Oleh: Morin Ike Nurwulan (Ibu Rumah Tangga)
Putra mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed Bin Salman (MBS) baru saja merampungkan kunjungannya ke Pakistan, India dan China, guna merundingkan kesepakatan dagang dan investasi bernilai miliaran Dolar AS. Dalam kunjungannya ke China, Kamis 21 Februari 2019 lalu, kerjasama dibidang perminyakan senilai $10 Miliar AS atau setara Rp 140,15 Triliun diteken. Bukan hanya minyak, MBS juga tidak segan menawarkan kerjasama deradikalisasi demi mencegah infiltrasi dan penyebaran paham ekstrimis.
MBS bahkan dengan terbuka menyatakan dukungannya terhadap upaya China dalam memberangus paham ini. MBS mengatakan Arab Saudi menghormati dan mendukung hak China untuk melindungi keamanannya sendiri dan mengambil langkah kontra-terorisme dan deradikalisasi. Ia bahkan mendukung pembangunan kamp kosentrasi untuk Muslim Uighur. Ia mengatakan bahwa tindakan China itu dapat dibenarkan. "China memiliki hak untuk mengambil langkah-langkah anti-terorisme dan ekstrimisme untuk menjaga keamanan nasionalnya." Kata MBS kepada Presiden China Xi Jinpang yang dikutip CCTV.
Sikap MBS ini yang kemudian memantik kritik dunia Internasional, lantaran seorang pangeran dari negara Islam telah abai dengan isu pelanggaran hak asasi manusia yang dituding dilakukan pemerintah China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Arab Saudi sendiri hingga kini tetap diam atas perlakuan pemerintah China terhadap Muslim Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya diwilayah Xinjiang di China Barat Daya.
Pernyataan MBS ini bukan hanya apolitis untuk seorang Muslim, namun juga bentuk penghianatan atas apa yang terjadi pada Muslim Uighur. Hal ini sekaligus membenarkan pendapat banyak pihak yang mengatakan bahwa sikap diamnya para penguasa negeri-negeri Muslim atas penyiksaan Muslim Uighur disebabkan karena faktor ketergantungan ekonomi.
Sungguh memalukan. Kepentingan nasional dan rasa nasionalisme telah membutakan mata hati para pemimpin Muslim termasuk Arab Saudi. Sesungguhnya mereka memiliki kuasa dan kemampuan untuk bersikap tegas terhadap pemerintah China. Mereka malah bermanis muka dihadapan negara yang menumpahkan darah saudara seakidahnya.
Nasionalisme sudah terlanjur mengakar dibenak Kaum Muslim, sebagai sebuah paham yang baik dan positif. Padahal sejatinya nasionalisme adalah paham yang mengutamakan dan mengunggulkan bangsa / negara nya. Ia adalah ikatan yang sifatnya temporal serta memunculkan ashabiyyah di tengah-tengah umat Islam, yang justeru ikatan ashabiyyah inilah, dalam banyak hal, menjadi faktor penting dalam menciptakan konflik dan permusuhan antar negara, suku dan kelompok yang pada akhirnya memecah belah kesatuan dan persatuan umat Islam.
Sesungguhnya, nasionalisme adalah paham yang asing dan bertentangan dengan Islam, sehingga tidak patut dijadikan pengikat bagi kaum Muslim. Celaan terhadap fanatisme golongan, termasuk didalamnya adalah ikatan kesukuan, kebangsaan atau nasionalisme diucapkan sendiri oleh Rasulullaah saw:
" Siapa saja yang menyeru kepada ashabiyyah, maka dia tidak termasuk kita (kaum Muslim)." (HR. Abu Daud).
Islam adalah agama universal yang tidak hanya diperuntukan bagi suku, ras, negara/bangsa tertentu, tetapi bersifat menyeluruh untuk seluruh umat manusia. Allaah Swt. berfirman :
" Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (TQS. Saba [34]:28)
Maka, seorang Muslim boleh saja berasal dari suku, ras atau bangsa tertentu. Akan tetapi, mereka diikat dan disatukan dengan akidah Islam. Ikatan inilah yang harus tumbuh dan ada ditengah-tengah kaum Muslim. Ikatan ini pulalah yang akan memunculkan sikap peduli terhadap saudara seakidahnya yang terjajah, ditindas oleh penguasa-penguasa zalim.
Karena itulah kebutuhan akan Khilafah merupakan perkara yang mendesak dan wajib. Yang dengannya akan menjaga darah dan kehormatan umat Islam dihadapan musuh, serta yang akan menyatukan seluruh umat Islam berdasarkan akidah dan sistem Islam yang diterapkan secara praktis.
Wallahu’alam Bi Shawwab.