkan. Dukungan dari sistem dan negara dan pengontrolan masyarakat adalah solusinya. Tentu, bukan dengan sistem liberal saat ini, yang sampai kapanpun jika kita bergantung pada sistem ini permasalahan justru semakin mengerikan nantinya.
Sistem Islamlah yang mampu menyelamatkan generasi milenial dari segala permasalahan yang menimpa mereka. Menghargai dan memuliakan manusia yang hanya diberikan oleh Islam. Semoga dengan peristiwa ini menyadarkan kita pentingnya kembali ke dalam naungan Islam. Agar bullying atau peristiwa mengenaskan lainnya tidak akan terulang kembali.
Wallahu alam bishawwab