Oleh: Ika Kartika (Ibu Rumah Tangga)
Minggu, 24 Februari 2019 17:36 Kondisi di Papua kembali dibuat tak kondusif. Itu lantaran Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), mengeluarkan ultimatum. Isi ulitimatum adalah kepada warga sipil non-Papua, agar meninggalkan wilayah Kabupaten Nduga, per tanggal 23 Februari 2019. Ultimatum tersebut disampaikan pentolan TPNPB-OPM, Egianus Kogeya melalui media sosial Facebook TPNPB pada Sabtu (23/2/2019).
Setidaknya ada 7 poin ultimatum yang Egianus sampaikan kepada pihak Indonesia. Satu diantara ultimatum berisi ancaman tembak kepada warga non-Papua yang masih ada di Nduga. Karena warga sipil non-Papua dianggap TPNPB sebagai anggota TNI / Polri yang menyamar.
Selain itu, Egianus yang menyebut dirinya Panglima Kodap III Ndugama, menegaskan bahwa TPNPB tidak akan pernah berhenti perang sampai ada pengakuan kemerdekaan Papua dari RI.
Lantas mengapa ini bisa terjadi? Hal yang begitu sulit diungkapkan karena rezim yang bungkam mengalihkan topik mengenai OPM yang entah masih memberontak atau sudah tidak memberontak.
Hal ini yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa atas tindakan OPM yang membunuh pekerja pembangunan jalan akibat OPM ini. Faktor ini disebakan karena sistem sekuler demokrasi di Indonesia membuat rezim tak bisa bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok separatis yang dibacking kekuatan asing.
Lantas harus bagaimana kita saat ini dengan sistem sekuler yang merajalela? Solusi dari akar permasalahan ini adalah sistem Islam yang akan melindungi dan menutup celah bagi negara dari ancaman separatisme. Yakni dengan penerapan sistem aturan yang mensejahterakan bagi semua dan mencegah segala bentuk intervensi asing.
Allaahu a'lam bi ash-shawab.