Umat Butuh Islam Kaffah, Bukan Sekedar Spirit

Oleh : Sri Yana


Pendiri paytren, Ustaz H. Yusuf Mansur dalam ceramahnya di Diskusi Publik dan Pembekalan Relawan Pemenangan 01 se-Jawa Barat di Hotel Papandayan, Bandung, sabtu, 2/3/2019. Ia menilai Jokowi memiliki spirit kenabian yang layak ditiru, dia juga mengajak masyarakat meneladani kebaikan pemimpin tanpa terkecuali Jokowi. (m.merdeka.com)



Alhasil Ustadz Yusuf Mansur membeberkan bahwa Jokowi merupakan pemimpin harapan sebagai kepala negara dan sebagai kepala keluarga yang sukses.Selain itu, Ustaz Yusuf juga menyampaikan bahwa harapan Jokowi merupakan spirit kenabian, seperti kisah Nabi Musa  yang mana Nabi Musa ketika dikejar pasukan Fir'aun memberikan harapan kepada umatnya, bahwa akan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Yang kemudian di kisahkan dengan membelahnya laut merah. Di sisi lain, menurutnya, Jokowi juga merupakan pemimpin yang religius, taat dalam menjalankan perintah-perintah Allah baik yang wajib maupun yang sunah, seperti selalu menjaga solat 5 waktu dan menjalankan puasa senin-kamis.


Namun, sebagai pemimpin tidak lah cukup hanya dengan harapan semata. Karena harapan kadang tak sesuai kenyataan. Yang akhirnya berujung kepada kekecewaan. Seperti, katanya tak menaikkan tarif listrik, nyatanya listrik naik. Katanya tak impor beras, nyatanya impor beras. Walhasil dari itu, harapan untuk mensejahterakan rakyat adalah ilusi belaka. Masihkah berharap memilihnya?


Padahal pemimpin  adalah seseorang yang semestinya menjadi suritauladan bagi umatnya, tak sekedar hanya menjalankan ibadah solat dan puasa sunah saja. Karena pemimpin di mata Allah maupun umatnya memiliki peranan yang cukup besar. Apa pun yang ia lakukan akan dinilai oleh umatnya. Yang nantinya juga akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT pada hari dibangkitkan manusia di padang mahsyar. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

"Setiap kamu adalah pemimpin, dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya, seorang Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya."(HR. Bukhari dari sahabat Ibn Umar).


 Bertanggung jawab itu tak mudah, perlu keseriusan, tak hanya kata-kata. Karena dalam kata-kata ini bermakna upaya kesungguhan dalam mencapai rasa tanggung jawab ini. Seperti kisah seorang nenek yang kelaparan, yang akhirnya ia mencuri singkong. Terus salah siapakah itu? Tentu saja itu salah pemimpin, yang harusnya mengayomi umatnya, dengan memenuhi kebutuhan umatnya. Malah  membiarkannya  kelaparan, hingga ia mencuri. Dan berakibat pada jeruji besi. Ini lah secuil dari sistem yang rusak dalam balutan demokrasi kapitalisme yang menyebabkan kesengsaraan. Bagi yang kaya semakin kaya, bagi yang miskin semakin miskin. Hukum di sistem ini semakin menikung orang-orang yang lemah. Ibarat pisau tajam kebawah tumpul keatas. Sungguh miris bukan!


Berbeda sekali dengan kisah Umar Bin Kattab dalam Masa kejayaan Islam. Alkisah pada masa itu sedang musim paceklik. Seorang ibu janda yang memiliki beberapa orang anak sedang kelaparan. Karena tak memiliki makanan, ibu tersebut menyuruh anaknya untuk berpuasa. Sampai datangnya magrib tiba, ternyata sang ibu tersebut belum mendapat rezeki. Akhirnya ia memasak batu untuk mengelabuhi anak-anaknya agar terlelap tidur, karena terlalu lama menunggu masakannya matang. Sampai mereka tertidur. Tapi sebentar-sebentar terbangun. Namun salah satu dari mereka terbangun Dan menangis. Sehingga sang khalifah bersama sahabatnya mendengar, ketika berkeliling kampung di Madinah. Akhirnya sang khalifah mengetahuinya. Dan khalifah sendiri lah yang mengantarkan sekarung gandum tersebut. Itu lah sekelumit kisah pada masa kejayaan Islam.


Kejayaan Islam dahulu memang pernah dirasakan oleh umat. Namun kini telah hilang, setelah runtuhnya ke khilafahan Turki Usmani oleh Mustafa Kamal Atturk. Dimana Islam adalah Ideologi yang berasal dari langit, yaitu Allah SWT. Yang pasti dapat menyelesaikan seluruh problematika kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan sebagainya. Karena Islam memang hadir, ditengah-tengah umat sebagai solusi dengan Islam secara kaffah, tidak hanya diambil sekedar spirit, akhlaq bahkan simbol semata dari para pemimpin. Sebagaimana firman Allah SWT:

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, Dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (TQS. Al Baqarah: 208)

Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa umat sejatinya kembali kepada Islam kaffah, agar tak mengikuti langkah-langkah setan. Kaffah sendiri artinya menyeluruh dari aspek kehidupan, baik itu urusan ibadah maupun urusan duniawi. Yang semuanya tak terlepas dari hukum syara'. Meninggalkan yang namanya hukum Kapitalisme dan derifatnya. Islam kaffah inilah akan tercipta di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah yang dahulu pernah berjaya. Mari songsong kembali kehadirannya, dengan pekikan takbir, Allahu Akbar!

Waallahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak