Wacana Penggunaan UU Terorisme, Untuk Atasi Hoaks atau Membungkam Lawan Politik?


Oleh : Ummu Hanif (Gresik)


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mewacanakan penggunaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menindak para penyebar hoaks. Sebab, dia menilai hoaks yang kerap beredar telah menganggu keamanan dan menakuti-nakuti masyarakat. Menurutnya hoaks tersebut telah serupa dengan aksi teror, seperti yang terjadi terkait pemilihan presiden (pilpres) atau pemilu 2019. (www.katadata.co.id, 21/3/2019)



Menanggapi hal ini, dirilis oleh www.merdeka.com, pada 24/3/2019, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, belum menemukan dalil jika pelaku penyebaran berita bohong atau hoaks dijerat menggunakan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. dalam pandangan Mahfud, baik tindak pidana terorisme atau tindak pidana penyebar kebohongan memiliki definisinya masing-masing. Karenanya, jika Wiranto sampai menyebut keduanya dapat saling jerat, hal itu harus dikaji lagi lebih mendalam.


Dalam politik demokrasi kekuasaan adalah segalanya, sehingga akan dipertahankan dengan berbagai cara. Terkadang banyak aturan yang masih cacat, tetap dijalankan karena ada keadaan yang membahayakan golongan tertentu.


Dalam Islam, kekuasaan adalah untuk menegakkan hukum syara’, sehingga hubungan penguasa dan umat adalah hubungan saling menguatkan dalam ketaatan dengan menghidupkan budaya amar ma'ruf nahi munkar, bukan hubungan pemenang dan oposan.


Al-Baidhawi juga menyebutkan bahwa kekuasaan atau kepemimpinan adalah sebagai proses seseorang (di antara umat Islam) dalam menggantikan (tugas) Rasulullah untuk menegakkan pilar-pilar syariat dan menjaga eksistensi agama, di mana ada kewajiban bagi seluruh umat Islam untuk mengikuti (tunduk kepada)-nya. (Al-Baidhawi, Hasyiyah Syarh Al-Mathali’, hal. 228, dinukil dari Al-Wajiz fi Fiqh Al-Khilafah karya Shalah Shawi, hal. 5)


Dengan demikian Imamah (kepemimpinan) bukanlah tujuan, akan tetapi ia hanya wasilah untuk menjalankan ketaaan kapada Allah. Ketika pemimpin tidak bisa mewujudkan atau memudahkan rakyatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka harus diingatkan. 


“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Haj: 41)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Semua bentuk kekuasaan dalam Islam tujuannya adalah menjadikan agama seluruhnya milik Allah dan kalimat Allah saja yang tertinggi, karena Allah Ta’ala menciptakan makhluk tak lain adalah untuk tujuan ini. Oleh karena tujuan inilah kitab-kitab suci diturunkan, para rasul diutus, dan Rasulullah beserta para sahabatnya ikut berjihad.” (Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa, 28/ 61)


Maka jika wacana UU terorisme ini dilaksanakan dan menjerat mereka yang berupaya mengingatkan penguasa akan tugasnya menurut islam, ada hal yang perlu dipertanyaan, apakah wacana ini benar – benar untuk menanggulangi hoaks atau merupakan upaya untuk membungkam lawan politik semata. 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak