Oleh: Nursih Ummu Sayyid
Hari ini langit menumpahkan jutaan air yang berjatuhan. Sejak pagi hingga siang di kota perantauan. Seorang Ibu yang merasa kebingungan. Bagaimana menjemput sekolah Anak Sulungnya, agar kewajiban tak terabaikan.
Di sisi lain ada Batita yang harus di bawa kemana-mana. Tak ada yang bisa di titip walau sekejap mata. Pintu tetangga tertutup rapat seperti biasanya. Menandakan tak ada penghuni di dalamnya.
Derasnya hujan memaksa Ibu membawa Batita di pangkuannya. Mengendarai roda dua yang di bungkus mantel jilbab merah warnanya. Tak lama perjalanan Batita tersebut tertidur lelap, ditemani guyuran air hujan yang membasahi mantelnya.
***
Ketenangan ibu dalam membawa kendaraan miliknya. Menikmati rintikan air hujan yang membasahi wajah dan tangannya. Namun mendekati sekolah anaknya. Tiba-tiba ibu terkejut. Bagai di sambar petir. Motor yang diarahkan untuk berbelok ke kanan mengamuk entah mengapa.
Ibu berusaha untuk tetap berada di kendaraannya. Namun kendaraan tersebut seolah-olah melemparkan mereka sampai terjatuh di sampingnya.
Saat itu Ibu berusaha menahan siku tangannya mencium aspal, agar Batita yang di gendongnya tak sampai terjungkal. Namun apa daya usaha ibu pun gagal. Mereka pun terpental. Saat itu ibu hanya bisa tawakal. Mengembalikan semuanya kepada Allah Sang Pemilik Nyawa secara optimal.
***
Merasa tersadarkan karena tangisan Batita yang memecah jalanan. Orang-orang pun terhenti membantu mereka melihat keadaan. Diangkatnya sang ibu walau berjalan merintih kesakitan. Hujan lebat yang membawanya untuk menepi dan berteduh sementara untuk keamanan.
Saat itu semua orang menanyakan kondisi mereka. Ibu yang tak kuasa menahan tangis terpaksa meneteskan bulir-bulir bening di matanya. Karena rasa sakit yang dirasakannya. Merasa malu untuk mengungkapkannya.
Mereka memastikan Ibu dan Batita baik-baik saja. Sampai Ibu merasa tenang, mereka pun berlalu dengan tanda cinta. Ibu berusaha mengendarai kembali sepeda motornya. Teringat anaknya yang sudah menunggu lama. Namun kendaraan tersebut tak mau menyala. Rintikan hujan yang terus membasahi dirinya. Membuat Ibu semakin berkaca-kaca.
***
Seorang bapak datang menghampiri. Memberikan bantuan melihat kendaraan yang mati. Alhamdulillah tak lama kendaraan Ibu pun menyala kembali. Ucapan terima kasih pun tak lupa Ibu sampaikan berulang kali.
Ibu bergegas menuju sekolah si Sulung yang tampak sepi. Hanya beberapa orang saja yang masih ada terhitung jari. Seorang teman bertanya "Mengapa terlambat menjemput?" Ibu pun menyampaikan kondisi yang di alami.
Mendapat empati dari teman. Teman pun mengajak untuk beristirahat dahulu sebagai bentuk keakraban. Namun Ibu ingin segera pulang agar melihat langsung kondisinya. Anaknya. Dia berusaha memakaian mantel si Sulung dan berkata "Hati-hati". "Pelan-pelan". "Konsentrasi bawa kendaraannya".
***
Sesampainya di rumah Ibu mengecek kondisi anaknya yang tertidur kembali saat perjalanan. Alhamdulillah semua baik-baik saja, tak perlu ada yang di khawatirkan. Batita yang terbangun karena merasa terganggu, saat Ibu mengecek kondisinya langsung bermain bersama kakaknya. Tidurnya terlupakan. Bermain lebih mengasyikkan. Alhamdulillah kondisinya sedikit melegakan.
Tak lupa Ibu pun memantau kondisi dirinya. Luka yang menggores siku tangannya. Lutut. Betis bagian kanan terasa kaku sesudahnya. Ibu pun berusaha membalur luka dengan obat yang tersedia di rumah ala kadarnya. Tak lupa menghubungi Ayahnya. Agar mendapat info bagaimana penanganannya. Alhamdulillah Allah mudahkan jalannya.
***
Inilah hidup. Tak ada yang tahu jalan ceritanya kecuali Allah Penguasa Alam. Sesuatu yang terjadi di luar kehendak manusia di namakan Qadha (ketetapan) dari-Nya. Perbuatan yang berasal dari-Nya. Tak akan di tanya kelak di akhirat.
Manusia tak pernah tahu kapan musibah itu menghadang. Sebagai seorang muslim wajib bersabar saat musibah datang. Ikhlas dari ketetapan-Nya. Bersyukur Allah masih perhatian. Agar tak kufur atas nikmat yang sudah diberikan.
Makassar, 12 Maret 2019